Chapter 13 : Teh beracun untuk ayah

1.8K 226 2
                                    

Setelah pertemuanku dengan sang tokoh utama pria di novel ini, aku pikir mungkin dia tak akan membunuhku bahkan meskipun itu hanya sebuah niat kecil.

Tapi setelah pertemuan ini juga Caesar jadi semakin menunjukkan wajah kesalnya, dia juga tak ingin menatapku dan mengurung diri di perpustakaan.

"Baiklah! Terserah padamu, aku akan pergi," ujarku berniat meninggalkan pintu perpustakaan yang dikunci oleh Caesar.

"Kau bahkan tak bisa mengerti perasaanku, pergi saja!" jawabnya dari dalam perpustakaan.

"Aku memang akan segera pergi!" Aku melangkah untuk pergi dari sana tapi Caesar kembali berbicara dan menghentikkan langkahku.

"Ini menyebalkan, karena suatu alasan aku menjadi tak terkendali dan marah padamu bahkan hanya karena pernyataan dari seorang anak kecil," ujarnya dengan suara pelan namun masih terdengar.

"Apa dia cemburu?" pikirku, "Seorang pria dewasa yang cemburu karena hubungan dua anak kecil? Menyedihkan," tambahku.

"A-Aku tidak cemburu! Kau benar, mana mungkin seorang pria dewasa cemburu pada hubungan seperti itu," ujar Caesar.

"Jangan seenaknya membaca pikiran orang lain!" seruku kesal.

"Maaf," jawabnya.

"Apa yang kau lakukan di dalam sana? Ayo cepat keluar atau aku-" Ucapanku terhenti saat seseorang tiba-tiba mendekatiku.

Itu Alger.

"Maaf jika saya mengganggu Tuan Putri, tapi Yang Mulia Kaisar ingin bertemu dengan Anda," ujar Alger tanpa melihat diriku.

"Ayah ingin bertemu denganku?" tanyaku dengan perasaan bahagia.

Sepertinya dia telah berubah pikiran, aku harus menemuinya saat ini juga. Aku tak bisa menahan perasaan senang itu dan berlari secepat mungkin sementara Alger ... aku rasa dia hanya menatap kepergianku.

Aku sampai di pintu yang selalu aku tunggu-tunggu itu, rasanya tak sabar saat aku membayangkan aku dapat kembali ke pelukan ayah lagi.

"Ah ini terlalu menyenangkan," pikirku terlalu senang.

Aku membuka pintu ruangan kerja ayah dan segera masuk, aku juga dapat melihat jika pria yang ku sebut ayah itu tengah duduk di sofa tunggalnya sembari memegangi secangkir gelas.

"Kau sudah datang," ujarnya tanpa melirikku.

"Iya! Aku tak sabar untuk datang kemari saat mendengar Alger berkata Ayah ingin segera menemuiku," jawabku.

Tanpa menunggu perintahnya aku segera duduk di sofa lain dan menatapnya dengan mata berbinar-binar, aku penasaran apa yang ingin ayah lakukan hari ini denganku.

Itu membuatku berdebar-debar karena terlalu bahagia.

"Kau, apa kau sangat ingin dekat denganku?" tanyanya.

"Tentu saja! Karena Ayah adalah-" ucapanku terpotong oleh ayah yang kembali bicara.

"Kalau begitu buktikanlah," ujarnya.

"Buktikan?" tanyaku bingung.

"Minumlah teh itu, jika kau bisa selamat dari kematian aku tak akan melarangmu mendekatiku lagi sampai kapanpun," jawabnya.

Aku terkejut, dia tak berubah. Ayah masih berniat untuk menyingkirkanku dan membunuhku, sekarang dia memintaku meminum teh beracun ini setelah sebelumnya gagal?

"Apa Ayah sangat membenciku?" tanyaku.

"Ya, aku sangat membencimu," jawab ayah ketus.

"Jika ini bisa membuktikkan betapa aku sangat ingin dekat dengan Ayah, aku akan meminumnya," ujarku, "Aku sangat menyayangi Ayah melebihi diriku sendiri," lanjutku.

Aku meneguk teh itu hingga tak bersisa, aku meletakkan gelasnya di meja dan menatap ayah dengan wajah bahagia. Aku harap ini cukup membuatnya puas dan tidak memberiku larangan apapun lagi.

"Kau meminumnya?" tanya ayah dengan wajah terkejut.

"Tentu saja!" jawabku semangat.

Aku melihat wajah ayah yang terkejut, apa itu berarti aku sudah membuktikkan perasaanku secara benar? Aku akan senang jika ia mengerti tapi sayangnya ini mungkin akan menjadi kali terakhirku melihat sosok ayah.

"Apa kau bodoh?!" Ayah berdiri dari duduknya dan menatapku dengan tatapan yang tajam.

"Apa maksud Ayah? Ayah memintaku untuk meminum ini sebagai bukti betapa aku ingin bersama Ayah tapi sekarang-uhuk!" Aku tak bisa menyelesaikan perkataanku saat tiba-tiba aku terbatuk dan mengeluarkan darah.

Darah ... ini mengingatkanku dengan kecelakaanku di kehidupan sebelumnya, apa aku juga akan berakhir sama seperti itu? Apa aku akan mati secepat ini di tangan ayahku sendiri?

"Alger!! Segera panggil ahli sihir kemari!" teriak ayah.

Dia memang berniat membunuhku, tapi dia juga terlihat sangat mengkhawatirkanku. Aku tak mengerti apa yang Ayah ingin aku lakukan untuknya bahkan hingga saat ini.

"Apa yang kau lakukan pada anakmu sendiri Darien?!" sentak Alger.

"Tak ada waktu untuk berdebat, cepat panggil ahli sihir kemari!" pinta ayah.

Untuk pertama kalinya aku melihat Alger semarah ini, mungkin sebagai paman dan orang yang selalu menjagaku dia memiliki rasa kasih sayang yang besar padaku.

"Ayah ... aku merasa pusing." Aku terjatuh dengan tangan,mulut dan pakaianku yang terkena oleh darah.

Tidakkah ini terlalu cepat setelah kecelakaan yang dilakukan oleh Caesar terhadapku? Tapi aku tak punya pilihan lain selain meminum teh itu.

"Aku tak ingin membiarkanmu menyentuhnya kali ini! Kau sudah gagal sebagai seorang Ayah, Darien. Bahkan sebagai seorang Kaisar," ujar Alger dengan lantang.

Aku merasakan tangan Alger menyentuh kulit-kulitku dan membawaku pergi, dia menggendongku kemudian keluar dari ruangan itu meninggalkan ayah yang terdiam seorang diri.

"Ayah," panggilku.

"Tenang saja Tuan Putri, saya akan segera menyelamatkan Anda! Saya tak akan membiarkan seorang pun menyakiti Anda lagi," ujar Alger.

Ini terasa berbeda, meski aku tahu jika aku bisa selamat tapi saat berada di tangan Alger aku tak bisa merasakan apa yang aku rasakan saat bersama ayah.

Alger membawaku ke kamarku dan meletakkanku di tempat tidur, dia segera memanggil beberapa pelayan untuk menjagaku sementara dia keluar mencari ahli sihir.

"Apa racun yang ayah masukkan ke dalam teh itu tidak bisa disembuhkan oleh dokter biasa? Tamatlah riwayatku kali ini," pikirku pasrah.

"Yang Mulia!!" seru suara yang aku yakini adalah milik Clara.

"Cla-ra?" ucapku mencoba menebak.

"Saya akan segera menolong Anda, tolong bertahanlah!" Aku bisa mendengar Clara menangis.

Jari-jemarinya mencoba untuk memberikan pertolongan, bersamaan dengan itu aku mendengar pintu terbuka dengan kasar.

Aku menduga-duga apa itu kak Adolf yang segera pulang saat mendapat kabar bahwa diriku terluka atau ayah yang datang untuk menolongku? Aku tak bisa terlalu berharap saat ini.

"Tenanglah Cornelia, aku akan segera mengobatimu," ujarnya.

"Caesar ...," lirihku.

"Aku tak menyangka jika di hari pertemuan kita ini aku akan langsung melihatmu terluka, tapi itu memang dirimu. Kau ceroboh," ujar Caesar kemudian menyentuh tangan-tanganku, "Dari sini biar aku yang mengobatinya, kalian bisa keluar kecuali kau," tambahnya.

"Saya?" tanya Clara.

"Cornelia terlihat sangat bergantung padamu sejak kecil, jadi diamlah di sini dan bantu aku," ujar Caesar lagi.

"Caesar, ini sakit," lirihku lagi mencoba menahan rasa sakit.

"Aku tahu, aku sangat tahu itu jadi aku akan segera memberi ayahmu pelajaran. Jadi segeralah tidur Cornelia." Mendengar apa yang Caesar ucapkan aku merasakan kantuk yang membuatku ingin segera tertidur.

Semoga saat aku bangun nanti, ayah akan baik-baik saja.

To Be Continued

Reincarnated as an Evil PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang