Bab 24 Mengikhlaskan

310 55 0
                                    

Di sisi lain, seorang gadis berbusana muslim berjalan membawa beberapa barang yang cukup berat. Tiba-tiba kantong plastik robek dan isinya keluar berceceran.

“Aduh gimana ini? Harus cepat!” Seketika sebuah tangan membantunya mengumpulkan buah yang berserakan.

“Biar saya bantu sampai pesantren.” Ucap Syakir tersenyum.

Gadis itu mengangguk dan kembali berjalan. Pagi itu angin berhembus kencang hingga membuat cadarnya hampir tertiup angin. Lelaki itu menyerahkan peniti padanya untuk mengikat cadarnya agar tidak ikut tertiup angin.

“Jangan sampai terlihat oleh siapa pun, termasuk aku.” Ucap Syakir tersenyum. Nurul tertunduk diam, tersipu dengan senyuman lelaki itu.

“I-iya, Terima kasih.”

“Bagaimana keadaan di pesantren?”

“Alhamdulillah baik-baik saja. Mmm… Syakir, apakah rumahmu ada di sekitar sini?”

“Ah tidak, aku hanya kebetulan lewat.” Jawabnya.

“Oh gitu....”

Dia sungguh mirip dengan Yusuf, dari segi wajah, sikapnya hingga senyumnya. Ya Allah apakah laki-laki ini akan menggantikan orang yang pernah saya sukai dulu?

Sesampainya di depan gerbang pesantren, laki-laki itu pamit. Nurul pun masuk dan mengantarkan belanjaannya ke dapur. Seketika terdengar suara bising di dekat ruangan tersebut. Terlihat dua santri dengan uminya yang sedang berbicara.

“Hana hamil?”

Gadis itu terkejut, lalu mendekati uminya untuk mendengar lebih jelas percakapan tersebut.

“Umi, siapa yang hamil?”

“Ini ada kabar dari Yusuf, katanya Hana sedang hamil.”

Entah ingin bahagia atau sedih mendengar sahabatnya tengah berbahagia sedangkan di sisi lain orang yang di idolakannya sudah benar-benar milik orang lain.

“Wah, selamat.” Senyum tipisnya.

Bila aku berani mencintaimu maka aku harus berani juga untuk melepaskanmu. Cinta ini sepihak, tetapi tetap ku jalani walau terasa sakit.

Hatinya berkata mendengar perkataan tersebut. Iis yang mendengar di belakang Nurul ikut berbahagia atas kabar dari temannya.

“Selamat.”

Kehilanganmu memang menyakitkan, tetapi bukan akhir dari segalanya. Aku bisa bahagia, meski tanpa dirimu.

“Aku yakin, Allah memiliki rencana yang lebih baik dari semua itu.” Kakinya melangkah pergi meninggalkan Nurul dan yang lainnya.

Di saat yang sama, wanita paruh baya bersujud syukur ketika mendapat kabar dari putranya.

“Aku akan jadi Nenek! Semoga mereka selalu diberi pelindungan.”

“Ibu stres? Senyum-senyum sendiri! Ada apa memangnya?” Raut kesal di wajah Badra.

“Ini ada kabar bahagia, Istri adikmu sedang hamil.”

Matanya membulat besar mendengar perkataan tersebut. Badra tak menyangka gadis pujaannya sudah benar-benar pergi.

Gak mungkin, gua harus bertanya langsung!

Badra pergi dengan penuh amarah.

YUSHAN [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang