Chapter 21

21 15 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim ✨

Chapter 21

🕊️

Setelah di temukan tak sadarkan diri di kamar mandi, Rafka di bawa ke UKS. Tapi di UKS Rafka tak kunjung sadar juga, hingga pihak sekolah membawanya ke rumah sakit. Tak lupa salah satu guru menghubungi orang tuanya.

Hingga kini Rafka belum juga sadar, Alan berserta Riyana sudah sejam yang lalu sampai di rumah sakit.

"Sebaiknya pasien segera di operasi untuk pengangkatan tumor, apakah kalian sebagai orang tua menyetujui hal ini?" cakap dokter Lina pada pasutri itu.

"Saya setuju, dok. Asal anak saya bisa cepat sembuh," jawab Alan mantap.

Dokter Lina mengangguk, "baiklah, kami akan mempersiapkan semuanya, dan pasien akan di operasi hari ini juga. Tolong biaya administrasi nya segera di lunasi," ucap dokter Lina.

Alan mengangguk, "siap, dok. Tolong lakukan yang terbaik."

Alan segera membayar biaya untuk operasi Rafka. Uang simpanannya cukup untuk biaya operasi Rafka, dan seharusnya masih ada sisa.

Dan dokter memutuskan untuk mengoperasi Rafka sekitar satu jam lagi. Sedari tadi Riyana dan Alan tak berhenti berdo'a. Memohon pada yang kuasa untuk dilancarkan operasinya, dan semoga setelah di operasi Rafka bisa sembuh seperti sediakala.

"Mas, anak kita..." lirih Riyana.

Alan mengusap bahu istrinya lembut, "iya, mas, tau, kita banyakin berdo'a, ya, semoga Rafka nggak kenapa-napa, dan operasinya berjalan lancar," jawab Alan.

Riyana mengangguk. Lalu pandangannya kembali pada anak sulungnya yang masih terbaring lemah di atas brankar.

Tiba-tiba pikirannya mengarah pada Arya dan orang tuanya di kampung. Apa pantas mereka merahasiakan hal sebesar ini pada orang yang menurutnya sangat penting?

"Mas," Riyana menjeda ucapannya, "apa sebaiknya kita kasih tau ibu sama bapak di kampung? Arya juga apa sebaiknya kita kasih tau tentang hal ini?"

Alan terdiam. Ia kembali mengingat ucapan Rafka beberapa waktu lalu.

"Jangan dulu, In Sya Allah besok pas Rafka sembuh kita beri tahu semuanya pada mereka," jawab Alan.

Tak lama dokter datang. Mengatakan bahwa operasi Rafka akan di percepat. Dan sekarang Rafka sudah siap untuk di operasi.

Dokter membawa Rafka ke ruang operasi, sedangkan Riyana dan Alan menunggu di luar.

Deret deret deret.

Ponsel yang ada di saku celana Alan berdering. Dan saat melihatnya, tertera nama Arya di layar ponsel.

Alan menggeser layar hijau ke atas.

"..."

"Waalaikumussalam, ini ayah, em, lagi nganter Mas Rafka ke rumah nenek,"

"..."

"Iya, Mas Rafka pengin liburan di sana,"

"..."

"Mas Rafka udah sembuh, kok. Iya nanti ayah sama bunda pulang,"

"..."

"Waalaikumussalam."

Alan kembali memasukan ponselnya ke dalam saku celana.

"Kenapa, Mas?" tanya Riyana.

"Arya nyariin, Arya udah pulang," jawab Alan.

Riyana terdiam, "ya sudah, kamu pulang aja dulu, biar aku yang nunggu Rafka selesai operasi."

Alan menggeleng, "ntar aja aku pulangnya, aku masih penasaran dengan kondisi Rafka."

Riyana mengangguk. Mereka kembali diam dan berdo'a untuk kelancaran operasi Rafka.

Hingga lampu tanda operasi mati, itu artinya operasinya sudah selesai. Dengan cepat pintu terbuka, dan di dorong lah Rafka di atas brankar oleh beberapa suster dengan cepat.

Alan menahan dokter Lina yang keluarnya terakhir, "ada apa, dok? Anak saya baik-baik saja, 'kan?"

Dokter Lina menggeleng, "pasien kritis."

Orang tua dari Rafka itu kembali merasakan sesak yang teramat sesak di dadanya.

"Lakukan yang terbaik, dok," ucap Riyana.

Dokter Lina mengangguk, "pasti, kalo begitu saya duluan, permisi," dokter Lina kemudian menyusul Rafka.

Alan kembali duduk pada kursi yang ada di sana, ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Mas... Rafka... Hiks..."

Alan menatap istrinya yang keadaannya sama sepertinya, kacau.

"Sekarang kamu pulang, kamu temui Arya, tapi jangan bilang kalo Rafka sedang kritis," ucap Alan.

Riyana menggeleng, "nggak. Aku mau nemenin Rafka di sini."

"Sekarang kamu pulang. Arya udah nungguin di rumah. Biar Rafka aku aja yang ngurus," jawab Alan.

"Tapi Rafka anak aku, Mas, aku bunda nya," ujar Riyana.

Alan menghembuskan nafas kasar, "Riyana, plis, kamu jangan cuma mikirin Rafka, anak kita nggak cuma Rafka, tapi Arya juga!"

"Kamu juga ayahnya, kenapa nggak kamu aja yang pulang." Jawab Riyana.

"Kalo aku yang pulang, yang ada Arya bakal curiga. Kamu pulang, dan bilang, aku masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan," kata Alan.

Riyana menggelengkan kepalanya, "lebih baik Arya di beri tau masalah ini, biar kita sama-sama nemenin Rafka."

Alan berdecak, "kamu jangan nambah pikiran buat Arya, kasian, Arya sebentar lagi ada ujian sekolah."

"Pokonya aku nggak mau pulang!" Riyana membantah ucapan suaminya.

"Riyana! Jangan buat saya marah! Ini di rumah sakit!" Nada bicara Alan terdengar tegas, seperti sebuah bentakan.

Riyana terdiam. Selama pacaran hingga menikah dengan Alan, Alan belum pernah membentaknya seperti ini.

Alan pun sama, ia menyadari telah membentak istrinya, "maaf, aku nggak bermaksud..."

"Iya tau. Aku juga salah, aku pulang aja. Kalo ada kabar segera kabarin aku, ya, assalamualaikum," Riyana menyalami tangan Alan.

"Waalaikumussalam, hati-hati," Riyana mengangguk.

Ia kemudian meninggalkan rumah sakit, dan pulang ke rumah untuk menemui putra bungsunya yang sudah sedari tadi di buat menunggu.

🤸🏻‍♀️

Ayo gulir lagi, masih ada part lagi 😁

Rafka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang