°×°
Jari-jari kaki yang terlihat di ujung sendal menjadi objek pandanganku setelah Aji datang beberapa saat yang lalu.
"Yakin, ngomongnya di sini aja?"
"Iya, aku gak ngomong banyak kok. Cuma mau minta maaf sama Aji."
Kali ini aku mengalihkan tatapanku padanya. Jelas di mata Aji menanyakan maksud dari permintaan maafku.
"Aji baik sama Niken, Aji selalu kasih sebuah rasa nyaman, selalu lindungi. Tapi, Niken dengan bodohnya gak bisa nerima itu lagi, Ji. Aji berhak dapetin wanita yang bener sayang sama Aji, wanita yang bisa balas kebaikan Aji."
Mataku tak beralih darinya, laki-laki itu mengangguk, dan kurasa dia paham dengan maksudku.
"Tapi, kita bisa teman 'kan?"
Makna teman yang ia katakan, apakah pertemanan biasa atau definisi berbeda. Aku tidak tahu bagaimana menjawabnya. Karena selama ini pertemanan kami jelas berbeda.
Aji menarik napasnya dan tersenyum. "Tenang, pertemanan kita layaknya teman biasa. Niken gak usah ngerasa terbebani. Tapi, buat sekarang, izinin Aji pergi, ya. Nanti kita ketemu lagi, disaat udah punya pasangan dari tokoh kita masing-masing."
Aku mengangguk pelan, melemparkan senyuman yang penuh rasa bersalah. Karena aku, sosok wanita lain yang sangat mencintai Aji kehilangan laki-lakinya.
"Aji gak lulus seleksi buat pemeran tokoh cerita dalam hidup kamu. Semoga, dapat tokoh yang bakal ngehidupin ceritanya, dan bikin cerita kamu lebih berwarna, ya."
Laki-laki itu bangkit dari tempat duduknya, menarik napas dan menghembuskannya, lalu ia tersenyum.
"Aji boleh minta peluk? Buat yang terakhir?"
Awalnya aku ingin memberikan permintaan terakhirnya, tapi setelah melihat sosok yang berada di luar pagar, dengan kantong plastik di tangan kirinya dan seorang anak di dalam gendongan, aku menggelengkan kepala pada Aji.
"Niken gak bisa, Ji. Ada hati yang harus Niken jaga."
Aji kembali menganggukkan kepala, entah anggukan keberapa yang ia berikan malam ini. Dengan tangan yang masuk ke dalam kantong celana, ia berbalik dan mata dua laki-laki itu beradu. Sekarang, Aji tahu siapa pemeran yang kupilih dalam ceritaku.
Aku menundukkan kepala saat mata Aji kembali melihatku.
"Tegakkin kepalanya, dia nungguin kamu di sana. Sambut dia sama senyuman, ya. Aji pamit."
Aku mendongakkan kepala saat Aji sudah berjalan menuju mobilnya, tapi ia tidak langsung masuk ke dalam. Ia menghampiri Rio, sedikit berbincang dan terlihat ada senyum yang terpancar dari dua laki-laki dewasa itu.
Setelah anggukan yang diberikan Rio, Aji pergi sambil mengusap kepala Zergan. Jelas, anak itu tidak asing melihat Aji, namun ia hanya menatapnya dan kembali mengalihkan pandangan pada mobil yang ada di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Untuk Hujan ✔️
RomancePeringkat 1 🥇 dalam Event Writing Marathon 30Day's With Karoden Jateng (Tamat) Bumi memang tempat hujan berpulang Tapi, tidak selamanya bumi bertahan dengan hujaman yang datang. _____________________________________ "Ini hanya perihal Hujan atau...