11

12.4K 1.5K 19
                                    

“Perasaan manusia terlalu rumit. Ada kalanya kita sendiri tidak mengerti dengan apa yang kita rasakan.

Tetapi daripada berusaha keras memahaminya, kenapa tidak kita biarkan waktu yang menjawabnya?”

.

.

.

Liburan selama satu bulan ini menjadi kesempatan bagiku untuk mengurus hal-hal yang harus aku selesaikan tanpa mengganggu waktu kuliahku.

Di hari terakhir ujian sebelumnya aku tiba-tiba mendapat informasi tentang mama yang selama ini aku cari.

“Ada orang yang punya ciri-ciri agak mirip sama yang lo cari. Waktu itu gue lihat dia di N’Dawn club, gue yakin dia pegawain di sana. Nggak ada salahnya lo pergi ke sana buat mastiin. Semoga membantu.”

Pikiranku kalut dengan catatan sebagai pegawai di club itu. Kehidupan seperti apa yang selama ini mama jalani?

Lalu ponselku berdering dan itu adalah panggilan dari Arka, tapi aku mengabaikannya.

Tempat dimana adanya hiburan dunia malam berpusat adalah satu-satunya daerah yang tidak pernah aku datangi selama hidupku di kota dan inilah pertama kalinya bagiku datang ke sini.

Meski sedikit takut tapi aku terpaksa menyusuri jalanan sampai menemukan sebuah club dengan nama yang di berikan informan.

Club di depanku ini memiliki bangunan paling besar dari club lain di sekitarnya. Berdiri di depannya saja sudah membuatku merinding.

Aku bingung, apa yang harus aku lakukan? Apakah benar-benar ibuku ada di sini? Bagaimana jika benar-benar di sini? Semakin aku memikirkannya, semakin jauh pula pikiran buruk yang muncul di kepalaku.

“Lho, Raindra?” aku menoleh kaget.

Pak Juna...

“Bap-...”

“Jangan pakai bahasa formal, santai aja. Saya nggak mau kelihatan tua,” kekehnya.

Meski dia mengatakannya dengan santai seperti itu, tapi jantungku terlanjur berdegup sangat kencang. Perasaan ini seperti aku baru saja ketahuan melakukan kesalahan.

“Kamu lagi ngapain di sini? Kok nggak masuk?” tanya dosen Juna.

Aku memandangi pakaiannya dari atas ke bawah, beliau memakai pakaian santai dan berpenampilan mirip dengan anak muda. Tidak ada aura dosen sedikit pun darinya.

“Nggak apa-apa pak, saya cuma kebetulan lewat.”

Aku berusaha menghindar dan pergi dari tempat ini.

“Mau kemana? Nggak usah malu atau takut.”

“Nah, kebetulan ketemu kamu di sini. Gimana kalau minum bareng saya?” tawar dosen Juna.

“Ng-nggak usah pak. Sebenarnya saya nggak bisa minum,” tolakku.

“Sudah saya bilang jangan terlalu sopan, oke!?”

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang