16

12.2K 1.2K 58
                                    

“Tidak ada makhluk hidup di dunia ini yang sempurna, terutama jika di namakan manusia.”
.

.

.

Minggu siang ini aku akan pergi ke rumah keluarga Arka karena mamanya benar-benar memintaku datang. Setelah mengunjungi nenek, aku meminta Arka menjemputku di kafe untuk ke rumahnya.

“Rapi bener lo, mau ke mana emang?” tanya kak Dea.

“Pergi sama Arka.”

“Bilang aja nge date,” sinis kak Dea.

Aku hanya tersenyum kaku. Mengatakannya dengan istilah yang lebih intim seperti itu masih tidak biasa untukku.

“Nah, udah datang tuh yang lo tunggu,” ucap Kak Dea sambil mengedikkan dagu ke ara pintu.

Aku menoleh sambil menyesap es latte melalui sedotan.

“Rain, kamu udah nunggu lama?” tanyanya sambil menghampiriku.

“Nggak kok, tapi kenapa nggak ngechat aja kalau sudah di sini?” tanyaku.

“Aku lebih suka kalau bisa lihat kamu langsung,” jawabnya.

Aku sudah mengira jawaban macam apa yang akan keluar dari mulutnya.

“Kak, aku pergi dulu ya.”

“Dari tadi kek pamitnya, malah pake umbar uwu dulu! Dah lah, buru pergi sana!” usir Kak Dea.

Arka meraih tanganku dan menggenggamnya sambil keluar dari kafe menuju mobilnyayang terparkir.

Sebenarnya aku masih agak khawatir jika dia memperlakukanku seperti ini. Aku khawatir orang lain melihat dan menganggap kita aneh, tapi mungkin kalau berada di tempat yang sangat ramai justru lebih baik karena orang-orang tidak terlalu memperhatikan kita.

“Mau beli sesuatu dulu nggak buat mama?” tawarnya ketika baru saja menjalankan mobilnya.

“Mama kamu suka apa?” tanyaku.

“Sebenarnya nggak ada yang khusus, tapi mama mirip sama kamu. Suka banget makanan manis,” jawabnya.

Akhirnya kita memutuskan berhenti di sebuah toko dessert, membeli beberapa cokelat, kue dan kukis untuk di jadikan bawaan.

Aku merasa sangat gugup dan agak tidak percaya diri bertemu keluarganya, jadi aku hanya menatap ke jalan dengan berbagai macam pikiran di kepalaku.

Mobil hitam Arka melesat cepat semakin jauh meninggalkan jalanan yang ramai dan memasuki sebuah jalan panjang yang di sisi kanan dan kirinya hanya ada pepohonan seperti hutan kota.

Setelah melewati jalan yang agak panjang barulah mulai terlihat beberapa rumah yang sangat besar dan suasana di sekitarnya sangat sunyi. Mobilnya masih terus membelah jalan, lalu berbelok dan terus melaju sampai berhenti di depan gerbang besar yang kemudian di buka oleh dua orang penjaga.

Mobil itu memasuki halaman yang luas, lalu memasuki jalan menuju basemen.

“Kamu gugup?” tanya Arka setelah memarkirkan mobilnya di basemen.

“Eum.” Aku mengangguk.

“Kalau kamu gugup, pegang aja tangan aku.”

“Memangnya itu pengaruh?”

Dia tidak menjawab dan hanya mengulurkan tangannya padaku. Aku tidak menolak dan menggenggam tangan Arka. Dia mengusap-usap tanganku dengan ibu jarinya.

[BL] REFRACTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang