°×°
"Kenapa malah emosi kamu yang pecah?" tanya Buk Ara dengan nada tenangnya. "Kamu marah karena apa?" tanyanya lagi.
Wanita yang ditanyai hanya menunduk, kemarahannya membuat satu rumah terkejut dengan sisi lain seorang Sherina. Dan alhasil, kami dipanggil ke kamar Buk Ara.
"Marah gak bakal nyelesain masalah, Rin. Lagi pula ini masalah Niken, bukan kamu."
Rasa sakitku seakan terobati untuk sementara karena Erin, disatu sisi aku membenarkan perkataan Rio. Hanya teman yang bisa ringanin beban, walau buat sementara.
"Gak ada yang Erin punya kecuali mereka, Buk. Erin takut, dia ngelakuin hal yang salah lagi dan bikin dia terluka lagi," jawab Erin pelan.
Jawaban singkat itu sudah mengahangatkanku kembali. Dia menjagaku seakan aku adalah bagian dari keluarganya, padahal kita hanya bertemu karena ditempatkan pada ruangan yang sama.
"Iya, Ibu tau. Tapi, lain kali jangan dengan cara ini lagi, ya. Kalau Niken salah, kamu nasehatin. Kalau Niken butuh dukungan, kamu semangatin."
Berakhir dengan lirikan, dan tawa di ujungnya.
"Agak lebay, ya."
"Banget, sih. Tapi, gue emang bego," ucapku sambil menutup kamar dan mendapati Ayu sudah berbaring di tempat tidurku.
"Oke, ceritakan dari nol sampai titik akhirnya ke gue, sekarang," ucap Ayu sambil bangun dan menyilakan kakinya menatap kami berdua.
**
"Kondisinya beda, aku gak mau nyakitin orang, Ji."
"Tapi, pacar aku gak ada hubungannya sama kamu." Aji meraih tangannku, hanya sentuhan singkat aku melepaskan darinya.
"Kalau sekedar temenan, aku bisa. Tapi, teman yang kayak gini, aku gak bisa, Ji. Seakan aku perusak hubungan kalian."
Aji kembali menyangkalnya. Sesuai dengan arahan dua temanku, jika dia tidak mengakhirinya, maka aku yang akan melepaskannya. Jadi manusia, kita tidak boleh terlalu rakus akan suatau hal.
"Kalau kamu suka aku, putusin dia. Tapi, kalau kamu kasihan sama dia, aku gak bisa sama kamu lagi." Aku menatapnya lekat. "Kamu tau kalau aku udah gak sama siapa-siapa lagi, dan kamu juga bisa nyari tempat di hati aku. Peluang kamu besar."
"Aku kasih tau ke kamu, cewek itu mudah nyaman, Ji," ucapku sebelum meninggalkannya.
Tidak ada rasa hampa, kepergian mereka ternyata tidak terlalu memunculkan luka. Di kelilingi dengan teman yang hampir mendekati kata gila, dan melihat senyuman anak-anak ini yang menenangkan jiwa-menggemaskan.
Zergan sudah kembali, anak itu benar sakit. Bahkan, tubuhnya sekarang terlihat lebih kurus dari biasanya.
Anak itu tidak menolak berada di pangkuanku, hari ini pekerjaan kami tidak terlalu banyak, dan siswa TK dipulangkan karena ada kunjungan mendadak dari pihak dinas pendidikan. Karena, sekolah ini memang sedikit membangkang, karena masih melakukan tatap muka dengan para siswa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi Untuk Hujan ✔️
RomancePeringkat 1 🥇 dalam Event Writing Marathon 30Day's With Karoden Jateng (Tamat) Bumi memang tempat hujan berpulang Tapi, tidak selamanya bumi bertahan dengan hujaman yang datang. _____________________________________ "Ini hanya perihal Hujan atau...