Bismillahirrahmanirrahim ✨
Chapter 9
🕊️
Hari telah berlalu. Kaki Rafka juga sudah pulih. Rafka sudah bisa lari dan naik motor sendiri.
"Anak-anak, bapak ada tugas kelompok, satu kelompok maksimal 6 anak, ya," ucap Pak Tri, guru mapel Seni Budaya.
"Iya, Pak!" jawab anak-anak serempak.
"Kelompoknya bebas, mau siapa aja, asalkan 6 orang. Putra sama putri boleh gabung," ucap Pak Tri lagi.
Syarif mengacungkan jari telunjuknya, "tugasnya apa, Pak?"
"Nanti bapak share di grup kelas. Waktu bapak sudah habis, cukup sekian, bila ada kata-kata yang kurang berkenan mohon di ma'afkan, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu,"ucap Pak Tri mengakhiri pembelajaran.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatu."
Pak Tri keluar dari kelas. Rafka memasukan bukunya ke dalam laci. Ia menghampiri meja Jeky di yang berjarak beberapa meja dengan Rafka.
Ternyata di situ sudah ada Jeky tentunya, Syarif, Deni, Geri, dan tiga temannya yang lain.
"Eh, kita mau kelompokkan kapan?" tanya Rafka.
Biasanya Rafka, Syarif, Jeky, satu kelompok. Jadi Rafka mempertanyakan ini pada mereka.
Syarif menatap Rafka tak enak, "sorry nih, Raf, bukannya apa, tapi gue sama Jeky ikut kelompoknya Deni, dan kita udah pas ber enam."
Rafka terdiam. "Oh, ya udah nggak papa, gue cari kelompok yang lain aja,"
"Sorry, ya, Raf, gue jadi nggak enak sama lo," ucap Syarif.
"Sans, masih banyak kelompok yang lain, kok," jawab Rafka.
Rafka keliling kelas, mencari kelompok yang anggotanya masih kurang. Tapi nggak ada, semua kelompok sudah ada enam anggota.
"Terus gue sama siapa..." gumam Rafka yang hampir putus asa.
"Masa gue sendirian, sih,"
"Lagian kenapa juga Syarif sama Jeky harus pindah kelompok, jadi susah, 'kan..."
"Gue kaya lagi dikucilkan, anjir..."
Rafka menghembuskan nafas panjang, mencoba menahan rasa sesak di dadanya.
"Nggak usah nangis! Cengeng banget, sih, gue! Cuma gini doang masa nangis,"
"Inget, Raf! Lo udah gede, lo nggak boleh nangis!"
Rafka berusaha menahan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya.
Rafka pura-pura menguap, biar kalo ada orang liat, ngiranya mata Rafka berair karena habis nguap.
"Lo nangis, Raf?" tanya Bilqis, temen sekelas Rafka.
"Ha?" Rafka mengusap ke dua matanya, "enggak, gue tadi habis nguap, ngantuk soalnya," alibi Rafka.
"Ooh, kirain lo nangis. Eh ngomong-ngomong lo udah punya kelompok belum? Kelompok gue kurang satu orang, nih," ujar Bilqis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafka [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BACA] [VOTE, KOMEN, MASUKIN READING LIST!] [PART MASIH LENGKAP] Intinya gini.... Nah gitu. Intinya nggak tau mau bikin deskripsinya kaya apa. Kalo suka, ya, baca aja. Kalo nggak suka silahkan menjauh, dan tolong jangan tinggalkan h...