Berawal dari saling follow di Instagram, Takanael memutuskan membuat perjanjian dengan Navara. Tentunya itu bukanlah kesepakatan yang hanya menguntungkan salah satu pihak, melainkan keduanya.
Dari sekadar basa-basi menanyakan apa kesibukan sekarang...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Halo! Gimana hari kalian?
Makasih yang udah nungguin Pacar Bayaran. Tinggalkan jejak ya!
••• Happy reading •••
Navara minta diturunkan agak jauh dari rumahnya. Ia ingin sedikit menikmati dinginnya angin malam sambil berjalan agak pelan. Jika dipikir-pikir, sejak bersama Takanael, hidupnya terasa berbeda. Tidak terlalu sepi.
Sejenak, Navara berdiam diri di tempat, membuka ponsel dan melihat isi puluhan pesan yang tidak ingin dia baca sebenarnya. Tapi, Navara membukanya sekarang. “Percuma, Kak. Kakak juga sama kayak mereka. Kakak tetap pergi dan ninggalin Navara sendirian.”
Merasa begitu sesak melihat pesan tersebut, Navara mencoba membuka aplikasi lain di ponselnya. Melihat video-video random yang mungkin bisa sedikit mengobati luka yang tak pernah sembuh.
Navara tersentak, begitu sebuah video berlatar hitam menampilkan satu kalimat yang cukup mengusik dirinya. Jemari Navara berhenti bergerak saat itu.
Dia tidak pernah mencintaimu. Dia hanya senang. Senang dengan caramu membahagiakannya.
Entah kenapa, air mata Navara perlahan jatuh. Memejam karena rasa sesak yang tiba-tiba datang. Dadanya seperti ditekan kuat oleh sesuatu. Hanya ada satu nama yang muncul di benaknya saat itu.
Takanael.
Navara mengingat kenyataan tentang hubungannya dengan Takanael. Tapi bukan berarti Navara sudah memiliki rasa terhadap Takanael. Hanya saja, setiap laki-laki yang ada di dekatnya, pada akhirnya semua memilih pergi. Tidak ada sedikit pun kasih sayang yang Navara dapat selama ini.
Semuanya bohong. Navara benci dibohongi. Navara tidak suka.
Bagi Navara, semuanya semu. Tidak nyata. Yang nyata hanya betapa rapuh dirinya menjalani hari. Tapi semakin ke sini, semangat yang dulu sempat ada, sekarang mulai hilang. Navara mencoba mencari alasan untuknya tetap bertahan.
Tapi... sepertinya tidak ada.
“Kalau tahu akan seperti ini dan kalau Navara bisa di suruh memilih, Navara gak mau dilahirkan. Navara gak mau jadi pengacau di sini. Kalau kehadiran Navara malah jadi penghancur, harusnya Navara udah mati aja sebelum hadir di dunia.”
Tangis Navara semakin deras. Isakan kecil mulai terdengar. Hingga, membuat sebuah motor berhenti di dekatnya. Seseorang itu membuka helm untuk memastikan bahwa suara isakan yang ia dengar adalah benar suara Navara.
“Navara?” panggilnya agak ragu.
Navara menoleh, masih dengan air mata yang entah kapan akan berhenti.
“Kak Juan?”
Juan langsung turun dari motor dan menatap lebih jelas wajah Navara. Juan tampak panik melihat Navara yang seperti ini. Sungguh, ini adalah pertama kalinya Juan melihat Navara menangis sehebat ini.