23

265 50 1
                                    

Setelah beberapa hari terpisah di tempat yang berbeda, mereka akan kembali bertemu di jalur Dragon Mountain sesuai kesepakatan sebelumnya.

"Shuai Gege belum kembali, apa tidak apa-apa kita kembali ke Dragon Mountain tanpanya?"

Yibin mejawab dengan santai, "Tidak usah khawatir, gege-ku itu cukup hebat."

"Yang Mulia, di depan sana sekitar seratus prajurit menuju ke sini!" seru salah satu prajurit Fenghuang yang bersama mereka.

Dalam waktu beberapa hari ini Fancheng dan Yibin berhasil menemukan sekitar tiga ratus prajurit Fenghuang yang tersisa bersembunyi di hutan.

"Kita harus cepat pergi dari sini. Orang-orang ini tidak memiliki kuda," ucap Fancheng menunjuk orang-orang yang datang bersama Jialing.

Dengan berat hati Jialing mengangguk, "Baiklah, kita pergi."

Ia sesekali melihat ke jalan masuk hutan berharap Shuai benar-benar datang dari sana. Namun sampai hari ini pemuda itu belum juga menunjukan batang hidungnya.

"Gege!"

Fancheng melambaikan tangannya saat melihat Xuning dan Huasen memacu kudanya dari kejauhan. Mereka tidak membawa prajurit seperti yang lainnya karena mungkin saja memang tidak ada yang memiliki niat untuk menyusup ke sana. Tapi saat ini Xuning membawa seorang pria paruh baya bersamanya.

"Paman Zhang?"

Pria paruh baya itu memiringkan kepalanya seolah memberi salam. Dia adalah penasehat kerajaan Fenghuang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan para Pangeran.

"Aku menemukan paman di negeri Taiyang. Apa sudah terkumpul semua?" tanya Xuning memastikan.

Yibin menggeleng, "Shuai Gege, Linghe, Xiaowen belum kembali."

"Apa kita harus mencari mereka?"

"Tidak ada waktu. Kita harus segera membawa orang-orang ini ke tempat yang aman," balas Fancheng merespon perkataan Huasen.

"YUHUU PANGERAN SHUAI DI SINI!"

Tatapan mereka langsung teralihkan pada segerombolan manusia yang datang dengan Shuai yang berada di barisan paling depan dengan kudanya. Mereka semua yang datang bersama Shuai menaiki kuda dengan baju berlumuran darah.

"Gege ternyata kau masih hidup!" teriak Yibin

"Ck, yang bilang aku mati siapa? Kami baru saja membunuh ratusan prajurit yang akan menuju ke sini. Kuda perang mereka benar-benar keren ternyata."

Pantas saja mereka semuanya datang menggunakan kuda. Jialing diam-diam merasa hatinya sangat bebas tidak lagi sempit seperti tadi.

Shuai melihat itu. Dia tersenyum kecil lalu mengusap surai hitam Jialing seperti sebuah kebiasaan. "Aku menepati janjiku."

"Gege hebat."

"Sudah cukup basa-basinya. Kita pergi sekarang," ucap Fancheng. Mereka semua langsung bergerak ke arah Dragon Mountain.




.





.





.





Posisi mereka telah di ketahui pihak kerajaan Taiyang. Penjagaan semakin diperketan, mereka bahkan telah di tunggu oleh ratusan prajurit Taiyang di perbatasan negeri Yinghua.

"Tidak ada alasan untuk mundur. Tetap maju dan habisi mereka. Jangan ada dari kalian yang mati. Ini perintahku!" seru Linghe

"Keinginanmu adalah perintah untuk kami, Yang Mulia," balas Jenderal Wu

Di depan sana para prajurit dari kerajaan Taiyang semuanya menggunakan kuda. Sementara mereka yang bersama Linghe tidak memiliki kuda perang seperti itu.

"Jika menang, kalian bisa merebut kuda mereka," ucap Xiaowen lembut

"Baik, Yang Mulia."

"Uh, jangan memanggilku Yang Mulia, aku bukan lagi seorang Pangeran," balas Xiaowen canggung.

Linghe tertawa pelan. Ia mengangguk pada Xiaowen seolah memberi isyarat agar mereka harus segera keluar dari persembunyian dan menyerbu ke depan.

Melihat orang-orang yang datang menyerbu ke arah mereka membuat para prajurit kerajaan Taiyang dalam sekejap ikut menyerbu juga hingga peperangan itu pecah di perbatasan Yinghua dan Fenghuang.

Samurai-samurai mereka terlihat berkilauan saat terlepas dari sarungnya. Darah segar terlukis di bilahnya yang dingin dan tajam. Hanya dalam sekali tebasan sudah bisa dipastikan akan membunuh musuh.

Tempat itu dalam sekejap dipenuhi genangan darah dan mayat-mayat.

"Kau masih tetap menjadi Jenderal kebanggan negeri kami, Jenderal Wu," ucap Linghe

"Terimakasih, Yang Mulia."

Linghe melirik pada Xiaowen yang masih sibuk bermain dengan samurainya. Entah sudah berapa musuh yang berhasil dibunuh pemuda itu tapi jubah putihnya telah dipenuhi cairan merah yang pastinya berasal dari darah musuh.

Linghe baru melihat hal ini. Ternyata Xiaowen bisa menghabisi musuh-musuhnya dengan begitu kejam. Matanya membulat saat Xiaowen menuju ke arahnya dan menghunuskan samurai tepat di samping leher Linghe.

"Melamun di saat perang itu tidak baik," cibir Xiaowen

Linghe perlahan-lahan menoleh ke belakang, ternyata di belakangnya ada musuh yang baru saja dihabisi Xiaowen dengan menancap samurainya tepat di tenggorokan musuh itu.

"Terimakasih."

"Sudah tugasku."

Dalam waktu beberapa menit semua prajurit Taiyang berubah menjadi mayat yang mengerikan. Ada beberapa yang anggota tubuhnya tidak lagi utuh.

"Kita pergi sekarang," ucap Xiaowen saat melihat asap hitam di angkasa yang berasal dari jalur Dragon Mountain. Itu adalah sinyal yang mereka berikan untuk memberitahu Xiaowen bahwa mereka sudah berada di sana.

Seperti rencana awal, mereka benar-benar mengambil kuda-kuda tak bertuan milik prajurit Taiyang yang tewas.

"Aku tidak tau ternyata kau bisa membunuh orang secara sadis," ucap Linghe

"Tentu saja aku bisa."

"Bukankah kau pernah bilang tidak akan membunuh orang-orang yang tidak bersalah padamu?"

Xiaowen tersenyum miring, "Benar. Tapi jika gege melihat aku membunuh mereka, berarti mereka memang punya salah padaku."

"Termasuk para prajurit-prajurit Taiyang tadi?"

"Ya."

Linghe terdiam. Di otaknya memikirkan banyak hal. Apa yang telah dilakukan para prajurit Taiyang sehingga Xiaowen yang tidak akan tega membunuh orang bisa membunuh mereka semudah itu? Sedangkan Linghe yang pernah membantai orang tua dan negeri Xiaowen bisa dimaafkan semudah ini?

"Aku penasaran kau mengenalku sejak kapan, dan apa alasan yang kau punya di balik semua ini."

"Suatu hari nanti, aku akan memberitahumu."

"Aku menunggu."

"Gege, kau lihat pohon itu?"

Linghe menatap takjub pada sebuah pohon yang berada di atas gunung sana. Daunnya berwarna merah semerah darah. Dia sempat berpikir jika itu daun Maple, tapi setelah melihat kilauan bercahaya dari daun itu dan bentuknya yang berbeda membuat Linghe percaya jika itu bukan maple.

"Itu pohon apa?"

"Setiap negeri pasti punya cerita magic-nya sendiri. Itu pohon yang sangat dipercaya oleh warga negeri Yinghua dulunya, mereka menyebutnya pohon harapan."

"Apa kegunaannya?"

Xiaowen mengedikan bahunya, "Aku tidak tau. Aku belum pernah mencobanya."

TBC

REDEMPTION || HEWEN VERSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang