05

17.5K 2.2K 87
                                    

“Tidak ada yang mau memilih hidup dengan bencana. Tapi takdir kita selalu tahu cara terbaik untuk memberi kejutan.”

.

.

.

Malam ini aku sedang berada di private night club di sebuah resort mewah tempat diadakannya party ulang tahun bintang kampusku. Tentu saja keberadaanku di sana bukan untuk ikut berpesta, melainkan untuk bekerja sebagai pelayan yang membantu berjalannya pesta sebagaimana semestinya.

Kemarin Raka mengajakku untuk ikut bersamanya mengisi lowongan pekerja tambahan di sebuah pesta untuk semalaman, karena sudah tiga hari kafe di tutup sementara karena renovasi. Dan juga kebetulan pesta di adakan pada malam minggu.

Aku, Raka dan satu orang lagi bernama Derik yang merupakan teman Raka pergi bersama. Semua pekerja di pesta adalah staf asli milik resort, tapi ada dua belas orang yang di tambahkan sebagai pekerja paruh waktu untuk pesta bagian kedua.

Empat jam yang lalu pesta yang berlangsung dalam keadaan formal dengan dress code tertentu. Tamu undangan pun merupakan orang-orang penting, bahkan mereka mengundang wartawan untuk meliput acara tersebut. Dua belas pekerja paruh waktu tentu saja tidak diikutkan dalam pesta pertama.

“Ini party punya cucunya Roberts family sekaligus temen lo. Jadi, temen lo itu cucunya Roberts?”

Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan Derik.

Sejak tadi dia meributkan kemewahan pesta dan pakaian anak-anak yang datang ke pesta ini. Bahkan dia heboh sendiri ketika melihat para selebriti, infulencer, maupun anak-anak orang penting lainnya yang hadir di pesta itu.

“Gila! Beruntung banget lo punya temen anak se sultan dia!”

Apanya...

Siapa juga yang temannya? Dan kenapa dia harus seribut itu di sini? Yah, bukan urusanku.

Setelah itu kami berpisah untuk melaksanakan tugas masing-masing.

Saat menuruni tangga aku tidak sengaja bertabrakan bahu dengan seseorang yang tampak mabuk atau mungkin hanya lunglai karena pengaruh alkohol.

Aku segera menahan tubuhnya agar dia tidak sampai tersungkur dengan kesadaran yang hampir nol itu.

“Permisi, anda baik-baik saja?” tanyaku.

“Anjing lo!” teriaknya.

Untungnya suara musik yang di putar DJ meredam teriakannya itu.

Aduh! Bau alkohol...

“Lo kira gue sakit apa? Gue sehat, goblok!”

Bau alkoholnya lebih semakin kuat ketika dia membuka mulut dan berteriak padaku. Aku ingin muntah karena tidak sengaja menghirup baunya.

“Singkirin tangan lo, anjing! Oh, pelayan ya lo!?”

Dia menepis tanganku dan bersandar pada pagar tangga sambil menatapku layu.

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang