Bab 34 Menginap

191 54 0
                                    

Waktu terus berjalan, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga. Langit yang biru kini berubah Oranye.

“Mas, kita mampir ke rumah Ibumu, ya?”

“Kamu yakin? Kamu kan–”

“Ssstttt... Aku mau ke rumah Ibu, titik!” Ucapnya.

Setelah semua pekerjaan selesai mereka bersiap pergi ke rumah keluarga Marantika yang jaraknya cukup jauh dari kantornya.

“Zen, tolong urus sisanya.”

“Baik, Pak.” Jawab sekretarisnya.

Mobil pun dilajukan dan perjalanan pun dimulai. Suasana kota cukup ramai dan indah dengan lampu jalan yang mulai menyala.

“Mas, memang kamu tau rumahnya di mana?” Tanya Hana sambil memakan camilannya.

“Ini alamatnya.” Jawab Yusuf memperlihatkan lembar kertas kecil.

“Baguslah.”

3 jam berlalu mereka sampai di depan gerbang berwarna putih. Lelaki itu kembali mengecek alamat yang di berikan Ibunya waktu dulu.

Sama sih, apa benar ini rumahnya?
Hana menepuk pundaknya dan menyadarkannya.

“Kenapa? Benar kan ini rumahnya?” Tanya Hana.

“Mungkin.”

Tak lama kemudian, Security datang menghampiri mobil mereka. Setelah bertanya benar saja ini adalah rumah yang mereka tuju.

“Saya buka gerbangnya dulu ya.” Ucap Security tersebut.

“Baiklah.”

Baru beberapa menit mobil mereka berhenti di halaman rumah, seorang wanita tua berlari menghampirinya.

“Putraku!” teriak wanita itu.

“Ibu? Ibu–”

“Syukurlah kamu datang berkunjung, Ibu sangat rindu padamu, Nak.” Ucap Bu Afifah memeluk anaknya.

“Mari masuk ke rumah.” Sambung Pak Fadli.

Mereka mengangguk dan berjalan menuju pintu rumah. Setelah mengucapkan salam, mereka terpukau dengan keindahan dalam rumah itu.

“Syakir mana, Bu?” Tanya Yusuf melihat sekeliling.

“Dia masih di kantor, oiya kalian menginap, ya? Satu malam saja.” Pinta Ibunya.

Kalau gue sih mau aja, tetapi... Gimana dengan papa? apa Yusuf mengizinkan?

Gadis itu terus memandang wajah suaminya.

“Mau?” Ucap Yusuf menatap wajah Hana.

“Bo-boleh? Lalu Papa bagaimana?”

“Tenang saja, sudah aku kabari.” Jawabnya.

“Ya... Baiklah.”

Raut bahagia terlihat di wajah Bu Afifah.

Malam itu Yusuf memandang foto Bu Fatimah. Ia termenung memikirkan impiannya yang belum tercapai.

Bila melihat ke belakang, aku sudah jauh melangkah, bertemu dengan Hana dan orang tua asliku, tetapi... Janjiku masih belum terwujud dan tidak akan pernah terwujud

“Maaf Bu, Yusuf belum bisa membawa Ibu ke tanah suci Mekkah.” Ucapnya.

Terdengar pintu terbuka, seorang gadis berjilbab hitam masuk dengan secangkir teh di tangannya.

"Kamu kenapa?" Tanya Hana sembari menaruh cangkir tersebut.

“Aku hanya rindu Ibu. Mimpiku untuk membawanya Umroh belum terwujud.” Jawabnya.

Jadi ini yang dipikirkannya, susah sih apalagi impian itu tidak akan pernah terwujud

Suasana menjadi hening tidak ada yang bicara.

“Nah dengar, sudah azan Isya, salat yuk Mas.” Ajaknya.

“Yuk!”

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang