~Aku begitu egois menyalahkannya terlalu cepat~
°×°
Belum ada pertanda Rio akan sadar. Aji pun masih setia menungguku walau sesekali mendapat tatapan tajam dari Mona atau Wendy. Aku tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka berdua, 'baru aja putus sama Rio, udah ada yang baru aja.'
"Udah larut, saya boleh izin bawa temen saya pulang?"
Semua pandangan tertuju pada Aji.
"Lagian udah banyak yang nungguin dia, tapi nanti kalau ada perkembangan, boleh minta tolong kabarin temen saya?" tanya Aji pada Mona, yang langsung dibalas dengan anggukan.
"Hati-hati, Ken." Jidan melambaikan tangannya saat aku berjalan di sisi Aji.
Angin malam menembus ke dalam mobil Aji, membuat suasana semakin dingin. Semenjak ia membawaku pergi, kami hanya diam. Membiarkan masing-masing kepala bergelut di dalam sana.
'Teman.'
Jelas, Aji mengatakan itu. Bukannya aku kecewa, tapi aku merasa dia mengerti dengan posisiku. Apa dia tidak apa-apa, dan bukannya dia sedang berusaha? Bahkan bagiku, tidak ada salahnya dia mengakui aku lebih dari teman, apa aku saja yang terlalu percaya diri?
Hingga mobil masuk ke pekarangan rumah, masih tidak ada kata yang keluar. Kali pertama aku merasa canggung dengannya.
"Pasti kepikiran 'kan?" Aji merubah posisinya menghadap ke arahku. "Dia gak bakal kenapa-kenapa," sambungnya.
Aku menggelengkan kepala, dia salah. Aku lebih memikirkan bagaimana perasaan laki-laki yang ada di sampingku sekarang.
Aku mengangguk singkat, dan ikut mengubah posisi. Sekarang kami saling berhadapan.
"Tapi, aku lebih kepikiran apa yang kamu bilang sebelum kita pergi."
"Apa? Emang ada yang salah?" tanyanya sedikit panik, yang langsung kubalas dengan gelengan singkat.
"Bukannya kamu lagi berusaha buat nyari tempat, dan aku juga pernah bilang kalau kamu ada peluang, tapi kenapa kamu ngakui kita teman?"
Pertanyaan itu disambut dengan tawa, membuatku salah tingkah. Kali ini aku memang berlebihan, terlalu percaya diri.
"Aji 'kan emang masih temenan sama kamu, kita gak ada status yang ngikat, dan kita baru ada ditahap pertemanan. Buat kamu, Aji gak mau buru-buru, takutnya kamu bosan. Aji lagi nunggu kamu bener-bener nyaman, dan baru kita omongin hubungan yang serius."
Tidak tahu jawaban apa yang akan aku berikan padanya. Laki-laki sedewasa ini, kenapa masih belum kuberikan tempat untuknya.
Hanya kata terima kasih yang kukatakan sebelum menutup pintu mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Untuk Hujan ✔️
RomancePeringkat 1 🥇 dalam Event Writing Marathon 30Day's With Karoden Jateng (Tamat) Bumi memang tempat hujan berpulang Tapi, tidak selamanya bumi bertahan dengan hujaman yang datang. _____________________________________ "Ini hanya perihal Hujan atau...