Masih di gelapnya malam ketika sedang istirahat seseorang menggelitik telinganya menggunakan kemoceng hingga membuatnya terbangun. Matanya terbelalak melihat seorang perempuan berjilbab putih tersenyum padanya.
"Ha-hana?"
"Gimana? Aku cantik, kan?"
Bergamis putih kebiruan dengan dibalut jilbab warna putih menambah kecantikan gadis itu ketika tersenyum.
"Kamu ... berhijab?"
Yusuf masih tak percaya melihat perubahan Istrinya itu yang terlihat semakin cantik.
"Ayo bangun Mas! Sudah hampir jam lima, kamu belum mandi dan salat subuh, sekarang salat Idul Fitri, loh!" Ucap gadis itu yang menarik tangan kiri Yusuf.
"Ini benar kamu, Hana?" Tanya laki-laki itu memegang kedua pipi Hana.
"Iya ini aku, cantik kan? Iyalah Hana gituloh." Jawabnya.
"Iya, cantik." Ucapnya yang masih menatap Hana.
"Udah nanti aja terpesona nya, mandi gih." Kata Hana.
Di dapur, seluruh makanan sudah tersaji, ketika sedang asyik merapikan piring-piring seketika telepon rumahnya berdering dan Hana segera mengangkatnya.
"Di sini kediaman keluarga Poetra, dengan siapa, ya?" Tanya Hana.
"Saya Afifah Marantika, apakah Anda kenal dengan orang yang bernama Yanuar Poetra?"
Tubuhnya mendadak lemas mendengar nama tersebut. Yusuf yang turun dari lantai dua melihat Hana duduk di lantai dengan mata yang berkaca-kaca.
"Ada apa Hana?"
"Ini...."
Betapa terkejutnya dia yang mendengar bahwa Ayah mertuanya masih hidup ditemukan oleh orang yang meneleponnya.
"Saya akan mengirimkan alamatnya." Ucap Yusuf. Telepon pun terputus.
"Alhamdulillah, Papa masih hidup." Ucap Yusuf memegang kedua pundak Hana. Gadis itu menangis di pelukannya.
Setelah semuanya beres mereka pergi menuju masjid untuk menunaikan salat Idul Fitri. Ramai, itulah kata yang terlintas di benaknya. Ditambah suara takbir yang begitu merdu.
"Adem banget rasanya, ditambah lagi yang takbiran Mas Yusuf, merdu bet suaranya." Batin Hana.
Setelah salat berakhir mereka semua saling bersalaman dan bermaaf-maafan. Sesampainya di rumah, Hana langsung mengambil keranjang berisi bunga dan mereka pergi ke TPU untuk membersihkan makam Mamahnya Hana.
"Assalamualaikum, Apa kabar Mah?"
Dengan tersenyum Hana dan suaminya mulai membersihkan makam tersebut dan menaburkan bunga juga air. Setelah selesai berdoa mereka kembali pulang meninggalkan TPU tersebut.
"Hana, ada tempat yang ingin aku kunjungi." Ucap Yusuf.
"Oh oke, aku ikut."
Mereka berhenti di sebuah Masjid, lelaki itu menaruh kotak kecil di depan teras masjid.
"Di sinilah aku di temukan." Ungkap Yusuf.
"Apa isinya?" Tanya Hana penasaran.
"Hanya surat dan aku yakin dia pasti akan datang." Jawabnya yang kemudian pergi.
Beberapa menit setelah kepergiannya seorang wanita berparas cantik datang dan mengambil kotak kecil tersebut. Dirinya penasaran kenapa ada kotak di depan masjid.
"Kau Ibuku?"
Itulah yang tertulis di dalam kertas kecil yang ada di kotak tersebut, disertai kalung berliontin inisial M.
"Anakku ... masih hidup?"
Di Rumah, melihat Hana yang penasaran tentang masa lalunya membuat laki-laki itu menceritakannya.
"Semoga keluargamu masih ada." Ucap Hana.
"Amin, ya udah yuk makan! Setelah ini aku mau pergi ke pesantren untuk bersilaturahmi dan menjenguk Pak Kiai."
"Baiklah, eh bentar, sekarang kan hari fitri, lo gak mau gitu minta maaf sama gue." Ucap Hana memalingkan pandangannya.
"Harusnya aku yang tanya seperti itu."
"Iya-iya deh, saya minta maaf atas kesalahan yang pernah saya buat." Ucapan Hana membuat lelaki itu tertawa.
"Kau ini formal sekali." Ujar Yusuf.
"Sekarang giliran kamu." Mendengar ucapan itu membuat Yusuf tersenyum. Lelaki itu menggenggam kedua tangan Hana dan menatap wajahnya.
"Aku-"
Seketika bel rumah berbunyi, menghentikan ucapan Yusuf. ketika di cek, terlihat papanya tersenyum pada Hana. Orang yang di sayanginya telah kembali dengan sehat.
"Papa!" Gadis itu menangis di pelukan sang Ayah.
Setelah berterima kasih kepada orang yang mengantar ayahnya mereka bertiga pun pergi ke dapur lalu makan bersama.
"Masakanku enak, kan?" Tanya gadis itu.
"Iya."
"Makasih, My dear." Ucap Hana tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]
Romance[Open Pre-Order] Hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri tak membuat Yusuf putus asa apalagi dirinya yang hanya seorang anak pungut yang di rawat oleh ibu angkatnya. Impian dan cita-citanya sempat terhambat karena ia harus menuruti permintaan ayah...