19

305 58 4
                                    

Sesuai perkataan Linghe, mereka benar-benar akan pergi ke negeri Fenghuang hari ini. Hanya berbekal peralatan dan makanan seadanya salah satunya kuaci buatan Riying.

Zijian awalnya memaksa untuk ikut, namun Xiaowen terus membujuknya agar tetap di Dragon Mountain untuk berjaga-jaga. Jika Zijian tidak pergi maka Riying juga tidak akan pergi! Setidaknya itulah moto hidup Riying.

Delapan ekor kuda yang ditunggangi oleh masing-masing dari mereka mulai keluar dari kawasan Dragon Mountain. Mereka semuanya memakai jubah putih khas klan naga. Di belakang jubah itu terdapat gambar naga hitam yang begitu besar, hanya dengan sekali lihat maka orang-orang akan tau mereka siapa.

Namun itulah tujuannya, karena klan naga adalah klan yang begitu disegani jadi mereka akan dengan mudah membuat musuh menyingkir tanpa buang-buang waktu untuk bertarung.

Jubah yang mereka kenakan berkibar seiring dengan lari kuda yang semakin melaju.

Jarak antara Dragon Mountain dan Fenghuang tidak begitu jauh, hanya saja Dragon Mountain berada di pedalaman dan sudah bukan lagi bagian dari Fenghuang.

Untuk malam nanti mereka telah memutuskan mencari penginapan.

"Sudah sore, Kita berheni di sini."

Tempat mereka berhenti merupakan sebuah kota yang cukup ramai. Sesuai dugaan, orang-orang yang berkeliaran di tengah jalan langsung membuka jalan ketika melihat mereka.

Linghe, Shuai, Yibin dan Xuning menggunakan topi bambu yang memiliki kain kasa menjuntai hingga menutupi wajah mereka. Sedangkan Xiaowen, Huasen, Fancheng dan Jialing cukup menggunakan penutup kepala dari jubah mereka. Lagipula Xiaowen tidak begitu yakin ada orang yang mengenalinya karena dia bukan orang penting yang wajahnya akan terus dikenang.

"Aku lapar. Kita makan dulu atau pesan kamar dulu?" rengek Fancheng

"Tapi sepanjang jalan kau makan terus," ucap Yibin polos.

Fancheng mendelik kesal, "Diamlah!"

"Kita makan dulu," putus Shuai sebagai yang tertua di antara mereka.

Semuanya mengangguk lalu mulai berjalan memasuki sebuah rumah makan.

Langkah Huasen terhenti saat matanya menangkap sesuatu yang tampak familiar. Beberapa meter dari tempat mereka sekarang ada sebuah tugu, cukup jauh memang tapi Huasen dapat melihat dengan jelas sebuah bendera yang berkibar di atasnya. Mereka mungkin tidak begitu memperhatikan, tapi dia jelas tau itu apa.

Huasen sedikit tersentak saat seseorang menabrak punggungnya. Pria paruh baya itu terpental saat menabraknya. Secara normal, seharusnya Huasen yang terpental karena tubuh pria itu jauh lebih besar. Tapi faktanya, Huasen bahkan tidak tergeser barang satu inci.

Pria itu mendongak untuk meyakinkan jika yang dia tabrak tadi adalah orang asli dan bukan tembok.

"Sialan! Apa tubuhmu terbuat dari batu?!" teriaknya kesal. Jelas saja karena pria itu sedang mabuk.

Huasen mengerjap beberapa kali, fokusnya sedang terganggu saat ini. Ia baru saja akan memutar langkahnya namun orang itu lebih dulu meremas bokongnya.

Tubuh Huasen seketika membeku. Dia jelas seorang laki-laki dan tidak memiliki pantat yang semok, jadi apa bagusnya?

Di saat seperti ini dia benar-benar menjadi bodoh. Kilasan masa lalu saat dirinya diperlakukan seperti ini oleh Ayahnya melintas begitu saja. Itu adalah traumanya yang tidak akan bisa hilang.

Huasen terkejut saat mendengar sesuatu berdebum dari belakangnya, tangan yang menyentuh bokongnya sudah tidak ada lagi. Semua orang yang ada di sana langsung memusatkan perhatian mereka pada sumber keributan.

REDEMPTION || HEWEN VERSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang