Kebumen, Senin, 27 September 2021
Bismillahirrahmanirrahim ✨
Chapter 1
🕊️
Hari ini hari yang tidak pernah diimpikan sama sekali oleh Rafka. Hari dimana ia kehilangan sesuatu yang sangat berharga untuk hidupnya.
Bunny,
Kelinci yang telah Rafka rawat dari bayi kini telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi.
"Udahlah, Ka, cuma kelinci aja lo tangisin sampe segitunya," Jeky, teman Rafka turut hadir dalam pemakaman Bunny.
Memang, Rafka mengundang dua temannya untuk membantu proses pemakaman Bunny.
Rafka meremas gundukan tanah yang sudah di taburi bunga di depannya, "lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, Jek... Gu-gue... Argh!! Ini semua salah gue! Andai gue nggak telat ngasih makan Bunny, mungkin sekarang gue masih bisa bermain bareng dia."
Syarif, teman Rafka juga hadir dalam pemakaman Bunny, bahkan Syarif juga yang menggali lubang tempat peristirahatan terakhir untuk Bunny.
Syarif menepuk pundak Rafka pelan, "ikhlasin aja, bro! Gue yakin, Allah bakal ganti kelinci lo dengan yang lebih baik lagi."
Rafka menyeka air matanya yang kembali turun, ia lantas berdiri, Rafka memandang kedua temannya sendu, "Apa Bunny udah sampe di surga?"
"Insya Allah," jawab Jeky menenangkan Rafka.
"Rafka! Kelincinya udah selesai di kubur belum?" tanya bunda Rafka dari pintu belakang rumah.
Bunny memang sengaja Rafka kubur di belakang rumah. Biar deket pas menjenguknya katanya.
"Udah, tante!" jawab Jeky mewakili Rafka.
Ibu rumah tangga berdaster itu menganggukkan kepalanya, "ya sudah, ayo masuk, tante udah masakin ayam kecap, kalian pasti suka, jangan lupa cuci tangan."
"Siap, tante!" jawab Jeky semangat. Ia menatap Rafka dan Syarif barengan, "gue lapar, kalo kalian masih mau di sini, ya di sini aja, gue mau makan dulu, lumayan, makan gratis."
Sambil mengusap perutnya, Jeky berjalan menuju pintu belakang rumah Rafka.
"Ini yang punya rumah gue apa Jeky?" tanya Rafka menatap punggung Jeky yang mulai menjauh.
Syarif mengedikkan bahunya, "udah nggak usah terlalu larut dalam kesedihan, mending sekarang kita makan, gue juga lapar, cape habis gali lubang.”
Syarif meninggalkan Rafka, ia menyusul Jeky masuk ke dalam rumah Rafka.
Rafka menghela nafas pelan, "mana ada tamu mendahului tuan rumahnya," monolog Rafka.
Tanpa banyak cingcong, Rafka mengejar kedua temannya, "WOY, NYET! TUNGGUIN GUE NAPA?!"
"Enak banget, ayam kecapnya tante," puji Jeky saat memakan masakan Riyana, bunda Rafka.
Riyana yang sedang mencuci piring kotor di wastafel itu tersenyum senang, "alhamdulillah kalo kalian suka, sering-sering main ke sini, ya, nanti tante masakin ayam kecap lagi."
"Siap, tante!" jawab Jeky yang mulutnya penuh dengan nasi.
Syarif menatap Jeky sambil menggelengkan kepalanya. "Lo itu orang mampu, Jek, lagak lo kaya orang miskin aja, jangan malu-malu in napa."
Jeky menatap balik Syarif tak suka, "mang napa? Rafka yang punya rumah aja fine-fine aja gue makan di sini."
"Biasalah, Rif, anak kaya Jeky mana punya malu," jawab Rafka sambil menyuapkan sesuap nasi ke mulutnya.
Syarif geleng-geleng kepala, "kasian, mana masih muda."
"Mas Syarif! Mas Jeky! Kalian apa kabar? Udah lama kalian nggak main ke rumah, kenapa?"
Itu Arya. Arya Dikara Bahar. Adik kandung Rafka. Usianya hanya terpaut dua tahun dengan Rafka.
"Alhamdulillah baik, lo apa kabar?" tanya balik Syarif.
Arya menarik kursi untuk di duduki nya. "Kabar gue juga baik, kalo Mas Jeky gimana?"
Rafka berdecak sebal, "nggak usah ganggu orang lagi makan, bisa?" Rafka menyudahi makannya dan beranjak meninggalkan ruang makan.
Baik Riyana, Syarif, Jeky maupun Arya sama-sama menatap kepergian Rafka dengan nanar. Kejadian seperti ini sudah biasa terjadi apabila Arya mendekati Rafka. Entah apa kesalahan Arya sampe-sampe Rafka kurang suka terhadapnya.
"Dih, gila aja tu anak, benci banget kayanya sama adik sendiri," tutur Jeky.
"Udahlah, Mas, nggak usah di ladenin, orang kaya Mas Rafka mah, gitu, nyebelin," jawab Arya seraya mengambil piring di meja.
"Hust... Arya! Ga boleh gitu, senyebelin-nyebinnya Mas Rafka, dia tetap kakak kamu, kamu harus hormat sama dia, hargai dia sebagai kakakmu," tegur Riyana.
Arya mengambil nasi beserta lauk pauk, "iya, Nda, iya. Nanti Arya hormat sama Mas Rafka, hormat layaknya sedang upacara bendera."
Sedangkan Rafka, kini ia berada di dalam kamarnya. Berdiri menghadap jendela dan menikmati pemandangan atap-atap rumah tetangganya.
Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana pendeknya. Pandangannya lurus ke depan.
Deret.
Ponsel yang ada di atas nakas bergetar. Pertanda ada pesan masuk. Rafka menghela nafas pelan hingga akhirnya ia berbalik badan dan berjalan menuju nakas.
Bapak Kepala Keluarga
Raf, Ayah denger dari Bunda katanya kelinci kamu is det, ya? Mau Ayah beliin kelinci yang baru? Buat gantiin kelinci kamu?Rafka Arsya Fathan
Nggak usah, Yah. Dari pada buat beli kelinci mending buat beli mainannya Arya. Kemarin, 'kan tangan robot-robotanya putus.Kadang Rafka merasa kurang enak pada Arya. Orang tuanya selalu membelikan apapun yang dia minta. Tapi Arya? Ia jarang.
"Itu sih salah Arya sendiri, suruh siapa dia nggak minta..." monolog Rafka.
Rafka menatap poster Spiderman yang tertempel di dinding kamarnya. Itu poster pembelian ayahnya.
"Gue juga nggak minta, tapi di beliin..."
"Gue takut Arya iri. Gue selalu di perhatikan banget, tapi Arya? Dia kaya anak pungut, njir..."
"Apa Arya anak pungut?"
Rafka menggelengkan kepalanya. Walaupun ia nggak ingat tentang kehamilan bundanya dan proses lahirnya Arya, tapi ia kadang punya ikatan batin dengan Arya.
Ia yakin, Arya memang adik kandungnya.
🕊️
Alhamdulillah ✨
Tenang aja, konfliknya nggak bakal berat-berat, kok, menurut aku konflik cerita ini, sih ringan, nggak berat, nggak tau deh kalo menurut kalian gimana.
Terima kasih sudah baca part ini sampai selesai 🤗
Vote dulu ya, sebelum pergi? Sekalian ramaikan komentar juga 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
Rafka [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU BARU BACA] [VOTE, KOMEN, MASUKIN READING LIST!] [PART MASIH LENGKAP] Intinya gini.... Nah gitu. Intinya nggak tau mau bikin deskripsinya kaya apa. Kalo suka, ya, baca aja. Kalo nggak suka silahkan menjauh, dan tolong jangan tinggalkan h...