Part 4: Kata Orang

53 18 9
                                    

°×°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°×°

“Bener di sini?”

Senyumnya terlihat saat aku mengganggukkan kepala dan berjalan ke arah laki-laki yang sedang sibuk memasak nasi goreng di kuali besar itu. Rio memilih mengambil posisi duduk di kursi plastik tanpa meja dekat ember penampungan air hujan bang Asep.

“Dua ya bang, yang satu kayak biasa, satunya lagi luar biasa.”

“Karena datangnya sama orang yang gak biasa?” tawa bang Asep memperlihatkan gigi patahnya yang ia bilang sebagai keberuntungan di daerah rantau.

Perlahan rintik hujan menyapa kota ini, mengabulkan doa para jomblo yang terkurung di dalam rumah. Aku merapatkan hoodie yang menutupi kepala, menutup telinga agar sedikit meredakan suara berisiknya.

“Gue suka hujan.”

“Iya kah?” tanyaku padanya dengan nada yang cukup histeris.

“Gak usah lebay.” Rio menyuapkan satu sendok nasi goreng yang ada di dalam piringnya ke mulutku

Aku langsung memejamkan mata saat nasi itu bersentuhan dengan lidah yang sensitif seperti pantat bayi. Rasa pedasnya membakar telinga, dan mungkin bisa menghanguskan cacing yang ada di dalam perut.

“Gue pikir lo suka gue.” Aku melanjutkan kata yang sempat tertunda karena nasi goreng luar biasa ini.

Entahlah, semenjak dengannya aku tertular segala jenis kosa kata para buaya. Tidak salah jika Erin dan Ayu mengatakan, sebentar lagi aku akan membuka peternakan buaya.

Semenjak Aji pindah ke luar daerah aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Rio. Not so bad with him, but i feel perfect.

“Kalau udah bucin mah beda, ya.”

Aku hanya tersenyum jika salah satu dari temanku mengatakan hal seperti itu, karena belakangan ini aku benar-benar lebih banyak bersamanya. Dan pandangan Erin pada Rio, akhirnya bisa kupatahkan.

“Rio itu baik, lo mandang jelek dia karena lo belum kenal dekat.”

Dan ternyata benar, semenjak Rio sering membantuku packing barang, malahan Erin yang lebih dekat dengan Rio.

“Bang Yok!” teriak Erin dari dalam kamar saat melihat Rio sedang sibuk menghitung berapa paket pesanan yang harus aku antar.

“Diem dulu!” Rio berteriak balik pada Erin, dan percayalah sebentar lagi dia pasti lupa sudah kotak keberepa yang ia hitung.

Bumi Untuk Hujan ✔️  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang