Bab 19 Lari Pagi

261 51 2
                                    

Tetesan air hujan berhenti ketika jam menunjukkan pukul 4 pagi, seorang perempuan yang terlelap tidur akhirnya terbangun mendengar alarm berbunyi di ponselnya.

“Sudah hampir subuh, adu duh pinggang gue sakit! Kek remuk aja gue. Duhh....” Batinnya yang mencoba untuk duduk tetapi tidak bisa.

Ketika melirik ke sampingnya terlihat pangerannya itu masih tertidur pulas. Ia mencoba membangunkannya agar tidak ketinggalan salat subuh.

“Hei, bangun! Ayo bangun sudah hampir subuh, Yusuf?”

Jarinya yang menusuk-nusuk kan ke pipi Yusuf dan perlahan mata lelaki itu terbuka.

“Hana, kamu tidak apa-apa?” Tanyanya melihat ekspresi berbeda dari Hana.

“Iya, a-aku ke kamar mandi dulu,” Jawabnya mencoba bangkit dari tempat tidur tetapi salah satu tangannya di pegang oleh Yusuf.

“Kenapa Mas?” Tanya Hana.

“Mau aku antar?”

“Aku bisa sendiri.” Jawabnya tersenyum.

Selesai salat subuh, papanya datang dan mengajak mereka untuk joging pagi. Langit berwarna biru gelap, Embun yang menempel di dedaunan dan genangan air bekas hujan semalam menambah segarnya pagi itu.

“Baru jam segini sudah ramai, ya?” Ucap Hana melihat sekeliling.

“Benar, apalagi nanti bila sudah jam enam.” Jawab Papanya.

Aduh!

“Kenapa Hana? Masih sakit?”

“Sakit apa? Hana kenapa kamu, Nak?” sambung Papanya khawatir.

“Eeee... Dia–”

“Jatuh dari tangga, iya kemarin aku jatuh dari tangga, Pah.” Ucap Gadis itu memotong kalimat Yusuf.

“Astaghfirullahalazim, lain kali hati-hati, ya? Papa khawatir sama kamu.” Hana mengangguk menjawabnya.

Hari semakin pagi, Mereka beristirahat di sebuah taman. Yusuf pergi untuk membeli air mineral di toko dekat mereka berdiam.

“Hana, bila papa sudah tiada nanti, papa ingin kamu tetap di rumah dan jaga rumah itu yang penuh dengan kenangan.”

Hatinya sedikit sedih mendengar ucapan Papahnya itu.

“Jangan bilang seperti itu Pah, Papah pasti akan selalu sehat!” Jawab Hana memeluk Papanya.

Ketika beristirahat di kursi taman matanya teralihkan dengan Yusuf yang sedang membawa barang-barang ditemani Nurul di sampingnya. Ia lantas beranjak dari kursi dan menghampiri Nurul.

“Stop! Kenapa kalian bisa bersama? Suf, katanya lo udah move on dari Nurul?” Tanya Hana bernada kesal.

“Hana dia-”

“Maaf Anda siapa? Eeee... tiba-tiba nyalahin saya?”

Dengan tangan yang dirapatkan laki-laki itu meminta penjelasan pada Hana.

“Hilang ingatan jangka pendek lo? Gue Hana Suf, istri lo!”

Mendengar perkataan itu membuat pemuda bersorban tersebut bingung dan hanya terdiam.

“Istri? Kapan aku menikah?” Lelaki itu terheran.

“Hana, dia bukan-”

“Diam Nurul! Aku sedang bicara!” Potong gadis itu.

Ketika Hendak memegang tangan laki-laki di hadapannya seseorang lebih dulu memegang tangannya dari belakang.

“Hana?”

Saat berbalik melirik siapa yang memegang tangannya, gadis itu terkejut melihat suaminya berada di belakangnya.

“Ha? Bentar, Yusuf … Amoeba!”

Mereka panik melihat Hana yang pingsan dan segera membawanya ke tepi jalan.

Harum minyak angin membuat gadis itu siuman. Ketika sudah cukup pulih mereka menjelaskan dan memperkenalkan laki-laki itu. Dia Syakir yang kebetulan lewat melihat Nurul yang kesusahan membawa barang-barang.

“Jadi tadi dia membantumu? Maaf ya aku tadi-”

“Tidak apa-apa,” Jawab laki-laki itu.

“Apakah kalian saudara? Kenapa wajah kalian sangat mirip?” Tanya Nurul.

“Entahlah, tapi saya rasa … iya.” Jawaban laki-laki itu membuat mata Yusuf tertuju pada Syakir.

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang