16 - CUCI MATA

69 17 1
                                    


Halo teman teman sesuai janjiku, aku akan update terus setiap malam

Tapi mohon maaf ya kalo jamnya kadang kemaleman hihihi

Selamat Membaca

***

"

Gue kalo inget Dinda jadi pengen ketawa terus!" ucap Mansur.

"Hahahaha iya, gue juga!" tambah Reyhan

"Kenapa?" tanya Zain.

"Ya, lucu aja gitu. Selama ini gue ga pernah tuh liat cewek tidur di pinggir pintu!" Mansur tertawa.

"Apalagi muka dia pas dibangunin Cipa, kaya ga ada malunya! orang lain mah kalo keciduk tidur terus diketawain pasti malu, lah dia nggak ada malunya sama sekali" tambah Reyhan

"Iya, Anjir, malah liatin kita balik hahahaha!" Mansur kembalj tertawa.

"Cewek aneh" timpal Reyhan.

Zain yang mendengarnya tak bisa berkutik, ia juga penasaran dengan Dinda. Bagaimana mungkin dia bisa tidak malu saat kepergok tidur dan diketawain. Lagi lagi Zain memikirkannya.

"Gue, duluan!" ucap Zain kemudian bergegas menuju kelasnya.

"Yaelah Zain, buru buru amat! Modus pengen ketemu si Mimin kan lo!" jawab Mansur yang kemungkinan suaranya tidak terdengar oleh Zain yang sudah berjalan menjauh.

***

Setelah mengenal Zain, kini Dinda semakin semangat untuk pergi sekolah. Jika sebelumnya, ia masuk kelas mepet atau bahkan sering terlambat kini Dinda masuk lebih awal bersama Mimin, tujuannya cuman satu, biar bisa curi curi pandang kepada Zain.

"Wait!" ucap Dinda dalam hati.

"Jadi, selama ini Mimin selalu berangkat paling awal gara gara pengen liatin Zein juga?"

"Iya, kayaknya gitu deh!"

Hati Dinda kembali berprasangka. Ia selalu berbincang bincang dengan dirinya sendiri.

"Tumben, Din" tanya Mimin saat hendak duduk di kursi kelas.

"Lagi pengen aja!" jawab Dinda

Mimin kemudian membuka buku pelajaran, seperti biasa ia selalu mereview pelajaran yang sudah diajarkan ustadz. Sedangkan Dinda, matanya asik jelalatan ke arah luar kelas, ia berharap sosok yang diharapkan lewat di depan kelasnya.

"Cari siapa?" tanya Mimin mengagetkan Dinda.

"Cipa sama Ipeh kenapa belum dateng, ya?" Dinda mencoba beralasan, padahal jelas bukan mereka yang Dinda cari melainkan Zain.

"Kan biasanya juga sama lo datangnya mepet jam masuk"

"O iya, ya hehehe" Mimin merasa malu.

"Lo aja yang hari ini nggak kaya biasanya"

"Lagi pengen berangkat awal aja, Min"

"O.." jawab Mimin dengan singkat sambil membaca buku.

"Buku yang kemaren udah lo baca?" tanya Mimin

Dinda menggelengkan kepala.

"Yaudah" jawab Mimin.

"Mau lo baca, Min?" tanya Dinda

"Aku udah khatam 10 kali tu buku! Maksut gue kalo lo udah baca buku yang itu, dan mau yang lain gue masih banyak" jelas Mimin.

Dinda hanya mengangguk.

"Iya, deh ntar kalo mood baca, gue pinjem buku lo"

"Oke"

Para siswa dari asrama maupun dari luar silih berganti berdatangan, ada yang berjalan sendirian ada pula yang berdua bahkan bergerombol, namun Dinda belum mendapati Zain lewat di depan kelasnya. Padahal jika dari asrama putra menuju kelas Zain, ia harus lewat di kelas Dinda dahulu.

Mata Dinda berbinar saat melihat siswa yang kemarin menertawakannya, Cipa bilang mereka adalah satu geng. Jika Dinda melihat Mansur pasti ada Zain disana. Dinda segera merapikan jilbabnya, bersiap siap untuk mencuri pandangan pada Zain.

"Wait, kok cuman berdua?" batin Dinda saat tak mendapati Zain bersama temannya.

"Sakit kali, ya?" tanya Dinda dalam hati

"Atau bolos?"

"Ah, masak iya sih Zein bolos"

Hati Dinda mulai dipenuhi pertanyaan dimana Zain berada.

***


"Es teh manis 3, Bu Em!"

Mendengar suara itu mata Dinda mencari sumber suara, benar saja itu adalah suara Zain. Bagaimana Dinda bisa mengenali suara Zain? padahal sebelumnya mereka belum saling berinteraksi. Jawabannya adalah karena Dinda sudah mengenali suara Zain dari adzan yang sering Zain kumandangkan.

Sesekali Dinda menunduk menyuapkan satu sendok nasi uduk ke mulutnya, sesekali pula ia melirik ke arah Santri tampan berpeci hitam yang sedang menunggu es teh manisnya.

"Dari jauh aja ganteng banget anjir, apalagi dari deket!" Dinda kembali berbicara dengan hatinya.

"Din!" Cipa melambaikan telapak tangannya tepat di depan muka Dinda. Dinda melirik kearah temannya, pasti Cipa pikir Dinda sedang melamun, padahal tidak.

"Kenapa senyum senyum nggak jelas gitu!" tanya Cipa.

"Bukannya senyum itu ibadah, ya?" Dinda beralasan.

"Ga gitu konsepnya, Maemunah!" Cipa menoyor kepala Dinda.

"Yeee sembarangan Maemunah Maemunah!" Dinda kembali membalas perlakuan Cipa, ia menoyor kepala Cipa.

Deg...

"Anjir" teriak Dinda dalam hati saat tak sengaja Dinda dan Zain saling menatap dari kejauhan. Dinda kemudian meneguk es lemon miliknya.

"Tremor lo, Din?" tanya Cipa saat melihat Dinda memegang gelas.


"Hah, enggak" seketika Dinda langsung menaruh kembali gelasnya.

"Balik, yuk!" ajak Cipa.

"Yuk!"

Sebelum melangkah meninggalkan kantin, Dinda sempatkan untuk sekedar melirik pujaan hatinya. Meskipun hanya sebentar.

"Sampai jumpa besok, Zein!" ucap Dinda dalam hati saat melirik Zain.

***

Dikit dulu gapapa ya teman teman

Besok Insyaallah panjang kek biasanya

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen sebanyak banyaknya

See u on the next chapter 🔥



"Assalamu'alaikum Zein, Aku Dinda" (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang