Uhuk! Uhuk!
Seorang laki-laki tua terbaring lemas di atas kasur, di temani putrinya yang mulutnya terus berkomat-kamit membacakan sebuah doa. Sakit Pak Kiai semakin parah terkadang batuknya mengeluarkan darah.
“Ayah, kenapa Ayah tidak ingin berobat ke luar negeri? Itu semua demi kesembuhan Ayah?” Tanya putrinya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ihat putriku, kita tidak punya biaya untuk berobat ke luar negeri, inshaAllah ayah bisa bertahan dan akan sehat.” Jawab ayahnya lesu.
Kulit yang semakin keriput, rambut putih dengan wajah yang pucat membuat wanita berkacamata itu khawatir dengan kondisi ayahnya.
“Ayah ….” Ucap Ihat yang meneteskan air mata melihat ayahnya memejamkan matanya.
Di suatu ruangan yang tidak bercahaya seorang laki-laki termenung menatap keluar jendela. Angin malam yang berhembus pelan membuat matanya sedikit perih.
“Kalau benar dia keluargaku tolong pertemukanlah dan biarkan kami berkumpul kembali menjadi keluarga yang utuh.” Batinnya.
Seorang perempuan berjilbab hitam memasuki kamar sambil membawa segelas teh di tangannya. Setelah menutup pintu, perempuan tersebut menghampiri dirinya dengan wajah yang sedikit pucat.
“Minumlah, Mas!” Pinta Hana yang kemudian gelas itu diterima oleh Yusuf.
“Hana, kamu tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat. Sakit?” Tanya Yusuf menyuruh Hana untuk duduk.
“Tidak, hanya lelah sehabis membersihkan rumah karena sekarang kan bibi sedang cuti.” Jelasnya.
“Jangan terlalu memaksakan pekerjaanmu, Hana. Ya sudah, aku pergi ke masjid dulu.”
“Boleh aku ikut?”
“Kamu yakin kuat? Wajahmu saja terlihat pucat.” Jawab Yusuf yang khawatir dengan kondisi Hana.
Ketika akan mengambil perlengkapan salatnya seketika tubuhnya lemas dan hampir terjatuh. Pada akhirnya Hana tetap di rumah.
“Hana, sebaiknya kamu di rumah aja.” Ucap Yusuf yang diangguki Hana.
Malam yang begitu sunyi, diterangi rembulan malam, seorang wanita tua membawa keranjang besar dan menaruhnya di depan masjid. Dengan senyum jahatnya ia pergi meninggalkan bayi yang menangis di dalam keranjang tersebut.
“Selamat tinggal, saya tidak ingin memiliki cucu laki-laki!” Ucapnya.
Wanita tua itu pergi dari masjid dan Pulang ke kediamannya, ketika di pertengahan jalan, saat akan menyeberang ada sebuah truk yang melaju dengan cepat ke arahnya.
Bommm!
“Nenek!”
Seorang laki-laki terbangun dari tidurnya.
“Astagfirullah, Apa tadi aku bermimpi? Si-siapa nenek itu?” Batinnya yang mencoba mengingat kembali isi mimpinya.
Ketika melirik jam dinding, jarumnya sudah berhenti di angka 11 yang di mana dirinya sudah lama tertidur setelah tadarus di masjid tersebut.
Aku harus segera pulang, kasihan Hana
Sesampainya di rumah, ia melihat Hana yang tertidur di sofa ruang tamu. Dengan tenang ia membangunkannya tetapi tidak direspons apa pun oleh gadis itu.
“Sepertinya dia sudah lama menunggu.” Batin Yusuf yang mengangkat Hana dan memindahkannya ke kamar.
“Yusuf?”
“Aku membangunkanmu, ya? Maaf membuatmu menunggu lama.” Ucapnya yang menurunkan Hana di atas kasur.
“Ke mana aja sih? Jam segini baru pulang, aku kan udah ngantuk.” Jawabnya.
“Maaf, tadi aku ketiduran di sana.” Jelasnya.
Gadis itu pun membuka jilbabnya dan terlihat rambut pirangnya yang panjang.
“Warna rambutmu ganti?” Tanya Yusuf memegang beberapa helai rambut Hana.
“I-iya, gak boleh, ya? Aku pakai pewarna alami kok yang halal.” Jawab Hana ragu.
“Bagus kok, warnanya indah, aku suka.” Mendengar jawaban itu membuatnya bingung.
“Hah?”
“Asalkan bukan hitam, sudah malam tidurlah.” Ucap lelaki itu mengelus lembut kepala Hana.
Maksudnya gue gak boleh warnai rambut pakai warna hitam? Baru tau gue, syukurlah dia suka
Perlahan matanya terpejam.
Di keheningan malam, seketika dering telepon berbunyi nyaring membuat mereka terbangun dari tidur.
“Siapa sih? Ganggu orang tidur aja!” Kesal Hana yang mencari sumber suara itu.
“Assalamualaikum, ini siapa?” Ucap Yusuf yang menjawab panggilan ponselnya.
“Yusuf! Cepat keluar rumah! Darurat!”
Suara Nizar terdengar khawatir membuatnya bergegas keluar rumah diikuti langkah Hana.
Ada apa sih?
Pintu pun di buka, mereka berjalan menuju gerbang rumah dan melihat Nizar berdiri di sana.
“Suf, Pak Kiai ingin bertemu denganmu,”
“Lo gila? Ini tengah malam, ya kali ke pesantren? Mana ganggu orang tidur aja!” Kesal Hana menatap sinis Nizar.
“Iya-iya maaf, tapi beliau ingin sekali bertemu dengan kamu.” Jelasnya.
“Baiklah.”
Di Pesantren, sakitnya semakin parah hingga membuatnya tidak bisa berjalan. Putrinya yang bernama Solihati sudah kebingungan bagaimana cara membuat sang Ayah kembali sehat.
“Sudahkah Yusuf datang?” Tanyanya yang mencoba bangkit dari tidur.
“Sebentar lagi Ayah. Emmmm, kenapa Ayah sangat senang bila Yusuf ada di sini?”
Pertanyaan putrinya hanya dibalas senyuman tulus dari sang Ayah.
“Ayah juga tidak tau kenapa ayah sangat senang bila dekat dengan anak itu, dia baik sekali, tadinya ayah sangat berharap dia bisa berjodoh dengan cucu Ayah, tetapi Allah berkata lain.” Jawaban itu membuatnya terdiam.
Maksudnya, Yusuf bisa menjadi imam bagi Nurul? Yahh… itu tidak akan terjadi, anak itu sudah menikah
Langkah kaki terdengar memasuki gerbang pesantren. Dengan cepat Yusuf berlari menuju tempat Pak Kiai dan melihat keadaannya.
“Pak Kiai, Anda-”
“Panggil saja saya kakek, akhirnya kamu datang Yusuf.”
“Kakek, sebenarnya sakit apa? Dan kenapa saya dipanggil ke sini?” Tanyanya dengan suara pelan.
“Saya hanya ingin bertemu dengan kamu untuk terakhir kalinya, saya pikir kamu akan menjadi imam cucu saya, tetapi ternyata lain. Dan saya berharap, suatu saat nanti ada orang yang sepertimu untuk bisa mendampingi cucu saya, Kemarilah.”
Laki-laki itu tersenyum membuat matanya berkaca-kaca. Yusuf paham maksud perkataan Pak Kiai, dia pun mendekat ke telinga Pak Kiai dan membantunya membacakan syahadat.
Kakek....
Malam yang tenang kini berubah menjadi malam berduka. Seluruh santri bersedih setelah mendengar kabar wafatnya Pak Kiai selaku pengurus pesantren tersebut.
“Sabar Nur,” Ucap Iis menenangkan hati sahabatnya.
“Umi, sudahlah ini sudah takdir.”
Sebagian santriwati menenangkan Umi Ati yang terus menangis melihat ayahnya wafat.
Hari semakin pagi, matahari terbit memancarkan cahaya hangat yang terasa di kulit. Pemakaman telah berakhir tetapi kesedihan masih terukir. Nurul dan teman-temannya masih setia menunggu ibunya yang masih ingin dekat dengan Pak Kiai.
“Suf, ayo pulang, Aku ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.” Bisik Hana sembari menyenggol lengannya.
“Baiklah.”
![](https://img.wattpad.com/cover/285538289-288-k927795.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]
Romance[Open Pre-Order] Hidup sebagai mahasiswa sekaligus santri tak membuat Yusuf putus asa apalagi dirinya yang hanya seorang anak pungut yang di rawat oleh ibu angkatnya. Impian dan cita-citanya sempat terhambat karena ia harus menuruti permintaan ayah...