PROSES REVISI.
TYPO BERTEBARAN!!JANGAN LUPA PENCET TOMBOL VOTENYA AGAR AUTHOR LEBIH SEMANGAT NULISNYA.
Alena berjalan sedikit cepat.
"Cie ada yang patah nih" Ledek seorang siswi."Mau milikin eh malah milik orang lain" Siswi lainya.
Tiba tiba suara tawa menggema di sepanjang kolidor. Kini Alena menjadi pusat perhatian. Alena menangis, apakan ia hidup untuk di rendahkan?.
"Sosoan suka sama Vano, itu tuh akibatnya!" Siswi lain ikut menyahuti.
"Cuman sakit kan yang lo dapet." Sinis siswi lain.
Dengan bibir bergetar Alena berbicara.
"Emang apa salahnya mencintai seseorang?!" Alena menjeda ucapanya."Apakah ketika gue mencintai seseorang gue harus mendapatkan persetujuan dari kalian semua?" Tanya Alena tanpa menoleh ke belakang.
"Dan apa salahnya gue mencintai Vano? Itu hak gue! Dan Itu gak merugikan kalian semua kan?!"
"Enggak!! Gak ada yang tahu keinginan hati seseorang untuk siapa dia mencintai." Seketika semuanya terdiam.
Alena menutup mulutnya, kemudian dia berlari menuju kelas.
Di belakang sana Vano mendengar jelas semua isi hati Alena yang mengatakan bahwa dia mencintai dirinya. Vano kini berusaha menahan sesuatu yang akan terbit dari bibirnya.
Disisi lain Grenth yang tengah memegang buket bunga pemberian Vano tadi jelas saja mendengarnya. Ia tak akan membiarkan itu semua terjadi.
****
Kini bel pulang sekolah telah berbunyi. Alena pulang sendiri karena Ana dan Anya ada latihan osis. Yah mereka berdua osis sedangkan dirinya belum menentukan akan masuk mana.
Kini Alena menunggu di halt bus dan anehnya sekolah sangat cepat sepi, dan juga hari ini sedikit mendung. Di depan sana Alena melihat Bianca Grace dan Vania yang kini menghampirinya.
"Lo ikut kita." Tanpa basa basi Vania menarik lengan Alena kasar.
"Kita mau ke mana kak." Tanya Alena was was.
"Udah lo ikut aja." Grace di depan sana tak lupa Bianca di sebelahnya. Dan Alena menyadari mereka membawa dirinya kejalan yang sangat jarang di huni dan di bawahnya ada sungai.
"K-kita mau apa kak" Alena dengan keringat di pelipisnya.
Bianca menghampiri mencekal lengan Alena kuat membuat Alena meringis.
"Lo akan mati di sin-.."
Dor
Tiba tiba suara tembakan menghentikan ucapan Bianca. Vania dan Grace berlindung di belakang tubuh Bianca.
"Bi ini ada apa?" Tanya Vania takut. Di tambah hari mulai gelap dan tempat ini sangat sepi. Sedangkan Bianca ia terus berusaha tegar. Ada apa di depan sana sebenarnya.
Sedangkan Alena dia memegang kepalanya pusing, tiba tiba pandanganya mengabur. Bianca menatapnya. Dan di depan sana banyak segerombolan pria berbaju hitam tak lupa dengan masker yang menutupi seluruh bagian wajahnya dan juga pisau di tangan mereka masing masing.
Dan tiba tiba seorang siswi berbaju abu abu berdiri di tengah tengah pria berbaju hitam itu dengan tersenyum miring.
Bianca membelalakan matanya, walaupun sangat jauh ia tahu betul siapa wanita itu.
"Grenth" Ucapnya tak percaya.
Alena tak tahu siapa wanita di depan sana. Pandanganya mengabur namun pendengaranya masih sangat jelas. Berbeda dengan Vania dan Grace mereka tengah sibuk mencari sinyal. Dan tak tahu siapa dalang di balik itu semua.
Entah kenapa Bianca khawatir dengan Alena. Dia memang berniat ingin menjahati Alena, oleh sebab itu dia bawa ke tempat ini. Tapi di depan sana jauh lebih jahat.
"Vania, Grace, Alena kalian waspada kita harus lari oke" Bianca memperingati mereka. Vania dan Grace mengangguk.
"Alena lo paham" Bianca, sekarang situasinya tidak memungkinkan untuk melukai Alena. Walaupun dia jahat dia tak mungkin membunuh seseorang.
Alena mengangguk.
"Iya"Tiba tiba di depan sana segerombolan pria berbaju hitam itu berlari menghapiri mereka.
"Sekarang!" Bianca berlari dengan Alena yang ia cekal agar tak terlepas. Dan juga Vania Grace di belakangnya.
Dengan sekuat tenaga Alena berlari. Ia harus selamat, ia tak boleh mengecewakan keluarganya kedua kalinya.
Tiba tiba sebuah pisau menusuk betis Vania membuat Vania terjatuh dan banyak mengeluarkan darah.
"Vania!" Teriak Grace. Grace membantu Vania berdiri.
"Sakit" Ringisnya.
Bianca dan Alena berhenti.
"Lo lari yang jauh, sana" Bianca mendorong Alena untuk menyelamatkan diri.Sedangkan di depan sana para pria itu terus berlarian bahkan ada yang membawa kapak. Alena yang melihat itu dengan ragu berlari, dia menuju semak semak untuk menemukan sesuatu. Dan untungnya ada balok kayu yang di penuhi oleh paku, dan juga batu batuan yang berserakan.
Ini bisa menjadi senjata andalanya. Alena berlari dan menghampiri Bianca yang kini tengah membantu Vania berdiri di bantu dengan Grace yang mengambil sesuatu di dalam tas Vania untuk melawan para pria itu. Dia tak ingin mati di sini.
Alena melemparkan dua batu besar itu, dan sasaranya tepat mengenai ke kepala dua pria sekaligus. Bianca dan Grace menatap Alena tak percaya.
"Ayo cepetan!" Alena.
Bianca memapah Vania berdiri, dan segera berlari. Tiba tiba salah satu pria berlari dengan sangat cepat dan memukul kepala Grace yang memang paling belakang.
"Akh" Grace memegang kepalanya yang kini mengeluarkan darah.
Lalu Alena mengarahkan balok kayu yang di penuhi paku dan memukul pria itu.
"AKH SIAL!!" Jerit pria itu.
Dan tiba tiba di belakang sana sekumpulan pria mendekat. Bianca menarik lengan Alena dan menyeretnya untuk berlari. Dengan Grace yang ikut membantu Bianca memapah Vania. Ia tak peduli dengan kepalanya. Dan usaha mereka satu satunya adalah terus berlari.
Dan semakin lama semakin dekat, dan tiba tiba mereka sudah ada di belakangnya. Bianca mendorong Alena ke semak semak yang di bawahnya terdapat jurang.
"Alena!" Teriak Vania dan Grace.
JANGAN LUPA PENCET TOMBOL VOTE★
JANGAN DI KETIK ULANG!!
TERIMAKASIH.
KAMU SEDANG MEMBACA
VANO ALDEVARO
Teen Fiction[FOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA] Vano Aldevaro ketua geng motor The Vansking itu sering kerap di panggil iblis sekaligus malaikat pencabut nyawa bagi siapapun yang berani berbuat macam padanya. Tak lupa wajahnya yang tampan itu membuat Vano...