02

20.3K 2.4K 128
                                    

“Cara Tuhan menjawab harapan dan doamu adalah dengan sebuah kesempatan.”

.

.

.

Aku memiliki satu prinsip dalam hidup untuk tidak menerima sesuatu yang lebih dari kemampuanku dan juga tidak akan pernah menerima sesuatu secara gratis.

Tetapi prinsip itu patah dalam waktu dua minggu setelah aku menerima kartu nama hitam yang serupa dengan kartu debit ini.

Dua minggu yang lalu...

Entah dari mana asalnya pikiran yang mendorong langkahku untuk mampir ke sebuah kafe di dekat kampus setelah kelas selesai.

Biasanya aku tidak pernah seperti ini. Setelah selesai bekerja selama tiga jam aku akan kembali ke kampus dan menyibukkan diri di perpustakaan.

Tapi siang ini berbeda. Mungkin, karena aku mendapat bonus lebih dari pengantaran pagi ini? Entahlah...

Aku memesan strawberry frappuccino dan green coffe cake untuk di cicipi. Strawberry frappuccino aku pilih karena itu satu-satunya menu dengan buah kesukaanku, sedangkan cake itu aku memesannya karena sempat viral di media sosial.

Kue ini memiliki penampilan yang sederhana dan terlihat lezat juga, tetapi ekspektasiku jatuh ketika seujung sendok menyentuh lidahku.

Astaga! Rasanya mengerikan. Pahit sekali dan bau green tea nya sangat kuat.

Menurutku rasanya sangat aneh, terutama pada green tea. Aku tidak mengerti kenapa orang-orang menyukai kue ini. Aku langsung menggeser piring kecil itu menjauh dari hadapanku dan menyeruput minumanku.

Hari ini matahari lebih terik dari biasanya, mungkin karena aku berada di tempat yang lebih terbuka.

Mataku terus mengamati orang-orang di luar sana dan memikirkan monolog yang cocok untuk ekspresi yang sedang mereka tunjukkan. Di balik tawa seseorang pasti ada sesuatu yang di sembunyikan dan kejujuran dalam sebuah tawa itu menurutku sedikit sulit di tafsirkan.

“Nah, ketemu di sini!” seruan seorang gadis mengalihkan perhatianku.

Aku memalingkan wajah ketika Nanda dengan segelas cup kopi di tangannya duduk di depanku sembari menyilangkan kaki.

“Gue nyariin lo dari tadi, taunya di sini. Nama lo siapa?” Tanya Nanda.

“Raindra.”

Meski satu kampus dan sempat berada di beberapa kelas yang sama, tapi kita berbeda jurusan. Dan yang terpenting orang sepertinya mana mungkin mengenali ku.

Jangankan Nanda, orang-orang yang tidak seterkenal dia dan masih satu jurusan denganku saja tidak tentu mengenalku.

“Oh ya, gue cariin lo buat kasih ini,” katanya sambil mengeluarkan sebuah benda serupa kartu dari tas kecilnya.

Aku mengambil kartu nama berwarna hitam dengan tulisan emas di atasnya.

“Lo bisa ke sana kapan aja, selama lo bawa kartu itu,” katanya.

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang