Bab 42 : Norman Osvold

305 14 2
                                    

Norman PoV

Terbangun di tempat yang asing membuatku merasa tidak nyaman, dibandingkan dengan Aloycius, Ectasy memang kerajaan yang terlihat lebih damai dan makmur. Meski aku mendapat hak sebagai tamu di kerajaan ini, aku tetap harus menjalankan tugasku sebagai mata-mata.

Mengambil hati para petinggi kerajaan dan mencari informasi tentang apa yang akan mereka lakukan pada Aloycius, sejauh ini ... aku hanya mendapat informasi bahwa tidak lama lagi mereka akan menyatakan perang.

Kerajaan yang berdiri sendiri dan kerajaan yang memiliki banyak sekutu, bagaimana Ectasy bisa mendapat kepercayaan diri hanya dengan mengirimkan Putra Mahkota mereka sendiri?

Kerajaan yang mengirimkan penerus kerajaan mereka ke kerajaan lain tanpa merasa khawatir, apakah posisi Putra Mahkota di kerajaan ini memang tidak diakui? Atau karena rumor mengenai pembunuhan yang ia lakukan pada Putra Mahkota sebelumnya?

"Kira-kira ... apa yang sedang Cornelia lakukan, ya?" Pertanyaan seperti ini, tidak lah berguna.

Aku adalah orang yang tahu situasi di dalam istana meski aku tak berada di sana, selain itu ... aku meminta Gabriel untuk menemui Cornelia dan memintanya melarikan diri. Jika dilihat dari sudut pandang Cornelia, mungkin ia akan berkata "Kenapa aku harus melarikan diri? Untuk apa aku pergi ke tempat pelatihan selama itu jika aku tidak menggunakan kemampuanku untuk membela kerajaanku sendiri?"

Bahkan aku sudah bisa meniru gaya bicaranya, apa aku terlalu menyukainya?

"Tuan Osvold, Putri Caterina ingin menemui Anda." Pelayan mengetuk pintuku.

"Ini masih pagi ...," keluhku.

Caterina Theresian de Ectasy, lebih sering disebut Putri Cate. Ia adalah Putri ketiga dari selir Raja yang terkenal karena keanggunannya sejak kecil. Meski aku baru mengetahuinya akhir-akhir ini, tapi dia tidak seperti yang orang lain katakan.

Dia adalah seorang putri yang senang bereksperimen, terutama dengan alasan mengapa warna kedua mataku berbeda. Maka dari itu, ia sering datang menemuiku untuk memeriksa atau sekadar mengobrol hingga jadwal kerajaannya dimulai.

Terkadang, tingkah lakunya sedikit mengingatkanku pada Cornelia. Dia begitu liar, namun tidak seliar putri bersurai hitam itu. Kerajaan ini mendidik putri dan pangerannya dengan sangat amat ketat.

Jika dipikir-pikir, apakah Yang Mulia Kaisar begitu memanjakan Cornelia sampai dia bisa menjadi seliar itu?

Saat aku tengah berkutat dengan pikiranku sendiri, seseorang membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Itu adalah Putri Cate.

"Norman!" seru gadis itu dengan riang.

"Yang Mulia, apa Anda memiliki suatu keperluan?" tanyaku.

Surai putih, mata yang indah namun mematikan. Semua itu sama seperti Chelsea dan Pangeran Charles, apakah Putri Cate juga selicik dan sejahat mereka? Aku penasaran ....

"Kau selalu begitu kaku, ini sudah cukup lama sejak kau datang kemari dan tinggal di istana ini," ujarnya, "Kau harusnya berbicara dengan santai padaku," tambahnya.

"Biar saya pikirkan itu nanti, Yang Mulia."

"Jadi, apa hari ini kau luang? Aku berencana untuk mengajakmu berjalan-jalan di kota!"

Ini bagus, cukup sulit untuk keluar masuk istana sembarangan. Ajakan Putri Cate mungkin bisa membawaku pada rumor yang tengah marak diperbincangkan di kota. Siapa tahu itu bisa menjadi petunjuk bagiku.

"Tentu, dengan senang hati!" sahutku.

Putri Cate tersenyum lebar, kemudian tersipu malu sembari menutup wajahnya menggunakan kipas.

Kini aku tengah berada di kota bersama Putri Cate, perjalanan ini mengingatkanku akan pertemuan pertamaku dengan Gabriel. Darinya aku belajar dan mengetahui fakta mengenai dunia ini, dan mengenai siapa Caesar.

Beruntungnya aku karena dia tengah pergi ke Aloycius untuk memeriksa keadaan di sana sekaligus mengirimkan suratku pada kaisar. Entah apa yang membuat penyihir sekuat dia menjadi begitu penurut dan bersedia menjadi perantara antara aku dan Aloycius.

"Norman, bagaimana menurutmu? Apa ini bagus?" Putri Cate memperlihatkanku sebuah gaun yang indah, warnanya yang gelap begitu cocok dengan warna rambutnya.

Itu hampir membuatku terpesona.

"Itu sangat indah, Yang Mulia!" pujiku.

Putri Cate tersenyum kegirangan, dia meraih lenganku dan menariknya ke sebuah rak penuh pakaian.

"Beberapa hari lagi adalah hari ulang tahunku, alangkah baiknya jika aku membawamu sebagai pasangan dansa pertamaku!" serunya.

"Itu ... terdengar bagus," jawabku ragu.

"Pilihlah pakaian mana pun yang kau sukai, Norman! Aku ingin kita terlihat sempurna di depan banyak orang!"

Jujur saja, ini membuatku takut. Jika Putri Cate berusaha membuatku jatuh cinta padanya, maka semua impiannya akan hancur seketika. Hal yang mungkin terjadi jika aku menolaknya adalah, dia akan melukai dirinya sendiri lagi.

"Mengapa tidak Anda saja yang memilihkannya untuk saya? Saya akan merasa terhormat dengan pilihan Anda!"

Aku tidak boleh menyinggung siapapun yang memiliki jabatan tinggi di kerajaan ini, atau kepalaku akan kembali seorang diri ke Aloycius.

Ngomong-ngomong, melihat Putri Cate bermain dengan gaun-gaun indah itu membuatku membayangkan hal yang seharusnya tak pernah terbesit dibenakku.

Bagaimana jika sosok yang saat ini ku temani memilih gaun adalah Cornelia? Mungkin itu akan menjadi hari terindah dalam hidupku.

Pada akhirnya, semua itu hanyalah khayalan semata. Aku dan Putri Cate menghabiskan sepanjang hari dengan berbelanja, kami kembali ke istana di sore hari.

Ini melelahkan!

Aku segera mengunci pintu kamarku dan berbaring di tempat tidur.

"Aku merindukannya, kapan aku akan kembali ke Aloycius?" Aku terus menggerutu.

Perasaan kesal, jengkel dan emosi lainnya yang bercampur aduk membuatku ingin melampiaskannya pada sesuatu.

"Hei, aku baru saja kembali!" Ketika aku mendengar seseorang berbicara di belakangku, aku segera berbalik dan memukul wajahnya dengan cukup keras.

"Oh? Gabriel? Ternyata kau! Astaga, maafkan aku!" Gabriel yang baru saja kembali dari Aloycius kini tersungkur dengan memar diwajahnya.

"Apa ini ucapan terima kasihmu atas semua yang telah aku lakukan?!" tanyanya kesal.

"Tidak-tidak, aku tidak sengaja! Sungguh! Maafkan aku!" Aku berjalan mendekatinya dan membantu Gabriel berdiri.

Aku menatap wajahnya yang terluka, dan menyadari ada beberapa luka lain di sana. Luka sobek yang mulai menutup dengan sendirinya.

"Apa kau baru saja berkelahi?" tanyaku.

"Kurang lebih begitu," jawabnya.

"Duduklah, aku akan memanggil seorang pelayan," pintaku.

Aku seger pergi dari kamarku dan memanggil seorang pelayan untuk mengobati luka di wajah Gabriel. Entah apa yang terjadi padanya selama beberapa hari ini.

Pelayan yang ku pinta mengobati luka Gabriel telah melaksanakan tugasnya kemudian pergi.

"Jadi, apa kau akan menceritakan sobekan itu?" tanyaku.

"Apakah kau ingin mendengar sesuatu yang lebih menyenangkan?" sahutnya tanpa menjawab pertanyaanku.

"Apa itu?" Aku menatap Gabriel dengan penuh tanda tanya.

"Putra Mahkota Aloycius, Pangeran Adolf Celeste Aloycius telah meninggal dunia."

To be Continued

Reincarnated as an Evil PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang