27

315 57 5
                                    

Xiaowen benci saat dirinya berada di titik terendah karena saat itu dia tidak akan memikirkan apapun selain mati.

Sudah enam hari dia terbaring tanpa makan dan minum di samping peti mati ibunya yang kosong. Bahkan mayat Riying dan Zijian masih tergeletak di sana. Pikirannya kosong, semuanya terasa melelahkan.

Xiaowen kemudian teringat sesuatu. Dia sudah tarbaring di sana selama hampir satu minggu. Benar, hampir seminggu.

Dengan tenaga yang tersisa, Xiaowen bangkit dari sana. Menyambar semua obor agar membakar tubuh Riying dan Zijian.

"Kenapa A-Wen tidak pernah turun dari Puncak Lotus sudah seminggu ini? Apa dia begitu sedih ditinggal perang?" tanya Huasen pada Fancheng dan Jialing. Ketiganya saat ini hendak mengunjungi Xiaowen di Puncak Lotus.

"Riying Jie dan Zijian juga, apa mereka sedang bersemedi di atas sana?"

"Woaaah, awan!"

"Ck, apa kau tidak pernah melihat awan?"

"Lihat, bukankah itu asap?"

Ketiga orang itu sontak terkejut saat melihat asap melambung tinggi di udara. Dengan bergegas mereka berlari untuk melihat ada apa di sana. Dan mata mereka semakin melebar saat api besar hampir melahap sebagian Puncak Lotus.

"APA YANG TERJADI!?"

"XIAOWEN! ZHAI XIAOWEN KAU DI MANA?"

Siluet seseorang berjubah putih berjalan di tengah kobaran api. Hanya ketika dia berhasil keluar dengan mudah dari kobaran api ganas itu barulah mereka tau itu Xiaowen. Wajahnya dingin dan datar, tatapannya juga kosong seolah tidak ada masa depan di sana.

"A-Wen? Kau kenapa?"

"Kumpulkan semua pasukan, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!"

Mutlak tak terbantahkan. Itulah nada kalimat yang Xiaowen keluarkan.






.






.






.






Perang meletus di negeri Fenghuang tepatnya di padang pasir perbatasan antara Fenghuang dan Taiyang.

Sesuai perkiraan, mereka tidak akan mudah mengalahkan kerajaan Taiyang. Bahkan saat ini mereka benar-benar dalam keadaan terpojok. Hampir seluruh pasukan Fenghuang yang ikut berperang bersama Linghe telah tewas. Meskipun di tubuh mereka telah banyak luka, namun mereka masih tidak bisa menyentuh Raja Taiyang.

"Menyerah saja, Yang Mulia. Negeri Fenghuang akan semakin maju jika aku yang menjadi Rajanya, lagipula kau tidak akan bisa mengalahkanku," ucap Raja Taiyang. Ia menaiki kudanya dengan santai dan menatap Linghe dan orang-orang Fenghuang yang berlutut di tengah padang pasir dengan remeh.

"Coba kau berbalik dan lihatlah prajuritmu yang menyedihkan itu, kau tidak akan bisa mengalahkanku."

Linghe tau itu. Tapi dia tidak akan memutuskan untuk menyerah selama masih hidup. Bahkan jika saat ini tubuhnya tengah berlutut dengan luka di sekujur tubuh, tapi Linghe tidak akan mengakui kekalahannya.

"Sudah sejauh ini, kau telah mengorbankan banyak hal, jangan mundur!" ucap Shuai di belakangnya

Linghe berbalik dengan lesuh untuk menyaksikan kegagalannya. Lagi dan lagi dia gagal. Hanya tersisa beberepa orang di belakangnya.

"Terus maju, Yang Mulia. Kau sudah memiliki liontin itu, kan? Apa yang kau takutkan? kau tidak bisa mati." ujar paman Zhang

"Tidak bisa mati? Liontin apa?" tanya Shuai penasaran. Pasalnya dia dan saudara-saudaranya yang lain tidak pernah tau jika Linghe memiliki hal yang seperti itu.

REDEMPTION || HEWEN VERSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang