Bab 26 Ibu!

317 54 0
                                        

Beberapa jam kemudian, selepas mengantar Hana pulang, Yusuf pergi ke kantornya dan memulai pekerjaan barunya. Ketika menandatangani dokumen, ia termenung memikirkan ucapan kakaknya tadi.

“Jadi benar Hana hamil?” Tanya Badra serius.

“Benar, memangnya kenapa?”

“Gak, gua cuma mengingatkan, Wanita tua itu harus diapakan, ya?” Kakaknya tersenyum licik.

Gak! Gak mungkin kakak menyakiti Ibu, gua jangan suudzon, tapi kenapa firasat gua begini? Semoga Ibu baik-baik saja

“Permisi Pak, ini data kain yang akan di produksi, mohon di periksa.” Ucap Sekretaris menyadarkan lamunannya.

“Ah iya, sebentar.”

Rasa khawatir ini tidak bisa membuatku fokus

Sore itu di kediaman Fatimah, ia yang sibuk menyetrika pakaian di buat terkejut akan kedatangan Badra yang bajunya begitu kusut dan kotor.

“Astagfirullah Badra, kamu habis apa, Nak?” lelaki itu tak menghiraukan ucapan Ibunya.

Terdengar piring yang bersentuhan dengan lantai. Fatimah segera memeriksa putranya.

“Cih, makanan apaan ini! Sampah!” Ucap Badra melemparkan ke sembarang arah.

“Astaghfirullahalazim, Badra! Kenapa kamu membuang-buang makanan, kalau tidak suka tidak usah di makan, Ibu susah payah mencari makanan ini.” Ucap Bu Fatimah menahan agar air matanya tidak mengalir.

“Aku tidak peduli! Aku tidak ingin makan makanan sampah ini!” Badra begitu kesal.

Wanita tua itu pun mengambil beberapa uang di dompetnya, tetapi dengan cepat Badra merebutnya, terjadilah perebutan uang tersebut.

“Jangan ambil semuanya, Badra!”

“Lepaskan tangan Ibu!” Bentaknya.

Badra menarik paksa uang tersebut hingga membuat Bu Fatimah terjengkang membentur tembok. Darah meleleh di kepalanya dan meninggalkan noda di tembok.

“Rasakan itu!” Ucap Badra melangkah pergi.

“Badra... Jangan tinggalin Ibu....” Matanya terasa kabur, benda-benda di sekelilingnya menjadi hitam tak terlihat.

Prang!

Gelas itu pecah berserakan di lantai. Yusuf tersadar dan segera membersihkan pecahan tersebut.

“Biar saya saja, Pak. Sepertinya Anda banyak pikiran hingga tidak fokus.” Ucap Sekretarisnya.

Perasaanku gak enak, kenapa ya?

Tiba-tiba ponselnya berdering, memperlihatkan nomor tidak di kenalnya. Ia pun menjawab panggilan tersebut.

“Yusuf! Ini Bu Astri, tetangga Ibumu, cepat datang ke rumah sakit, Ibu mu pingsan!” Seketika tubuhnya lemas mendengar hal itu.

“Ibu!”

Hujan mengguyur jalanan, hari semakin gelap di tambah udara dingin bertiup kencang. Di kediaman Poetra, Hana menunggu suaminya pulang. Rasa gelisah menyelimuti hatinya.

“Yusuf ke mana sih? Gue kan khawatir, mana hujan deras lagi, katanya mau pulang sebelum Magrib?”

“Non, sebaiknya menunggu di dalam saja, di luar dingin.” Ucapan Bi Tini tidak di dengarnya.

Di rumah sakit, seorang laki-laki menunggu di depan ruang ICU dengan perasaan gelisah.

“Yusuf, Ibu khawatir sama Ibumu, kepalanya berdarah dan katanya penyakit jantungnya kumat lagi.” Ucap Bu Astri.

“Ya Allah kenapa bisa seperti ini? Ibu, cepatlah sadar.”

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruangan ICU.

“Bagaimana keadaan Ibu saya, dokter?”

“Pasien harus di operasi, cedera di kepalanya cukup berat dan jantungnya bermasalah.” Jelas dokter.

Lelaki itu hanya terdiam mendengar penjelasan dari dokter, ia bersimpuh tak berdaya di lantai, memikirkan risiko yang akan terjadi bila operasi itu di lakukan.

Tidak ada pilihan lain, aku harus kuat untuk apa yang terjadi setelah operasi

“Lakukan!”

Selepas salat Magrib, lelaki itu pergi ke depan pintu ruang operasi menunggu sang Ibu keluar. Terlalu sibuk memikirkan Ibunya ia sampai lupa dengan kondisi istrinya. Ketika hendak menelepon, seseorang memeluknya dari belakang.

“Mas, kenapa kamu tidak pulang?” Hatinya tenang setelah mendengar suara lembut istrinya.

“Hana, ka-kamu kenapa bisa–”

“Ssstttt... Jangan bicara!” Ucap Hana yang masih memeluknya.

Seketika wanita tua menghampiri mereka dengan tergesa-gesa. Dia Bi Tini pembantu rumahnya. Bi Tini menjelaskan bahwa dirinya yang mengantar Hana ke rumah sakit.

“Maaf den, Bibi terpaksa, soalnya non Hana sangat ingin bertemu dengan Aden,”

“Kalian tau aku di sini?” keduanya mengangguk dan menjelaskan ada seseorang yang memberitahunya.

“Yusuf, Ibu pulang dulu, ya?” Ucap Bu Astri pamit.

“Iya, terima kasih sudah menolong saya.”

5 Jam berlalu, lampu operasi tak kunjung berubah, Yusuf semakin khawatir terhadap Ibunya, jantungnya berdegup kencang, hingga Hana dapat merasakannya.

“Hei, tenanglah, Ibu pasti baik-baik saja, kamu kayak mau apa deg-degan, pidato?” Candanya.

“Tidak lucu Hana.” Ucapnya serius.

Gadis itu terdiam merasa kecewa tidak bisa menghibur suaminya. Ia pun memegang kedua tangan Yusuf.

“Tenanglah, kita bantu doa, aku yakin operasi ini berjalan lancar.” Laki-laki itu tersenyum menatapnya.

1 jam kemudian, dokter keluar dari ruangan dengan tergesa-gesa. Hana yang menyadarinya segera menghentikan langkah dokter itu.

“Bagaimana keadaan Ibu saya?”

“Maaf Mbak, saya ada urusan penting.” Ucap dokter.

What! Penting apaan? Ini lebih penting dok, nyawa loh taruhannya.” Kesal Hana.

Dokter itu menjelaskan bahwa ada pasien lain yang harus segera di operasi karena kecelakaan. Seorang suster datang sembari mendorong ranjang pasien.

“Badra!” lelaki itu terkejut melihat kakaknya terbaring lemas penuh luka.

Astaghfirullahalazim, kakaknya Yusuf kenapa?

Matanya tak bisa berhenti melihat kondisi Badra yang penuh darah.

“Cepat bawa ke ruang operasi!” Pinta Yusuf.

1 jam berlalu, dokter keluar dari ruangan.

“Bagaimana dok? Apakah operasinya berjalan lancar?” Tanya Hana.

“Maaf, maaf sekali, operasinya... gagal.” Tubuhnya mendadak lemas mendengar hal itu.

“Anda bohong, kan? Gak lucu dok! Ini bukan Suting film! Kenapa bisa gagal?” Tanya Yusuf setengah kesal.

“Mas udah, jangan seperti ini.” Ucap Hana menarik tangan suaminya.

“Kondisinya semakin menurun, kami tidak bisa menyelamatkannya.”

“Gak, gak mungkin!” teriaknya.

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang