Bab 25 Tes DNA

331 58 0
                                    

Di rumah sakit, dokter menyarankan untuk lebih banyak istirahat kepada Hana yang tengah hamil muda. Semua pesan dokter ia ingat di otaknya.

“Mari pulang, kamu harus istirahat.” Hana mengangguk paham.

Ketika berada di lorong rumah sakit, mereka berpapasan dengan Bu Afifah.

“Eh Bu Afifah di sini juga?”

“Iya Hana, emmmm... boleh kita bicara?” Tanyanya.

Mereka pun pergi ke taman rumah sakit.

“Yusuf, saya langsung To The Point aja, apakah kamu memiliki kalung perak berliontin inisial M?” Pertanyaan itu berhasil membuat Yusuf terdiam.

Kenapa Bu Afifah menanyakan hal itu padaku? Apa benar dia-

Tepukan di pundak menyadarkannya.

“Jawab Mas.” Ucap Hana.

“Saya–”

“Tolong ceritakan semuanya, ceritakan masa kecilmu.” Pinta Bu Afifah.

Melihat wajahnya yang sangat berharap, lelaki itu pun menceritakan masa lalunya. Mulai dari ia ditemukan oleh seorang wanita tua di depan masjid di tambah ada kalung yang di maksudkan Bu Afifah hingga satu kain putih yang membalut tubuhnya waktu itu.

Kok gue penasaran sih sama masa kecilnya dia?

Gadis itu terdiam menatap wajah Yusuf.

Tak terasa mendengar cerita itu membuat bulir air menetes ke pipi. Yusuf terdiam melihat Bu Afifah mengekspresikan rasa sedih di wajahnya.

“Ibu kenapa?” Tanya mereka berdua.

“Ya ampun Nak maafkan Ibu,” Ucapnya.

“Maksudnya?”

“Yusuf, kamu tau arti inisial M itu?” Tanya Bu Afifah.

“Memangnya apa?”

“Marantika.” Mendengar jawaban itu sukses membuatnya terdiam membatu. Syok, itulah yang di rasakan nya.

Gue gak salah denger? Jadi kalau begitu Yusuf anaknya Bu Afifah, ceritanya juga mirip dengan cerita yang di jelaskan saat di mobil waktu itu

Hana masih tak percaya apa yang di katakan Bu Afifah terutama Yusuf yang terlihat begitu syok.

“Jadi saya-”

“Iya, ka-kamu putraku.” Ucapnya tersenyum.

Tak beberapa lama kemudian, Ibunya Yusuf datang bersama 1 laki-laki yang dikenalnya.

“Yusuf.”

“Ibu? Ibu di sini? Bu apa maksudnya ini? Jadi aku-”

“Iya.” Bu Fatimah hanya mengangguk sembari tersenyum.

“Kita tes DNA ya? Supaya kita tau apakah benar kamu adalah putraku.” Pintar Bu Afifah menggenggam kedua tangannya.

“Iya kak, tes saja dan aku harap kakak adalah saudara ku.” Sambung Syakir.

“Mari, Ayahmu sudah menunggu di depan ruangan tes itu.” Ujarnya.

Hah? Di sini ada ayahnya juga? Bentar... Yusuf aja udah ganteng, apalagi ayahnya! Eh astagfirullah apaan sih Na.. Na....

Hana hanya bisa terdiam berbicara dengan hatinya.

“Bila dengan cara ini bisa membuat kebenaran terungkap, aku setuju.” Jawab Yusuf.

“Yusuf, kamu sudah besar, Nak. Entah dia Ibu kandung mu atau bukan, tapi tolong jangan lupakan Ibu, ya? Ibu akan selalu menganggapmu sebagai putra kandung Ibu.” Ujar Bu Fatimah.

“Iya, Bu.”

“Siapa pun Ibu ku, entah itu Ibu yang telah melahirkanku dan yang telah membesarkanku, aku tetap menyayangi kalian. Kalian adalah Ibuku.”

Kedua Hati wanita itu tersentuh mendengar ucapan Yusuf.

Walaupun orang lain yang membesarkanku, memberikan kasih sayang dan pelajaran padaku, engkau tetaplah Ibuku, yang menjagaku selama 9 bulan hingga lahir ke dunia. Aku menyayangimu Ibu.

Sesampainya di depan ruangan, mereka menunggu setelah melihat Yusuf dan orang tuanya masuk untuk menjalankan tes.

“Halo kakak ipar.” Ucap Syakir tertawa kecil.

“Eh kir lo kok bisa mirip banget sih sama Yusuf? Sampe gue aja susah bedain nya.” Tanya Hana.

“Kita kan kembar, kalau bedanya aku ada titik hitam di bawah mata, ya sebut saja tahi lalat.” Jawabnya sambil menunjukkan titik hitam itu.

“Owalah gitu... Habisnya mereka berdua bener-bener mirip apalagi sama ayahnya, kek copy paste aja gitu. Dan bener aja ayahnya ganteng.” Batin Hana menatap serius wajah Syakir.

“Kenapa, Kak?”

“Eh Ngga, kok.” Jawab Hana tersenyum.

Setelah menunggu cukup lama mereka pun keluar dan mengabarkan hasilnya akan keluar kalau tidak malam ini pasti lusa.

“Ya sudah kami pulang dulu, Terima kasih.” Ucap Hana.

Tepat sore hari, mereka pulang setelah salat di Mushola rumah sakit.

“Kau tidak akan pulang malam ini? Secepat itu langsung banyak pekerjaan?”

“Tidak apa-apa, kan?” Tanya Yusuf.

“Ya terserah, suka-suka lo aja.” Ketusnya.

Perjalanan yang cukup panjang membuatnya mengantuk dan terlelap. tiba-tiba mobil berhenti mendadak membuat Hana terbangun dari tidurnya.

“Bisa bawa mobil gak sih!” Bentak Hana pada sopirnya.

“Maaf Non, di depan ada yang menghadang,”

Terlihat dari kaca mobil ada beberapa anak motor yang menghadang mereka. Kaca mobil di pukul keras meminta mereka keluar.

“Aku akan keluar, tetap di sini.”

“Hati-hati, Mas.”

Pintu dibuka, kerah bajunya langsung ditarik oleh orang asing itu. Hana tidak bisa melihat jelas apa yang dilakukan orang asing itu terhadap suaminya.

Itu kan Badra dan gengnya, bukannya sudah di tangkap polisi waktu itu? Firasat gue gak enak, apa gue telepon Alex, ya?

Tak berapa lama kemudian, Alex datang dan langsung menghampiri Yusuf. Melihat kedatangannya empat anak motor itu pergi.

“Lo gak apa-apa, kan?” Tanya Alex di jawab anggukan Yusuf.

“Dia siapa? Kenapa nyerang lo Yus?” Tanya Alex.

“Dia Badra, kakak tirinya Yusuf.” Jawab Hana.

Badra? Kakak tirinya Yusuf? Kek kenal

Alex terdiam sejenak.

“Oiya, gua mau ngundang lo di acara pernikahan gue, datang ya?”

“Selamat ya Lex, sama siapa? Alma? Eh By The Way kapan acaranya?” Ucap Hana menepuk pundak Alex.

“Yaaa... Kalian tunggu aja kabar dari gue.” Jawabnya.

“Tenang aja, gue datang kok, iya kan Suf?”

“Iya, Hana.”

Ihhh si Yusuf kenapa sih? Ekspresi wajahnya langsung berubah setelah bertemu Badra, apa ada sesuatu yang diucapkan hingga membuatnya ke pikiran?

Hana menatap wajah Yusuf yang terlihat gelisah.

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang