Part 17: Alasanku

32 9 10
                                    

°×°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°×°


"Emang pernah ketemu Papa?"

"Ketemunya nanti aja, pas lamaran."

Aku tidak menemukan wajah keseriusan dari laki-laki itu, dan benar saja. Setelah kalimat itu terlontar dari mulutnya, ia tidak lagi terlihat. Bahkan, yang mengantar dan menjemput Zergan adalah neneknya, lebih tepatnya mama Rio.

Pesanku bahkan tidak dilirik sedikit pun, panggilan yang tidak dijawab padahal sebelumnya terlihat online. Apalagi yang diinginkan laki-laki yang berstatus pacarku.

"Rio kemana, ya Nte?"

Aku memberanikan diri untuk bertanya pada mamanya. Semoga dia mengenali wajahku.

"Ha, kamu kerja di sini. Yang sering beli nasi 'kan?"

Perlahan senyumku pudar, tapi dengan cepat memaksakan untuk tetap terlihat tersenyum di hadapannya. Dia tidak ingat jika ia pernah mengambil Zergan dari gendonganku.

"Jadi, kamu kenal Rio?" tanyanya.

Bagaimana bisa tidak mengenalinya, hampir satu tahun aku mengenalnya. Ya, hampir satu tahun, aku belum tahu banyak tentang dirinya dan aku menerima dia tanpa berpikir panjang.

"Siapa yang gak kenal Rio, Bunda," sahut kepala yayasan, ia mungkin peka dengan ekspresiku sekarang.

"Kalau ke sini, nunggu Zergan. Ada aja kata-kata dia yang bikin ketawa. Anaknya ramah juga," sambung wanita itu.

"Oh iya, Ken. Ada beberapa jadwal seminar ibuk. Itu tolong di-print kan, ya."

Jujur, aku berterima kasih saat wanita itu menyuruhku sehingga ada alasan untuk pergi dari hadapan mama Rio. Sebuah rasa yang tidak bisa kudefenisikan saat dia tidak mengenaliku.

Apa aku yang terlalu berharap banyak pada hubungan yang masih tidak jelas dengan si pemiliknya.

**

Minggu kedua, aku masih belum mendapat kabar darinya. Tapi, entah kenapa disaat tidak ada dia, Aji selalu datang. Membuat rasa kehilangan itu tidak terlalu terasa. Aku merasa jika Aji tahu kapan waktu yang tepat untuk masuk ke dalam hidupku.

Satu sisi aku ingin mengakhiri hubungan dengan Rio, tapi di sisi lain aku tidak ingin melepaskannya karena dia sosok yang berbeda dari sekian banyak laki-laki.

Dia bukan pasangan yang melarang ini itu, sosok yang membebaskan aku melakukan apa saja, dan tidak pernah melarang apa yang aku inginkan.

"Kalau mau makan aja, tapi jangan banyak-banyak. Doain buat obat."


Dan satu hal lain yang kusukai yaitu, cara dia memandangku. Dia bisa menempatkanku sebagai pasangan dan teman.

Bumi Untuk Hujan ✔️  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang