28 - Album Foto

2.1K 324 66
                                    

[Sebagian besar narasi]

Tepat adzan dzuhur, Nara dan Kaila sampai di rumah. Nara pun masuk dengan Kaila. Nara menyuruh putrinya itu untuk berganti pakaian, makan, setelah itu tidur siang seperti biasanya. Sedangkan Nara sendiri, memilih untuk masuk ke kamar karena akan melaksanakan salat dzuhur.

Pikirannya masih tidak fokus. Terus menerus memikirkan yang terjadi beberapa jam lalu. Otaknya berkata kalau ini bukan hal wajar, tapi hatinya mencoba meyakinkan diri untuk tidak berprasangka buruk kepada suaminya.

Segala hal negatif dia tepis. Walau begitu, tetap saja tidak bisa. Terlebih saat tadi dalam perjalanan dia mendapat pesan dari Bian bahwa suaminya ini akan lembur. Istri mana yang bisa berpikir jernih sekarang? Setelah ada drama siang tadi, malam hari suaminya lembur? Coba tolong jernihkan pikiran Nara saat ini.

Setelah wudhu, Nara mengambil mukena. Dia melaksanakan salat dengan khusyuk. Bahkan di sujud terakhirnya, dia benar-benar bersimpuh. Mencurahkan segala hal yang mengganjal di hatinya. Tak lupa juga setelah salam terakhir, dia berdoa memohon untuk diberikan yang terbaik.

Selepasnya salat, dia menuju ke gudang rumah Bian untuk mencari pot bunga yang diminta Kaila tadi. Ini bukan gudang utama, ini hanya sebuah tempat yang digunakan oleh Bian dan keluarganya untuk menyimpan beberapa barang yang sekiranya masih dibutuhkan.

-

Nara membuka pintu gudang yang terkunci itu. Tempatnya memang gelap, karena jarang sekali orang masuk ke dalamnya. Nara menekan saklar lampu yang berada di sebelah kiri pintu. Gudang pun berubah menjadi terang. Nara memicingkan matanya. Gudang ini sedikit berdebu.

Dengan hati-hati, dia mendekat ke arah tumpukan pot bunga milik mertuanya itu. Dilihatnya satu persatu mulai dari yang terkecil hingga yang besar. Dia memilah-milih pot yang masih bagus, karena ada beberapa pot yang sudah pecah.

Saat sudah menemukan, dia berjalan menuju sebuah meja untuk membersihkan pot itu dari debu. Nara mengusap-usap dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya menutup hidung karena debu yang keluar cukup banyak.

Di sela-sela Nara membersihkan pot, matanya tertuju pada sebuah album foto bersampul hitam yang agaknya sudah usang. Debu yang berada di atasnya juga sudah tebal. Nara letakan pot bunga itu dan dia berjalan untuk mengambil album foto yang mencuri perhatiannya.

"Kok, album foto ada di gudang?" Nara bermonolog sendiri. Dia mengerutkan keningnya sambil mengambil album itu. Diusaplah album foto yang sudah Nara ambil dan dia letakan di meja sebelah pot.

Sampul dia buka. Tertulis dengan warna emas, Bian dan Dinda.

Nara menghela napas. Rupanya itu album pernikahan suaminya. Dengan keberanian penuh, dia mencoba membuka lagi di halaman kedua. Padahal, jika ditelaah dalam hatinya, Nara juga tidak mau. Namun, memang dasar perempuan, suka sekali mencari penyakit hati untuk dirinya sendiri.

Halaman pertama Nara buka, dia melihat foto Bian saat menjabat tangan seorang pria yang Nara tebak itu adalah Ayah dari Dinda. Halaman kedua masih tentang foto Bian. Halaman ketiga, deg.

Nara terkejut melihat foto wanita yang memakai kebaya berwarna putih itu.

Wajahnya, mirip sekali dengan seorang wanita yang bertemu dengan dia di Pantai Kuta tiga bulan lalu. Wanita yang menanyakan kabar kepada suaminya.

Wanita itu juga mirip sekali dengan seorang wanita yang dia lihat tadi saat di ruang kerja Bian.

"Jadi, dia Mba Dinda?" Nara bergumam dalam hatinya.

Ketakutannya terjadi sudah. Masa lalu dari suaminya datang lagi. Tembok yang sedang dia bangun dengan usahanya selama tiga bulan ini, haruskah runtuh seketika? Haruskah porak poranda dalam sekejap mata?

Amerta - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang