20. rasa sakit

1K 114 17
                                    


**


Setelah melakukan kegiatan kecil di pagi hari tadi, para paman BTS beserta anak-anaknya istirahat sebentar di villa sebelum akhirnya kembali beraktivitas.
Surfing, akan menjadi kegiatan selanjutnya. Ini adalah request-an paman Hoseok untuk Lucas. Walaupun hanya di depan villa yang terhubung langsung dengan pantai sih. Tapi tak apa, asalkan anak dari sahabatnya itu suka.

Semuanya mengikuti kegiatan ini. Kecuali Jisung yang masih balita dan Yoongi yang menjaganya.
Lucas telah siap dengan baju surfing. Ia nampak menenteng papan seluncur yang berat itu. Ingin segera bermain dengan ombak tetapi harus menunggu yang lainnya dulu.

"Lucas." Paras tampan itu menoleh ke arah papa yang berjalan menghampirinya dengan membawa rompi pelampung.

"Pakai ini ya nak!"

Lucas menggeleng.
"Tidak mau. Lucas ingin seperti paman-paman itu." Tangannya menunjuk ke beberapa pria dewasa yang tampak hebat dengan tubuh meliuk-liuk di tengah pantai.

"Mereka,kan sudah dewasa hampir seumuran dengan papa. Sedangkan kau masih kecil. Pakai atau papa larang main surfing." Sepertinya ancaman Taehyung ampuh untuk si polos Lucas.
Anak itu memakainya dengan malas-malasan. Di bantu dengan Taehyung yang terkekeh gemas. Melihat ekspresi cemberut Lucas.

"Habis ini Lucas mau susu pisang ya pa," ucap Lucas yang rindu akan susu pisang karena selama tinggal bersama sang papa, Lucas hanya minum susu coklat panas.

"Lucas suka?"

Lucas mengangguk antusias.

"Kenapa tidak di beritahu sejak dulu. Kan, papa bisa beliin banyak buat Lucas."

"Hehe.. tapi susu pisangnya di campur sama soda." Lucas memperlihatkan susunan giginya yang rapi. Menggemaskan sekali anaknya Kim Taehyung ini.

"Ya... Nakal sekali anakku ini." Taehyung menggelitik tubuh Lucas yang menggeliat kegelian itu.

"Ampun papa.. ahaha..."

Mereka berjalan beriringan memasuki pantai. Mata bulat Lucas berbinar menanti ombak untuk bermain. Taehyung menggandeng Lucas. Membawanya untuk mendekati pelatih.

"Lucas sudah jago pa. Tidak perlu pelatih-pelatih," ucap Lucas pelan. Takut sang pelatih dengar.

"Harus mengikuti peraturan dong sayang."

Lucas menghela nafas pelan. Mau olahraga saja, papanya cerewet sekali. Yang ia lakukan hanya mengikuti perintah papa. Berharap pelatih di depannya cepat menyelesaikan tugasnya dan ia bisa bermain dengan air. Itu saja.

Jimin menatap Lucas kagum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin menatap Lucas kagum. Keseimbangan Lucas luar biasa walaupun papan surfingnya meliuk terkena ombak tetapi tubuh itu masih bertahan di atasnya. Bangga sekali ia dengan anak dari sahabatnya ini.

Berbeda dengan Jimin dan yang lainnya yang tengah menatap kagum Lucas. Taehyung malah was-was. Khawatir jika sesuatu hal buruk akan terjadi pada sang buah hati. Taehyung menatap cemas Lucas. Sesekali berteriak jika tubuh anaknya jatuh.

"Lucas sedang bahagia. Kenapa kau malah seperti itu Tae?" Tanya Jimin. Mungkin ia sedikit terganggu dengan Taehyung yang mendumel di sampingnya sedari tadi.

"Aku khawatir."

"Tetapi anak yang kau khawatirkan sedang tersenyum senang. Cobalah untuk sedikit saja membebaskan Lucas. Aku tau kau takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi, bukankan kita juga harus tetap optimis."

Taehyung menghela nafas pelan mendengar nasehat teman sebayanya itu. Tak lagi membalas ucapan Jimin dan kembali fokus kepada Lucas yang sudah berada di pinggir pantai. Dengan cepat ia berlari menghampirinya.

"Sudah ya Lu. Ini sudah hampir satu jam kau bermain-main." Lucas mengangguk pasrah kala tangan papanya menariknya kembali menjauh dari pantai. Tak lupa ia berpamitan pada si kembar Jeno dan Nana yang juga ikut bermain dengannya.

.
.
.

"Eungh.." Lucas menggeliat kecil. Mata bulatnya kembali terbuka setelah tertidur tadi siang. Dilihatnya jam yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Ia mengedarkan pandangannya pada ruangan yang masih asing baginya. Tidak ada siapapun disini. Ia sendirian.

Tiba-tiba, bau anyir menyeruak diiringi dengan lelehan darah yang mengalir pada kedua lobang hidung bangirnya.
Lucas mencoba tenang. Mendudukan dirinya dan mengambil tissue yang berada tepat di nakas. Tangannya gemetar kala mengusap darah yang tak mau berhenti keluar itu. Kepalanya juga ikutan sakit. Lucas meneteskan air mata. Ia takut. Tidak ada siapapun disini dan ia tengah kesakitan.

"Papa," panggilnya sekuat tenaga. Dimana papanya? Dimana malaikatnya yang selalu menemaninya? Ia sedang kesakitan disini. Kenapa malah ditinggal?

Setelah beberapa saat berkutat dengan darah. Akhirnya berhenti juga. Lucas dengan tertatih, membuang tissue yang penuh akan darah itu ke tempat Sampah. Lalu, kembali ke ranjang. Ia memejamkan matanya erat. Kepalanya sakit sekali.

"Hiks." Ia menangis. Tidak tahan dengan rasa sakit di kepalanya. Tubuhnya lemas luar biasa. Yang hanya bisa ia lakukan adalah menangis sembari memanggil nama papanya dengan lirih.

Lucas memejamkan mata kala rasa sakit itu semakin menjadi. Kanker itu semakin menggerogoti tubuh kurusnya. Bayangan akan hal-hal buruk berkecamuk di kepala kecilnya.

"Tuhan, jika waktuku tidak lama lagi. Tolong, setidaknya beri papa kebahagiaan," batinnya di sela-sela kesakitannya.

"Arrghh." Ia memukul-mukul kepalanya yang semakin sakit itu. Tetapi, bukannya mereda, malah bertambah sakitnya. Hingga kesadarannya terambil alih oleh kegelapan diiringi dengan rasa sakit yang tak tertahankan.

"Papa," batinnya sebelum semuanya gelap.

LUCASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang