Bab 17 Kebenaran

304 59 0
                                    

2 jam berlalu dan acara itu selesai, ketika di sesi pemotretan ada kabar dari rumah sakit bahwa hasil tesnya sudah keluar dan bisa di periksa.

“Semoga negatif.” Batin Hana.

“Hana?” Gadis itu langsung tersadar ketika melihat dirinya sudah sampai di rumah sakit.

Baru beberapa menit mereka datang, keluarga Vania juga ikut datang.

“Alex, bawa laki-laki itu ke rumah sakit, sekarang!” Pinta Yusuf lewat teleponnya.

“Baik!”

Suasana menjadi tegang ketika dokter menyerahkan hasil tesnya. Vania yang merebut surat itu langsung membacanya.

“Apa!”

Seluruh mata langsung tertuju pada Vania, wajahnya yang berubah menjadi suram membuat seluruh orang penasaran.

“Apa hasilnya, Vani?” Tanya Ibundanya.

Hana langsung merebut surat tersebut lalu membacanya. Bulir air menetes setelah membaca surat tersebut dan langsung melirik kearah suaminya.

“Mas, kamu-”

“Kenapa, Na?” Tanya Yusuf sembari mengelap air mata Hana.

“Kamu... Jujur.”

Gadis itu menangis bahagia di pelukan suaminya karena hasilnya mengatakan bahwa Yusuf bukanlah Ayah dari anak yang dikandung Vania.

Alhamdulillah ya Allah, akhirnya kebenaran terungkap

Lelaki itu tersenyum bahagia.

“Gak, gak mungkin! Pasti ada yang memalsukan tes ini!”

“Tidak ada yang memalsukan tes itu, Vania!”

Ayahnya yang mendekat dengan tatapan tajam seperti hendak menampar putrinya.

“Cukup suamiku, jangan sakiti putri kita!” Ibunya membela Vania.

“Kalau bukan putraku, lalu siapa?” Fatimah yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi saat itu.

Dari arah belakang Yusuf, muncul dua orang laki-laki yang satunya memakai seragam polisi sedangkan satunya lagi memakai seragam tahanan.

“Dialah pelaku sebenarnya, Vania! Kau salah melihat orang waktu itu.” Ucap Alex.

Mereka berdua menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Mereka semua percaya karena penjelasan itu masuk akal.

“Ini pasti bohong, Ayah percaya padaku, kan?”

“Cukup Vania! Ayo pulang! Kamu sudah terlalu jauh mempermalukan Ayah!” Tangannya ditarik paksa oleh Ayahnya.

“Tapi Ayah tunggu, laki-laki itu yang–”

“Cukup!! Vania, bukan cuma Ayah yang malu, tapi Ibu juga malu atas sikapmu. Ayo pulang!” Bentak Ibunya.

“Syukurlah, masalah ini akhirnya selesai.” Ucap Pak Yanu memegang pundak anaknya.

“Hari ini kau selamat, Yusuf!” Batin Pak Saeful menatap tajam ke arah putranya.

Setelah semuanya selesai mereka pun memutuskan pulang. Alex yang masih di sana menghentikan langkah mereka.

“Akhirnya kelar juga masalah lo, gue tadi udah kabarin Dimas, dia juga udah lega dengarnya.”

“Iya, Terima kasih sudah membantu kita, Alex.” Jawab Yusuf.

“Thanks ya Lex.” Ucap Hana.

“Yoi sama-sama.”

Angin malam berembus pelan terasa di kulit. Malam itu hujan mengguyur dengan deras ditambah suara petir yang sangat keras.

Alhamdulillah sih hujan, tapi kok gini amat ya, serasa uji nyali gua, malam-malam hujan gelap lagi tinggal satu yang kurang iya dia yang suka melayang-layang

“Hana?”

“Aaaaa! Hantu! Kunti! Pocong! Eh Yusuf, gue kira siapa. Gue takut banget!” Gadis itu langsung memeluknya.

“Takut petir?”

“Benar Yus, dari kecil Hana sangat takut dengan suara petir.” Papanya yang datang langsung ikut duduk di samping putrinya.

Di kesunyian malam itu, Pak Yanu menceritakan tentang masa lalu putrinya dan peristiwa kematian ibunya.

Ketika di perjalanan pulang dari alun-alun kota, mobil mereka berhenti di sebuah rumah makan, Ibunya Hana yang tidak ingin makan memilih untuk diam di dalam mobil.

“Maaf bila menyela, apa nama ibunya Hana?”

“Dia sering dipanggil Yana, dia baik sama seperti Hana.” Jawabnya.

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang