Hari semakin sore, perlahan tubuhnya kembali membaik dan sudah diperbolehkan pulang. Pak Yanu sebagai Ayahnya Hana datang ketika mendengar kabar dari putrinya yang berada di rumah sakit.
"Bagaimana keadaanmu, Yusuf?"
"Saya baik, Pah." Jawabnya yang berusaha untuk bangkit dari ranjang rumah sakit.
Cuaca semakin tidak mendukung, awan hitam yang berkumpul di atas langit seketika menurunkan rintikan air yang kian lama semakin deras. Udara dingin masuk melewati baju dan terasa di kulit, malam hari yang begitu dingin membuat seorang gadis berbaju putih menggigil kedinginan.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara itu menyadarkan dirinya yang terlarut dalam keheningan.
"Dingin." Ungkap Hana.
"Butuh kehangatan?" Tanya Yusuf meregangkan tangannya.
"Halah modus, bilang aja ma-"
"Aku hanya bercanda." Ucap Yusuf mengambil teh hangat yang sudah disiapkan olehnya lalu mengambil selimut dan memberikannya pada gadis itu.
"Lo gimana? Gak kedinginan?" Tanya Hana menatap laki-laki di sampingnya.
Bagai berbicara dengan dinding, pertanyaannya tidak dijawab apa pun oleh laki-laki itu.
"Hih! Cuek banget sih dia." Gumamnya sembari menatap kepergian Yusuf.
15 menit berlalu, karena tidak melakukan kegiatan apa-apa membuat matanya menjadi berat dan rasa kantuk pun datang, Perlahan matanya terpejam dan terlelap tidur.
Suara panggilan dari masjid membangunkan seluruh manusia yang hendak melaksanakan kewajibannya.
"Hana? Bangun Hana, mari salat subuh. Dahinya panas, dia demam?"
Ucapannya tidak direspons apa pun oleh Hana yang tidak bergerak. Tak tega melihat kondisi Hana yang demam, ia pun mengambil sebaskom air dan kain untuk Mengompres dahinya.
"Dingin ...." Ucap Hana yang menyentuh telapak tangan Yusuf.
"Cepatlah membaik, Hana." Kata Yusuf sambil mengelus-elus kepala Hana.
Mentari pagi menyapa seluruh makhluk yang ada di bumi, cahayanya yang mulai terlihat dan masuk menyinari ruangan tersebut. Dengan mata yang masih terpejam, Hana mencoba untuk bangkit dari tidurnya dan melihat sekeliling.
Eh, kain?
Dirinya terheran kenapa bisa ada kain di dahinya yang kini jatuh ke tangannya.
"Syukurlah kau sudah bangun."
Hana melirik ke sumber suara tersebut. Seketika dirinya berteriak dan membuat orang di sampingnya terkejut.
"AAAAAAAaaaaaa!"
"Kau kenapa? Setiap melihatku seperti melihat hantu?" Tanya Yusuf yang tengah memegang sebuah buku.
"Kenapa kau ada di sini?"
Dengan cepat dirinya langsung beranjak dari tempat tidurnya dan sedikit menjauh dari orang di sampingnya tadi.
"Memangnya salah? Aku suamimu, bukan orang asing. Makanlah dan selesaikan skripsimu, baca grup kelas!" Tegasnya yang kemudian kembali membaca buku.
"Iya juga sih, kenapa gua bilang gitu?" Batinnya yang menyadari ucapan Yusuf.
"Gimana? Masih panas? Sudah sehat?" Tanya laki-laki itu.
"Mendingan. Cuma masih sedikit pusing." Jawab Hana.
"Ya sudah kamu istirahat saja."
"Skripsinya bagaimana?" Tanya Hana.
"Akan ku bantu." Jawab Yusuf tersenyum.
Seminggu berlalu, Hari-hari mereka lalui dengan bahagia dan mereka sudah saling mengenal satu sama lain walaupun Hana masih canggung untuk memanggil dengan panggilan sopan kepada suaminya. Suatu hari ia melihat Hana tengah membakar sesuatu di dalam tong.
"Kau sedang apa?" tanyanya.
"Bakar baju."
"Kenapa dibakar? Memang baju apa?" Tanya Yusuf.
Gadis itu terdiam lalu menatap kesal orang di dekatnya.
"Lo sengaja ya? Kenapa lo gak bilang baju kurang bahan waktu itu adalah li... Li apa ya? Udahlah itu pokoknya. Lo mau liat gue pakai baju itu di depan lo? Lo mau liat gue seksi terus goda lo? Ha!" kesalnya.
"Hah Apah enggak! Kapan aku bilang gitu?"
"Halah bohong!" Ucapnya lalu pergi.
Lah... Baru aja akur dah gini lagi, lagian kalau tidak suka pun tidak harus dibakar, itu kan pemberian orang lain sepatutnya dihargai, kalau tidak mau kan bisa di simpan atau diberi ke orang lain, seharusnya kau lebih bisa menghargai pemberian orang lain, Hana
Ia menatap tong besar itu.
Walaupun awalnya bertengkar ujungnya pasti akur lagi dan begitu terus hari-hari berikutnya. Kini kesehatan mertuanya semakin menurun dan sering sakit-sakitan. Papanya meminta untuk menggantikan posisinya di perusahaan tersebut.
Berat bagiku untuk menerima ini, seumur hidup, aku tidak tahu mengenai masalah perkantoran dan sejenisnya, apakah aku bisa?
Dengan senang hati Yusuf menerima permintaan Ayah mertuanya karena tidak tega dengan kondisinya yang kurang sehat.
"Baik Pah."
KAMU SEDANG MEMBACA
YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]
Romantik[Open Pre-Order] Hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri tak membuat Yusuf putus asa apalagi dirinya yang hanya seorang anak pungut yang di rawat oleh ibu angkatnya. Impian dan cita-citanya sempat terhambat karena ia harus menuruti permintaan ayah...