Di rumah sakit, sudah cukup lama mereka menunggu di luar dengan gelisah. Pintu pun akhirnya terbuka dan dokter mempersilahkan mereka masuk.
“Bagaimana keadaan putri saya, dok?” Tanya Pak Yanu.
“Alhamdulillah putri bapak baik-baik saja, hal ini sering terjadi maka tidak usah khawatir, yang terpenting jangan terlalu capek, ya?”
“Baik, dok.”
“Satu lagi, sering-sering jalan kaki, ya? Mungkin sekitar rumah.” Pesan dokter.
“Iya, dok.” Hana mengangguk paham.
Ketika melewati lorong rumah sakit mereka berpapasan dengan Vania yang terlihat begitu anggun.
“Vania?”
“Eh Hana, habis periksa, ya?” Tanya Vania tersenyum.
“Iya, di mana bayi kamu? Seharusnya sekarang sudah-”
“Gak ada.” Jawaban itu membuat Hana dan Yusuf terheran.
“Maksud kamu? Keguguran?” Tanya Hana.
“Iya, lebih tepatnya gue yang gugurin.” Jawabnya di sertai senyuman jahatnya.
“Astaghfirullahalazim, maksud kamu aborsi? Tapi kenapa? Apa yang kamu pikirkan? Bayi itu tidak salah apa-apa.” Ucap Hana terkejut mendengar pengakuan wanita itu.
Astagfirullah, gua gak tau lagi jalan pikiran dia
Lelaki itu hanya terdiam mendengar ucapan Vania.
“Gue gak peduli, maaf gue sibuk, Bye!” Vania melangkah pergi.
Vania memang gila, bisa-bisanya gugurin anak sendiri
“Hana, Yusuf, maaf tadi Papa habis ke toilet.”
“Iya Pah, mari pulang.” Ucap Hana.
Di saat yang sama, seorang gadis berbusana muslim terdiam di tengah ruangan yang sangat luas. Ia melihat kanan dan kiri seperti tengah mengingat sesuatu.
Sudah ke sekian kalinya aku tersesat di rumah ini, Ayah dan Ibu sedang di luar kota, Mas Syakir sudah seminggu tidak pulang, aku ingin ke kamarku tetapi aku tidak ingat di mana arahnya
Nurul yang terus berjalan ke sana kemari mencari ruang istirahatnya.
“Ning?”
“Iya Bi?” Jawab Nurul.
“Ning lagi apa di sini? Seperti kebingungan?” Tanya Pembantunya.
“Memang ini di mana?”
“Ruang makan.” Jawaban itu membuat Nurul terkejut.
“Seluas ini?”
“Pasti Ning Nurul tersesat lagi, ya? Mari Bibi antar, Ning mau ke mana?”
“Saya mau ke kamar ... Tidak, Bibi tau kantornya Mas Syakir?” Tanyanya.
“Oh itu, sebentar Bibi tulis dulu alamatnya.” Jawab Bi Sisi mulai menulis di selembar kertas.
Setelah mendapatkan alamatnya, gadis itu pergi bersiap untuk pergi ke kantor suaminya. Dengan modal nekat ia sampai di bangunan besar dan tinggi bertuliskan Marantika Corp ya itu adalah kantor suaminya.
Ini sudah malam, jelas karyawan di sini sudah pulang, apa Mas Syakir sendirian di sini?
Gadis itu berjalan perlahan mencari ruangan suaminya.
“Permisi, Mbak, cari siapa, ya? Kantor sudah tutup, semua karyawan sudah pulang.” Ucap salah satu CS.
“Ini saya cari ruangan Mas Syakir, di mana ya?”
“Oh Mba istrinya? Ruangan Pak Syakir di lantai atas Mbak, naik lift saja.” Jawabnya.
Tak berselang lama ia sampai di depan pintu bertuliskan ruang CEO perusahaan itu. Nurul pun membuka pintu sembari mengucapkan salam.
Sesibuk itu kah kamu Mas? Sampai tidak jawab salamku dan tidak sadar akan kedatangan ku?
Nurul mendekat ke meja suaminya.
“Assalamualaikum, Mas.” Ucapnya memegang bahu kiri Syakir.
“Waalaikumsalam, Nurul? Kenapa kamu di sini?”
“Seharusnya aku yang tanya, kenapa Mas masih di sini? Sudah seminggu Mas tidak pulang, aku sendirian di rumah Mas hanya ada pembantu dan tukang kebun.” Balas Nurul.
“Ibu dan Ayah?”
“Mereka masih ada tugas di luar kota.” Jawabnya.
Lelaki itu beranjak dari duduknya dan langsung memeluk Nurul.
“Maaf, maafkan Mas ya? Gara-gara Mas kamu jadi kesepian di rumah.”
“Tidak, itu bukan salah Mas, aku paham kok sekarang Mas banyak kerjaan, lihat wajah Mas tampak lesu, sudah berapa hari tidak tidur?” Tanyanya khawatir.
“Entahlah.”
“Mas, tidur ya? Sebentar saja.” Pintanya dan laki-laki itu mengangguk.
Di sofa panjang, Syakir tertidur di pangkuan istrinya. Diiringi Shalawat yang dilantunkan Nurul membuat matanya berat dan terlelap.
“Memang apa sih yang kamu kerjakan sampai tidak sempat pulang? Rambut mu saja sudah panjang.” Ucapnya sembari mengelus kepala Syakir.
Klik
Suara itu menandakan ada seseorang yang memutar gagang pintu. Tampak seorang laki-laki dengan lembaran kertas di tangannya.
“Pak, doku–”
“Ssstttt....” Gadis itu memberi isyarat diam.
“Saya taruh di meja dokumennya.” Ucap sekretaris Nan dengan suara kecil dan pamit.
Perlahan ia berjalan menuju meja kerja dan mengambil dokumen tadi.
Jadi ini yang dia kerjakan, apa aku bantu saja ya? Bismillah semoga aku bisa
Dengan sangat hati-hati ia membaca setiap artikel di dokumen itu hingga tak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah dia belas malam.
“Nurul.” Panggilan itu mengejutkannya.
“I-iya, Mas? Kenapa?”
“Terima kasih ya sudah membantuku, kita pulang, ya.” Ucapnya mengulurkan tangan.
“Iya.” Jawabnya tersenyum.
1 jam berlalu mereka sampe di rumah. Setelah memarkirkan mobilnya mereka pun masuk ke rumah untuk istirahat. Seketika tubuhnya diangkat oleh laki-laki itu.
“Eh kenapa kamu menggendong ku?” tanyanya heran.
“Ini sebagai permintaan maafku.” Jawabnya memberikan buket bunga.
“Sejak kapan kamu membelinya?”
“Sulap.” Ucapnya tertawa.
“Ada-ada saja, Terima kasih ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]
Romansa[Open Pre-Order] Hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri tak membuat Yusuf putus asa apalagi dirinya yang hanya seorang anak pungut yang di rawat oleh ibu angkatnya. Impian dan cita-citanya sempat terhambat karena ia harus menuruti permintaan ayah...