Dua bulan kemudian, di mana bulan itu adalah bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam yaitu bulan suci Ramadan. Malam ini seluruh keluarga itu bersiap untuk salat Tarawih.
“Papah!” Teriak Hana yang melihat papanya terbaring lemas di lantai.
“Apakah Papah baik-baik saja? Kalau Papa terus seperti ini, aku jadi takut untuk meninggalkan Papa sendiri di rumah.” Ucapnya yang membuat Pak Yanu tersenyum.
“Pergilah tarawih, Papa akan baik-baik saja di sini.”
“Pah, aku takut bila harus kehilangan orang yang aku sayangi untuk kedua kalinya, aku ingin di sini bersama papa.”
Ungkap gadis itu membuat Pak Yanu mengingat kembali kejadian di mana istrinya meninggal akibat kecelakaan mobil.
“Baiklah putriku.”
Jam terus berjalan, menempatkan jarumnya di angka delapan yang menandakan salat Tarawih telah usai. Yusuf yang berjalan melewati kamar papanya mendengar suara decitan.
Suara apa ya?
Ketika ia memeriksanya ia melihat Ayahnya yang berusaha untuk mengambil segelas air di atas meja. Hana yang tertidur tidak menyadari hal tersebut.
“Papa!”
“Yusuf, pindahkan Hana ke kamarnya, sepertinya dia terlihat lelah.”
“Baik Pah.”
Dia mengangkat tubuh Hana dan memindahkannya ke kamarnya lalu menyelimuti dengan selimut yang tebal karena cuaca di sana sedang dingin.
“Aku ada di kamar?”
“Kenapa kau bangun? Tidur saja, ini sudah malam.” Ucap Yusuf.
“Baiklah.”
Langit masih berwarna hitam disertai angin yang berhembus pelan, ia merasa ada satu jari yang terus menusuk-nusuk pipinya. Merasa terganggu, Yusuf membuka matanya dan melihat bahwa Hana lah pelakunya.
“Pagi Mas koh!”
Senyuman yang menawan terukir di wajah gadis itu.
“Yuk sahur!” Ajak Hana.
Laki-laki itu tersenyum, puasa tahun ini berbeda, bukan teman-temannya yang membangunkannya, melainkan seorang bidadari yang begitu cantik di matanya.
“Yuk!”
Tiba-tiba gadis di sampingnya itu mencium pipinya dan membuatnya terdiam.
Tumben sikapnya hangat, biasanya cuek padaku
Hari semakin pagi, cahaya mentari masuk menembus jendela kamar yang tak bergorden.
“Aku akan pergi ke rumah Ibuku, kau mau ikut?”
“Tidak Terima kasih, gue ada urusan lain.” Balas Hana.
Perjalanannya yang tidak memakan waktu. Ketika sampai, ia melihat ibunya terbaring lemas di lantai membuatnya langsung mendekatinya.
“Ibu, Ibu kenapa?”
Wajah yang begitu pucat, ia khawatir dengan kondisi Ibunya.
“Lu kembali?”
Badra mendekatinya dengan wajah setengah kesal.
“Kakak, ada apa dengan Ibu? Kenapa dia bisa seperti ini!”
“Senang lu sekarang? Senang sudah merebut semua kebahagiaan gue, ha?!”
Tidak tau apa yang kakaknya maksud, Yusuf hanya terdiam mendengar ocehan kakaknya.
“Orang yang lo nikahi adalah orang yang gua suka sejak masuk kuliah! Dan sekarang lo merebutnya? Memang lo sudah merebut apa pun dari gua!”
Yusuf terdiam, mendengar pengakuan dari kakaknya.
“Aku tidak pernah sekalipun merebut hak kakak, kalau urusan jodoh sudah ada yang mengaturnya, kak!” Jelas Yusuf.
“Lu gak usah sok suci! Mentang-mentang lu dari pesantren!” Bentak Badra mendorong adiknya itu.
“Awas kalau lu sampai apa-apain dia, gak akan gua maafin lo! Ingat itu, Yusuf!” Ucap Badra mengancamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]
Romance[Open Pre-Order] Hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri tak membuat Yusuf putus asa apalagi dirinya yang hanya seorang anak pungut yang di rawat oleh ibu angkatnya. Impian dan cita-citanya sempat terhambat karena ia harus menuruti permintaan ayah...