29 - Tamu

2.1K 322 77
                                    

06.30

Seperti yang sudah dikatakan Bian, Nara harus istirahat di rumah. Awalnya Nara tidak mau, dia takut, omongannya menjadi kenyataan kalau dia akan sakit sungguhan. Namun, kebetulan saja, Mama Hanna yang mengantar Kaila pagi ini karena akan arisan di rumah salah satu sahabatnya. Jadi, Nara memang memiliki kesempatan untuk tetap di rumah.

Saat ini, Bian tengah mengendarai mobilnya menuju ke sekolah Kaila.

"Yah, Ayah semalem pulang jam berapa?" celetuk Kaila yang memecah keheningan. Bian tersenyum. Bukan hanya Nara yang suka menunggu ternyata, putri kecilnya ini juga setia menunggunya pulang bekerja.

Bian yang tengah menyetir itu sesekali menengok ke arah Kaila yang duduk di sebelah kirinya itu. "Ayah semalem pulang jam delapan. Kenapa, Sayang? Kaila nunggu Ayah?" tanya Bian.

Kaila mengangguk cepat. "Iya, tapi akhirnya Kaila ngantuk. Tidur, deh," kata Kaila dengan nada sedikit merajuk. Bian tertawa kecil. Tangan kirinya dia ulurkan untuk mengusap rambut Kaila.

"Maaf, ya, Ayah lagi sibuk banget. Besok-besok janji, deh, ngga pulang malem lagi. Okey?" kata Bian berjanji pada Kaila. Itu bukan janji, hanya sebuah kalimat penenang.

Kaila mengangguk lagi. "Kemaren waktu La ke kantor Ayah, Ayah juga sibuk," ujar Kaila dengan polosnya. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi memang.

Bian mengerutkan keningnya. Sambil memutar stir mobil, Bian seperti seseorang yang kebingungan. "Ke kantor Ayah?" Bian pun memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah Kaila. Kaila belum sempat menjawab pertanyaan dari Bian itu. Setelah mobil berhenti, Kaila baru menganggukan kepalanya.

"Loh, kemarin siang Nara sama Kaila ke kantormu, Nak," kata Mama Hanna yang menyahut pertanyaan Bian itu. "Ngga ketemu sama kamu?" tanya Mama Hanna selanjutnya.

Bian menggeleng. Bian semakin tidak mengerti. Bian semakin heran. Kapan anak dan istrinya datang ke kantor? Pukul berapa? Bian menepuk jidatnya. Pikirannya langsung melayang ke satu titik yaitu ketika dia menemui Dinda dan saat itu Nara datang.

Kaila pun turun dari mobil Bian. Juga dengan Bian dan Hanna yang mengantar Kaila hanya sampai ke depan gerbang utama.

"Kaila sekolah dulu, ya, Oma, Ayah," kata Kaila sambil menyalami Oma dan Ayahnya itu. Bian pun menerima uluran tangan dan tak lupa dia mencium pipi putrinya itu. "Yang pinter, Sayang. Nanti jangan kemana-mana sebelum Oma jemput, ya," Kaila pun mengangguk mengerti.

Kaila pun masuk dengan berdadah-dadah ke Mama Hanna dan Bian.

Bian melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. "Ma, Mama arisan jam berapa?"

"Jam delapan, si. Kenapa?" tanya Hanna.

Bian menghela napasnya. Masih penasaran dengan Kaila dan Nara yang datang ke kantonya. Di lain sisi, dia juga ingin menceritakan sesuatu yang terjadi kemarin siang.

"Duduk sana, yuk, Ma. Ada yang mau aku certain ke Mama," Bian menunjuk sebuah kursi putih panjang di tengah taman sekolah Kaila.

Hari ini Bian meeting sekitar pukul delapan juga. Jadi, masih punya waktu luang untuk sekadar bercerita kepada Mamanya ini. Bian dan Mama Hanna akhirnya berjalan menuju kursi itu dan mereka pun duduk.

"Kemarin Nara sama Kaila ke kantor? Jam berapa?" Hanna semakin tidak mengerti. Dia mengerutkan keningnya.

"Ya, setelah Kaila pulang sekolah. Mungkin sekitar jam sebelas. Kirain kamu udah tahu. Dia juga bawa bekal makanan buat kamu," ujar Mama Hanna. Setahunya, Bian memang sudah tahu. Tapi memang, Hanna merasa Nara ada yang berbeda setelah pulang dari menjemput Kaila. Dia juga tidak sempat bertanya, karena mungkin dia pikir, itu hanya perasaannya belaka.

Amerta - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang