06

16.8K 2.1K 49
                                    

"Alasan kita di pertemukan dengan seseorang karena dialah yang akan mengisi bagian kosong kisah hidup dalam takdirmu."

.

.

.

Samar-samar aku mendengar suara seseorang di sekitarku. Tubuhku terasa berat oleh sesuatu yang membelit di tangan dan kakiku. Bagian dalam diriku rasanya nyeri dan amat sakit.

Aku mencoba menggerakkan jemari dan membuka mataku perlahan-lahan.

"Rain," panggil seseorang.

Aku melihat ke arah sumber suara. Tapi yang ku lihat hanya samar-samar wajah beberapa orang dan sesuatu berwarna putih. Aroma antiseptik dan obat-obatan menyengat ke indra penciumanku.

"Rain, bisa denger aku?"

Saraf-saraf pada wajahku terasa ngilu untuk menjawab, tapi aku bisa mendengar suara orang ini meski sosoknya belum terlihat jelas.

"Kalau anda dengar kami, tolong gerakkan jari anda."

Suara berganti dengan suara seorang pria tua. Aku menggerakkan jariku sesuai perintahnya.

Selang beberapa waktu aku mulai melihat sinar lampu yang menyilaukan dan langit-langit ruangan berwarna putih tulang. Di sekelilingku terdapat beberapa dokter berjubah putih.

Aku menutup mataku lagi karena pencahayaan menyakiti mataku dan aku perlu membiasakan indra penglihatanku setelah kegelapan yang panjang.

Setelah di pastikan benar-benar sadar, dokter memeriksa pergerakan pupil mataku dan tanda-tanda vital lainnya, mereka mundur dan berbicara dengan pria tinggi yang tampak familiar.

"Tanda-tanda vitalnya baik-baik saja dan dia tidak menunjukkan sesuatu yang perlu di khawatirkan. Tapi, kami tetap aakan mengawasinya dan memeriksanya secara berkala."

"Terimakasih, dok."

"Kalau pasien merasakan sesuatu atau ada hal yang sakit dan tidak enak, silahkan beritahukan dokter kami."

Setelah berbicara pada bintang kampusku, salah satu dokter menjelaskan beberapa hal padaku, dan mengatakan apa saja yang mungkin bisa aku rasakan. Dan mereka memintaku memberitahu Arka atau perawat jika merasakan hal yang tidak beres atau sakit.

Hah...

Dokter memberitahuku cedera tumpul abdomen yang aku alami tidak sampai mengganggu organ lain, tetapi itu cukup berbahaya juga. Aku tidak sadarkan diri selama hampir sepuluh jam.

Aku menyesal karena tidak langsung menyerah pada pukulan pertama yang di layangkan senior saat itu. Aku marah pada diriku sendiri yang ceroboh dan tidak mengendalikan emosiku.

Sekarang aku berada di ruang rawat inap VIP yang harganya tidak mungkin murah. Aku bisa menebaknya dari fasilitas yang aku lihat.

Satu tempat tidur tunggal yang sekarang aku gunakan, lalu sofa, kulkas, lemari, TV layar besar, AC, penyerap udara dan kamar mandi pribadi. Jendela kaca yang menjadi dinding di samping tempat tidurku memiliki tirai yang bisa di kendalikan dengan remot.

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang