Bab 4 Rumah Sakit

609 78 1
                                    

Di sisi lain, Seorang pria tua cekikikan, dia melihat di ponselnya terkirim uang dengan nominal cukup banyak dari Ayahnya Hana.

“Bila terus seperti ini aku akan cepat kaya!” Ucap Pak Saeful dengan wajah girangnya.

“Astagfirullah Pak, Bapak tega ya dengan anak sendiri, Bapak egois!”

Seorang Ibu paruh baya datang, dia tak kuat lagi melihat suaminya memperalat putranya.

“Kenapa? Lagian dia hanya anak pungut!”

Mendengar ucapan itu hati Bu Fatimah seakan tergores pedih. Tidak terima bahwa Yusuf disebut sebagai anak pungut walau memang kenyataannya seperti itu.

Seorang laki-laki berjaket datang dan melihat ibunya menangis dengan posisi duduk. Pemuda itu sudah muak dengan ibunya yang selalu membela Yusuf padahal dirinyalah putra kandungnya.

“Bertengkar aja terus, sampai mati sekalian!”

“Badra, kamu mau ke mana, Nak? Badra!”

Tangannya memegang kaki kiri Badra yang hendak pergi ke luar.

“Lepaskan! Dasar penyakitan!”

Dia menghempaskan kakinya agar pegangan Ibunya terlepas, namun itu semua membuat tangan ibunya terluka.

“Astaghfirullahalazim, Badra! Kamu tega sekali sama Ibu, Nak!”

Air mata itu kembali mengalir dengan deras.

Ibuuuu!!!

Yusuf terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin. Seketika perasaan buruk hadir di pikirannya.

“Astaghfirullahalazim, ya Allah....”

“Kenapa lo?” Ucap Hana yang masih membereskan kotak-kotak berserakan.

Tanpa sepatah kata pun Yusuf langsung pergi meninggalkan Hana dan membuatnya penasaran lalu mengikutinya dari belakang.

Kenapa sih dia?

Laki-laki itu berjalan keluar rumah dan mencari taksi untuk sampai ke tempat yang ia tuju. Sedangkan Hana mengambil mobilnya dan mengikuti Yusuf diam-diam.

“Ibu, Semoga kau baik-baik saja.” Batinnya.

“Mau ke mana sih dia? Bikin penasaran aja!” Ucap Hana setengah kesal.

Satu jam di perjalanan, ia sampai di rumahnya dan terkejut melihat ibunya yang menangis dengan tangannya yang lecet dan penuh luka.

“Astagfirullah, Ibu!”

Melihat keadaan ibunya, pandangannya langsung tertuju pada Ayahnya yang asyik mengutak-atik ponselnya.

“Apa yang ayah lakukan pada ibu? Kenapa ibu menangis dan tangannya terluka?”

Dia langsung mendekat pada ayahnya namun Ayahnya hanya terdiam.

“Jawab Ayah!”

“Dasar anak pungut!”

Tangannya melayang hendak menampar Yusuf, namun seketika tangannya ditahan oleh seorang gadis yang tak lain adalah Hana.

Gadis itu memutar tangan Pak Saeful dan mencengkeramnya, membuat Pak Saeful merasa kesakitan.

“Jadi ini kelakuan Anda yang sebenarnya!” Ucap Hana dengan tatapan tajam.

“Lepaskan!” Ucapnya yang langsung pergi.

“Kau kenapa bisa di sini?”

“Aku mengikutimu, habisnya penasaran, lo tiba-tiba pergi.” Jawab Hana.

Seketika dari arah belakang Hana, Pak Saeful datang dengan membawa Vas bunga yang sepertinya akan memukulkannya pada Hana. Lelaki itu menarik Hana ke dekapannya dan membalikkan posisi.

Akh!

“Dasar!” Kesal ayahnya pergi.

“Yusuf? Lo Gak apa-apa, kan?” Tanya Hana yang khawatir melihat raut wajah suaminya.

Seketika tubuhnya ambruk tak kuat menahan rasa sakit di punggungnya, hal itu membuat Hana panik dan langsung memanggil sopirnya yang berada di dalam mobil.

“Hana ka–”

“Ssstttt... Lo jangan banyak gerak, nanti luka lo makin parah.” Ucapnya menutup mulut Yusuf.

Noda merah menembus kemeja putih itu. Hana yang melihatnya merasa gelisah.

“Pak, lebih cepat lagi dong bawa mobilnya!” Ucap Hana.

“I-iya, Non.”

Di rumah sakit, dua orang itu langsung dibawa ke ruang ICU untuk diberi perawatan. Ia gelisah, terus bolak-balik karena takut bila kondisi Yusuf dan ibunya memburuk.

“Non, sebaiknya Non Hana duduk.” Ucap sopirnya dan Hana pun duduk dengan perasaan tak karuan.

“Semoga mereka berdua baik-baik aja. Gue kesel banget sama Pak Saeful, Gue kira baik ternyata jahat, Gue harus bilang sama Papah!”

Dia langsung mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Namun, entah kenapa pikirannya berubah untuk tidak memberitahukan kepada Papanya.

Nanti aja deh, kalo gue bilang sekarang gak ada bukti, pasti papa gak percaya

Lima jam berlalu dokter pun keluar dari ruangan dan langsung memberitahukan keadaan dua pasien tersebut.

“Apakah ada keluarganya?” Tanya dokter.

“Saya dok!” Jawab Hana.

“Anda siapa nya, ya?”

“Saya istrinya, dok.” Ucap Hana.

“Hanya luka ringan, mereka sudah bisa di temui.”

Dengan cepat Hana langsung melihat keadaan suaminya, rasa gelisahnya kini menghilang dan napasnya juga lega.

“Lo gak apa-apa, kan?” Tanya Hana yang duduk di samping Yusuf.

“Iya.”

“Ibu baik-baik saja, kan?” Bu Fatimah mengangguk menjawab ucapan Hana.

“Gue kabarin papa dulu kalo lo ada di sini.” Ucap Hana.

Seketika tangannya ditarik oleh Yusuf, gadis itu terdiam menatap mata Yusuf yang sama tengah menatapnya.

“Jangan bilang tentang sifat Ayah.” Seakan lelaki itu tau niat Hana yang akan membocorkan sifat asli Ayah mertuanya.

Memang kenapa sih gak boleh kasih tau?

Gadis itu merasakan sakit di pergelangan tangannya melihat cengkeraman Yusuf semakin erat.

“Iya-iya, gue cuma mau kabarin kondisi lo, lepasin tangan lo!” Kesalnya.

“Oh ya, maaf.”

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang