25

9.6K 965 17
                                    

“Memori dan kenangan akan selalu mengikat kita ke masa depan. Bahkan jika itu hal baik atau sebaliknya.”

.

.

.

Bara datang dan berbicara tentang bagaimana menangani papa. Keluarga Bara dan juga mama akan menuntut papa atas berbagai macam kejahatan yang dia lakukan. Itu meliput tentang penipuan, pemalsuan identitas, kekerasan dan pelecehan pada wanita dan lain sebagainya.

“Besok lo mau ikut ke sidangnya?” tanya Bara.

Aku melihat ke Arka yang masih belum siuman setelah operasinya.

“Oke, oke. Lo di sini aja,” kata Bara dengan wajah kecut, tapi tersenyum.

Keesokan harinya, aku menonton berita di kamarku tentang kasus keluargaku. Bara mengadakan konferensi bersama pengacara untuk menuntut direktur perusahaan utama yang di pegang oleh papa. Setiap rincian kejahatan juga di umumkan oleh pengacara yang di sewa oleh keluarga Bara dan juga mama.

Sejak masih kecil sampai sekarang aku tidak pernah tahu seperti apa wajah papa, tapi sekarang aku melihatnya di televisi sebagai tersangka kejahatan. Hidup benar-benar terlalu memiliki banyak kejutan.

Aku bangun lagi di sore hari, lalu pergi ke kamar Arka setelah perbanku di ganti. Aku melihat Arka masih berbaring tidak sadarkan diri. Padahal dokter bilang dia baik-baik saja karena tempat tusukannya tidak berbahaya meskipun dia mengalami pendarahan hebat. Aku duduk di kursi, lalu memegang tangannya sambil memandangi wajahnya yang begitu tenang.

“Kapan kamu mau bangun? Aku punya banyak hal buat di omongin sama kamu,” ucapku.

“Kamu bilang nggak mau putus. Aku juga nggak mau. Jadi kamu harus bangun buat dengerin pengakuanku.”

“Hm.”

Eh?

Aku mengangkat kepalaku, tersentak dan berdiri untuk melihat wajahnya.

“K-kamu sudah siuman?”

Wajah tampan dengan mata terpejam tiba-tiba menunjukkan garis lengkung ke atas di bibirnya.

“Tadi kamu bilang apa?” tanyanya sambil menoleh padaku dengan mata yang terbuka tipis.

“Aku panggilin dok-...”

Arka meraih tanganku, lalu menarikku. Tubuhku jatuh ke atasnya, tetapi tanganku langsung menopang sebelum aku jatuh di atasnya.

“Coba ulangi lagi, tadi kamu bilang apa?”

“S-sejak kapan kamu bangun?” tanyaku mengabaikan pertanyaannya.

Arka tersenyum dan berusaha mengangkat tangan kirinya untuk menyentuh wajahku, tapi aku menahan dan menurunkannya.

“Jangan banyak gerak,” kataku.

“Sini,” Arka menepuk sisi kanan kasurnya. Lalu aku berpindah dan dia langsung memeluk pinggangku ketika aku duduk.

“Aku siuman tadi siang. Waktu aku tanya keadaanmu, perawat bilang kamu lagi tidur karena sejak kemarin nungguin aku di sini.”

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang