18

318 66 2
                                    

Xiaowen berjalan mendekati Huasen yang sedang duduk di depan camp miliknya seorang diri. Ia hanya melihat persiapan pelepasan lampion itu dari jauh, sama sekali tidak memiliki niat untuk mendekat.

"Gege."

Huasen tersentak. Sebenarnya sejak tadi dia terjebak dalam pikirannya sendiri.

"Uh, A-Wen, kenapa?"

"Di mana Xuning?" Xiaowen mendudukan tubuhnya di samping Huasen. Dia bertanya hanya untuk basa-basi karena jelas saja sekarang Xuning sedang berkumpul dengan saudara-saudaranya yang lain.

"Tidak tau, dia memintaku untuk tidak mengganggunya," jawab Huasen lirih.

Hening sejenak. Xiaowen melirik Huasen melalui ekor matanya lalu berkata, "Masalah ini, aku pikir kau tidak perlu melibatkan dirimu terlalu dalam, ge."

Huasen menatap Xiaowen sekilas. Ia tersenyum kecil dan membuang kembali tatapannya.

"Bagaimana bisa? Bukankah sejak awal aku memang terlibat? Meskipun secara tidak langsung, tapi tetap saja asalku dari sana. Aku mengenal mereka dan lebih dari tau bagaimana pikiran mereka."

Xiaowen mengusap punggung Huasen. Mereka berasal dari latar belakang yang sama dan nasib yang hampir sama.

"Jangan terlalu memaksakan dirimu."

"Dunia memang tidak adil, tapi bukankah A-Wen selalu bilang untuk tidak menolong orang secara setengah-setengah? Karena aku sudah maju sejak awal, maka aku tidak akan mundur apapun yang terjadi. Dalam peperangan, mati dan hidup itu soal biasa. Tidak perduli dia siapa, aku akan berdiri di pihak yang benar."

Tekad pemuda itu terlalu kuat terlepas dari wajah imutnya yang cenderung polos. Jika melihat sekilas, mungkin Huasen hanyalah pemuda biasa yang terlihat tidak memiliki kekuatan karena wajahnya yang selalu ceria. Tapi jika mengenalnya lebih jauh, dia adalah pemuda hebat yang ditempah oleh rasa sakit dan penderitaan.

Xiaowen ingat, saat belum genap satu tahun ia menjadi seorang pemimpin klan, Huasen mendatanginya dengan luka di sekujur tubuh.

Mereka memang berasal dari negeri yang berbeda, dan Huasen adalah anak yang halus dulunya. Ia jelas seorang laki-laki, namun Ayahnya yang begitu keji menjadikan dirinya sebagai pelampiasan nafsu. Ia kerap kali dilecehkan dan disiksa.

"Kau melihatku di titik terpurukku. Daripada untuk mereka, aku melakukan ini untukmu. Kau pantas mendapat kebebasan dan tempat yang baik di luar sana," ujar Huasen

"Gege benar-benar sudah dewasa."

"A-Wen, kau berkata seolah aku ini anak kecil. Aku lebih tua daripada kau jika kau lupa."

Tinggal beberapa menit lagi acara pelepasan lampion dilakukan. Xiaowen menarik tangan Huasen untuk bergabung dengan kerumunan orang di depan sana.

"Ge, sebentar lagi pelepasan lampion, setidaknya tulis harapanmu."

Huasen mengangguk patuh. Ia mengedarkan pandangannya dan menemukan Xuning sedang berkumpul bersama saudara-saudaranya. Pemuda itu tampak begitu bahagia bisa berkumpul bersama mereka meskipun sesekali ia akan mengumpat kesal untuk suatu hal.

"A-Wen," panggil Huasen.

Xiaowen menoleh ke belakang. "Kenapa?"

"Aku ... Aku belum pernah mengatakan hal ini sebelumnya ...."

"Mengatakan apa?"

"Terimakasih," ucap Huasen tulus

"Kenapa begitu tiba-tiba?"

REDEMPTION || HEWEN VERSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang