Bab 43 : Kabar burung

133 7 0
                                    

Author's PoV

Alunan musik terus mengiringi tarian para penari yang tengah menghibur seorang pangeran, mereka bergerak dengan begitu anggun, membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona. Tawa dan kebahagiaan menyelimuti mereka semua yang hadir di sana.

Sang Pangeran tertawa dengan sangat lantang dan berbicara, "Bawa kemari semua gadis cantik itu, biarkan mereka menghangatkan tempat tidurku!"

Para gadis yang dimaksud tertawa dan tersipu malu mendengar hal tersebut, kecuali Sang Ratu.

"Kenapa kau tidak bersenang-senang, Ratuku?" ujar Sang Pangeran.

Pria berkepala enam itu tertawa sembari meneguk minuman di tangannya.

"Bertindaklah seperti seorang pemimpin, Yang Mulia," tegas Sang Ratu, "Anda harusnya merasa malu dengan prilaku Anda di depan para pangeran lain," tambahnya.

"Jangan terlalu serius, aku tahu kau juga memiliki banyak pria." Perkataan itu membuat Sang Ratu naik darah.

"Jangan salahkan aku jika kau mati karena perilaku burukmu ini!"

Sang Ratu beranjak dari tempatnya duduk dan meninggalkan keramaian di belakangnya. Kepergian Sang Ratu berhasil menarik perhatian salah satu anaknya, Pangeran Eshaq Hofburg de Cassiopia.

"Ibunda!" seru Eshaq sembari meraih lengan wanita itu, membuatnya menoleh.

"Keadaan kerajaan ini sedang tidak baik-baik saja, Eshaq!" seru Ibunya, "Aku dengar, Aloycius tengah dilanda kegelisahan saat ini! Jika Aloycius runtuh ... Cassiopia juga akan dalam bahaya!"

"Tapi, Pangeran Lothar juga berada di sana! Dia pasti akan menyelesaikan masalah ini!"

"Anak itu ...." Sang Ratu mengepalkan tangannya berusaha menahan amarah, "Jika bukan karena dia anakku, aku pasti sudah menghabisinya sejak dulu."

"Apa yang harus kita lakukan sekarang, Ibunda?"

"Kita harus menaikkan Pangeran Ishaq ke takhta sesegera mungkin, suamiku tampaknya tidak akan bisa memimpin pasukan untuk membantu Yang Mulia Kaisar dalam menghadapi masalah."

"Jika Ayahanda turun takhta, maka kalian berdua ...."

Hening. Percakapan antara Ibu dan Anak itu berhenti selama beberapa waktu. Mereka membayangkan tradisi turun-temurun di Cassiopia yang telah mereka jaga selama ini. Jika seorang pemimpin turun takhta karena mati secara tidak wajar, maka pasangannya harus di eksekusi di hari yang sama.

"Aku adalah seorang ratu yang dicintai oleh rakyatnya, aku yang memimpin kendali atas kerajaan ini," tegas ratu.

"Bagaimana dengan para pejabat yang mendukung Ayahanda?"

"Aku akan mengurus itu nanti," ujar ratu sebelum beranjak meninggalkan Eshaq yang membungkuk penuh hormat padanya.

Eshaq menoleh dan menatap Kakak kembarnya, Ishaq yang tengah minum arak di sudut ruangan. Tanpa pikir panjang, Eshaq segera menghapiri Kakaknya.

"Pangeran Mahkota, ada sesuatu yang perlu kita bicarakan," pinta Eshaq dengan wajah serius.

Ishaq menatap Adiknya dengan penuh tanda tanya, ia menatap ke segala arah sebelum akhirnya mengangguk dan mengikuti Ishaq keluar ruangan.

Kedua saudara kembar itu berhenti di dekat sebuah kolam teratai, angin yang dingin dan suara serangga di malam hari menjadikan tempat itu terasa damai dan menenangkan.

"Ada apa?" tanya Ishaq.

"Sejujurnya, aku belum memberi tahu siapa pun soal ini," ujar Eshaq sembari mengambil sebuah gulungan kertas dari sakunya, "Aku menerima ini dari Pangeran Lothar beberapa hari setelah acara ulang tahun putri kaisar." Eshaq memberikan gulungan kertas itu pada Ishaq.

Pria itu mengambil kertas tersebut, kemudian membacanya. Terdapat stampel kekaisaran resmi di surat itu, serta mengatas namakan Pangeran Mahkota Adolf Celeste de Aloycius.

"Tampaknya ... kita harus segera melengserkan Pangeran dari takhtanya sesegera mungkin," ujar Ishaq setelah membaca surat tersebut.

"Kau benar, kita tidak boleh membiarkan tuan putri dilihat oleh tua bangka itu," tambah Eshaq.

"Siapkan semuanya, Pangeran Ishaq. Kita tidak hanya akan menyambut kedatangan Pangeran Lothar, tapi juga putri kaisar."

Eshaq memberi hormat atas perintah yang ia dapatkan dari Sang Kakak. Mereka segera menyembunyikan surat itu dan kembali ke pesta, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Tampaknya, kabar mengenai kematian Pangeran Mahkota kesayangan kaisar telah menyebar luas ke seluruh kekaisaran. Tidak ada yang bisa membenarkan berita tersebut. Namun, semua kerajaan tahu, tak lama lagi mereka akan menghadapi perang yang sama setelah ratusan tahun berlalu.

Perang antara kekaisaran Aloycius dan kerajaan Ectasy.

Sementara Eshaq dan adiknya mempersiapkan rencana mereka, Norman yang mendapat kabar kematian dari Gabriel segera mengemasi barangnya dengan panik.

Wajahnya penuh akan ketakutan, ia tak bisa menjelaskan seberapa menakutkannya berita itu baginya.

"Kau tidak perlu pergi begitu cepat dari sini, lagi pula ... sekali pun kau kembali, kau tak akan merubah apa pun yang telah terjadi," ujar Gabriel.

"Kenapa kau melakukannya?" tanya Norman mencoba menahan amarahnya.

"Bukan aku yang melakukannya, aku juga tidak bisa mengambil sesuatu dari benda mati!"

"Mati atau tidak, kami hidup! Kami bernapas dan bergerak selayaknya makhluk hidup!" seru Norman, "Aku tahu kau adalah seorang pencabut nyawa, Gabriel ...."

Gabriel menatap Norman dengan dingin, seolah-olah itu bukan sebuah rahasia besar di antara mereka berdua.

"Jika kau sebegitu marahnya, segeralah kembali ke Aloycius dan pancing pertikaian yang lebih mengerikan di sana." Ucapan Gabriel berhasil membuat Norman menghentikan tangannya yang terus bergerak mengemasi barang.

Norman tahu, jika ia kembali sekarang, hubungan diplomasi antara dua kerajaan akan kian memburuk. Lagipula, yang menjadi pertanyaan bagi dirinya adalah, kenapa Aloycius hanya diam saja dan membiarkan Pangeran Charles berbuat sesuka hati?

"Norman, kaisar tidak mungkin membiarkan satu-satunya penerus kerajaan mati di tangan musuh."

Pria itu tertegun. Ucapan Gabriel ada benarnya juga. Tapi ia sangat khawatir, ia mengepalkan tangannya, mengambil sebuah botol dan melemparnya ke cermin. Pecahan kaca itu berhasil menimbulkan suara yang cukup nyaring, membuat pelayan mengetuk pintu kamar Norman untuk mengecek keadaannya.

"Si Cerdas itu pasti akan bertahan hidup kali ini." Gabriel tersenyum licik di sudut ruangan sembari memainkan sabitnya.

To be Continued.

Reincarnated as an Evil PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang