Part 16: Tentang Dia Yang Tak Mungkin

52 14 59
                                    

°×°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°×°


Awan bergerak membawa beban yang terlihat berat. Sebentar lagi, langit kembali bersedih. Akhir-akhir ini memang sering turun hujan, kabar banjir selalu terdengar diberita pagi yang selalu ditayangkan Buk Ara sebelum kami pergi bekerja.

"Payung jangan lupa!" teriak Buk Ara setiap pagi dari depan televisi tanpa melihat ke arah kami.

Dua hari yang lalu, kami kedatangan anak asuh baru. Anak kecil yang masih berusia kurang dari dua tahun, menggemaskan. Bahkan, Erin selalu menculiknya dan membawa ke ruang tata usaha. Selagi tidak ada kepala yayasan, kami bisa leluasa membawa anak-anak menggemaskan itu bersama kami.

Aku masih sibuk dengan laporan pengeluaran bulan ini. Sesekali aku melihat ke arah Erin, ia terlihat begitu asik dengan anak yang didudukkannya di atas meja.

"Udah cocok, Buk. Tinggal nyari bapaknya," timpalku dari balik komputer.

Erin mengabaikanku, ia terlalu asik membuat anak itu tertawa karena wajah konyol yang diperlihatkan Erin.

Sebuah pesan muncul di layar komputer, dan itu dari Rio. Aku sudah menebak apa isi pesannya.

Rio <3:

Nanti mungkin telat lagi jemput Zergan, gapapa ya? ❤️

Aku hanya bisa menghela napas setiap melihat pesan itu. Sudah satu minggu Rio telat menjemput Zergan, dan aku yang terkena imbasnya. Bukan karena jam kerjaku yang bertambah, tapi karena mulut para guru dan pengasuh yang menertawakanku. Walau hanya sekedar bercanda, tetap saja. Aku cukup risih.

"Sebenarnya yang lagi simulasi itu kamu, bukan Erin."


Senyuman yang terus menggodaku selalu kudapatkan dari ibu-ibu yang masih terlihat muda ini. Karena, sesekali aku melihat Zergan yang sedang bermain atau mencoba mengajaknya berinteraksi.

"Emosi dia itu gak ada, Ken," ucap kepala yayasanku yang baru saja datang dengan dua kantong makanan di tangannya, ia ikut melihat ke arah Zergan.

Aku menganggukkan kepala, karena di dalam otaknya ada rekaman akhir hidup mamanya.

Hanya tinggal beberapa anak, Rio datang dengan mobil kuning yang sekarang sering ia bawa kemana pergi, aku ragu jika itu milik abangnya.

"Gak percayaan jadi manusia," ucapnya sambil menunggu Zergan yang sedang dibersihkan di dalam.

Bukan Rio namanya jika tidak diterima dimana saja. Bahkan, ia bisa akrab dengan kepala yayasan yang terkenal muka datar.

"Kata Niken kamu bakal telat jemput Zergan, makanya dia terakhir dibersihin."

Bumi Untuk Hujan ✔️  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang