Marsel ditetapkan sebagai tahanan rumah selagi pihak kepolisian mencari tau lebih lanjut barang bukti soal kasus 8 tahun lalu. Ada seorang polisi yang ditugaskan berjaga didepan kediaman Wicaksono, guna mengawasi gerak-gerik Marsel.
"Jadi... kamu terbukti bersalah, huh?"
Marsel memutar bola matanya jengah, mendengar pertanyaan dengan nada mengejek itu.
"Seneng ya, liat anaknya sendiri bakal masuk penjara?!" sinis Marsel.
"Papah nggak pernah berharap kamu masuk penjara Sel, tapi mengingat sikap kamu pada Renata dan Deva..."
"CUKUP PAH!"
Surya terjengkit kaget mendengar nada tinggi Marsel, dengan wajah merah padam anaknya itu mulai mengikis jarak. Mata hitam dan tajam itu menyaratkan kabut kebencian dan rasa sakit yang begitu dalam.
"Dipikir-pikir, kayanya papah suka banget membanggakan si Renata itu."
"Kenapa nggak papah angkat aja tuh cewek jadi anak, sekalian tuh suami sama anaknya. Jadi pas aku masuk penjara, papah nggak usah ngusik hidup aku lagi!" ketus Marsel, kemudian berlalu menuju kamarnya dilantai dua.
Surya tertegun mendengar isi pikiran Marsel, ia jadi bertanya-tanya, apa benar selama ini Surya terlalu menjunjung tinggi Renata didepan Marsel? Tapi niat awalnya hanya ingin menyadarkan Marsel, tidak lebih.
"Bagus pah,"
Surya berbalik. Terlihat Deswita yang berdiri dengan tatapan sayu. Tak jauh dari posisinya saat ini.
"Gara-gara kamu, sebentar lagi Marsel akan dimasukkan kedalam penjara. Pasti kamu senang kan?"
"Bukan gitu mah," ujar Surya lemah.
"Kenapa nggak kamu angkat aja si Renata jadi anakmu, kayaknya kamu sayang banget sama dia. Melebihi sayang kamu ke Marsel,"
"Bukan gitu mah. Dengerin papah dulu,"
"Mah?"
"Mah?"
Belum sempat menjelaskan, Surya sudah ditinggal pergi oleh Deswita. Pria itu mengusap wajahnya kasar.
"Papah cuma mau Marsel berubah, mah." gumamnya sendu.
🐝🐝🐝🐝
Bip
Bip
Suara mesin EKG terdengar beraturan, deru nafas tenang dikeluarkan oleh pria yang sedang terbaring lemah diatas brankarnya. Pria dengan perban yang menutup seluruh wajah, serta beberapa bagian tubuh lainnya seperti lengan dan kaki.
Semua itu tak lepas dari pengamatan seorang pria dengan jaket hitam dan sebuah topi yang bertengger diatas kepalanya. Jangan lupakan juga dengan masker yang menutupi wajah dengan senyum misterius itu.
"Hari ini, gue bakal pastikan lo hancur!" gumamnya dengan nada rendah.
Pria itu mulai mengikis jarak. Mata setajam pedang yang seolah siap menghunus sang lawan, tak lupa dengan seringai tajam yang tercetak dibalik maskernya.
"Lo bilang mau hancurin hidup gue kan? Tapi nyatanya apa?"
Pria itu tertawa mengejek "Lihat posisi lo sekarang,"
"Gue punya tawaran menarik."
Pria itu sedikit menunduk, untuk mensejajarkan wajahnya didekat telinga calon korbannya.
"Gimana kalo gue duluan yang hancurin hidup lo? Selanjutnya istri dan...."
"Ah nggak, gue nggak mungkin hancurin anak itu kan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (END)
General Fiction❗GANTI JUDUL ❗ Perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah, tak heran mereka sering menjadi target kejahatan yang dilayangkan orang-orang tak bertanggung jawab. Tak terkecuali dengan Rania Mahendra, gadis 17 tahun yang harusnya hidup dalam selimu...