Chapter 19

24 14 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim ✨

Chapter 19

🕊️

"Jadi kapan Rafka di operasi, Yah?"

Sekarang Alan bersama istrinya sedang berada di kamar Rafka. Mereka akan berdiskusi tentang penyakit Rafka.

"Emangnya Rafka udah siap?" tanya balik Riyana.

Rafka mengangguk, "siap nggak siap Rafka harus siap, Bun."

Alan menghela nafas panjangnya. "Jujur Ayah takut operasi kamu akan gagal,"

Riyana mencubit lengan Alan pelan, "jangan nakut-nakutin."

"Tapi, kita juga 'kan nggak ada yang tau, Bun, operasinya bakal berhasil apa enggak, kalo misal apa yang di takutin Ayah terjadi gimana? Terus Rafka meninggal, Rafka takut, Nda..." Jawab Rafka.

Rafka menenggelamkan wajahnya pada bantal yang ada di pangkuannya.

"Bismillah. Optimis sembuh, jangan pesimis, jagoan Ayah 'kan kuat," ucap Alan mengelus kepala Rafka.

Rafka kembali menegakkan kepalanya, "Rafka takut..."

Alan merangkul badan Rafka, "jangan takut, ada ayah sama bunda yang selalu nemenin kamu,"

Rafka menyembunyikan wajahnya pada dada Alan, ia menangis, "ka-kalo semisal Rafka meninggal bunda sama ayah bakal sedih nggak?"

Alan semakin mengeratkan pelukannya. Sedangkan Riyana mulai meneteskan air matanya.

"Kamu jangan ngomong kaya gitu, kamu jangan pesimis, kamu harus optimis, kamu pasti sembuh," tutur Riyana.

Rafka masih setia di dada Alan. "Nanti kalo Rafka udah nggak ada bunda sama ayah sering-sering do'a in, Rafka, ya?"

Air mata Riyana semakin menetes deras, sesekali ia memejamkan matanya utuk sedikit meredam suara isaknya.

Dada Alan semakin terasa sesak, ia seperti tak sanggup untuk melewati ini semua. Ingin rasanya ia mengobati Rafka sampai ke luar negeri. Tapi apa daya jika penyakit Rafka harus di rahasiakan dari publik. Ia tak bisa melakukan apa-apa selain mengobati Rafka di rumah sakit terdekat.

Alan mulai terisak, ia masih setia memeluk anak sulungnya. Menyalurkan sedikit semangat dan kekuatan untuk Rafka.

"Nanti kalo Rafka udah nggak ada, Rafka titip Arya, ya, Yah, Nda,"

"Ayah sama Bunda jangan bikin adek lagi, nanti Arya merasa di duakan, Rafka juga gitu..."

"Rafka minta maaf ya kalo selama ini sikap Rafka ke kalian kurang sopan,"

"Rafka cuma kecewa aja, kalian lebih mentingin Arya dari pada Rafka,"

"Pas kaki Rafka kecetit kenapa Rafka baru di pijitnya keesokan harinya? Sedangkan Arya langsung di pijit,"

"Terus kenapa Rafka pas kecil di tinggal di rumah nenek sama kakek? Kenapa cuma Arya yang di ajak ikut kalian? Kenapa Rafka enggak?"

Rafka semakin terisak, Alan bersama Riyana masih setia mendengarkan cerita Rafka. Mereka juga tau, Rafka kecil kurang kasih sayang dari orang tuanya.

"Maaf,"

Satu kata itu keluar dari mulut Riyana.

"Bunda sama Ayah nggak bermaksud ninggalin kamu di desa, cuma pas itu kondisi kita belum se sukses sekarang, dan Arya masih kecil,"

"Jadi yang kita bawa cuma Arya,"

Rafka memejamkan matanya.

"Berarti menurut kalian pas itu Rafka udah besar? Padahal pas itu usia Rafka belum ada lima tahun,"

"Rafka suka di tanya sama temen-temen, 'dimana mama papa kamu?' 'kamu nggak punya mama papa, ya' 'yaaa kasian, Rafka ga punya mama papa!' Rafka sakit, Nda, Yah..."

"Rafka sakit pas di omong kaya gitu sama temen-temen, Rafka bilang, Rafka punya mama papa, tapi mereka nggak percaya karena Rafka nggak punya bukti,"

Rafka kembali memejamkan matanya, "bunda ayah inget pas kepala Rafka terbentur batu waktu mandi di sungai?"

Riyana dan Alan mengangguk bersamaan. Walau tak bisa melihat itu, Rafka bisa merasakannya.

"Sejak itu Rafka udah mulai merasakan pusing, tapi Rafka nggak bilang, soalnya kalian nggak pernah nanyain, terus juga fokus kalian ke Arya terus, ke Rafkanya jarang,"

Alan dan Riyana semakin di buat bersalah.

"Maaf, bukannya Ayah sama Bunda nggak mentingin kamu, tapi Arya lebih kecil dari kamu, kamu kakaknya, Arya nggak se mandiri kamu, Arya udah biasa di bantu sama Ayah Bunda, sedangkan kamu enggak," tutur Alan.

Rafka memejamkan matanya kembali, ia kemudian melepaskan pelukan Alan, "kalo begitu ngapain kalian masih perduli sama Rafka?"

"Katanya Rafka udah biasa nggak di bantu sama Ayah Bunda, jadi biarin aja Rafka sakit, terus Rafka meninggal, jadi beban kalian sedikit berkurang."

"Rafka! Kami masih orang tua kamu! Kamu juga penting buat ayah bunda!" Ujar Alan.

Rafka terdiam. "Keluar,"

"Rafkaaa," lirih Riyana.

"Keluar! Rafka bilang keluar!" Tegas Rafka sekali lagi.

Riyana mengambil obat dan air putih di atas nakas, "kamu minum obat dulu,"

Rafka menggeleng, "enggak! Kalian keluar!"

"Kamu minum obat dulu, baru Ayah sama Bunda keluar," ucap Alan.

"Nggak! Biarin aja Rafka nggak minum obat, terus mati!"

"Rafka!" Bentak Alan.

Akhirnya Rafka nurut, ia meminum obatnya.

"Rafka udah minum obat, sekarang kalian keluar!"

Menuruti ucapan sang putra, akhirnya pasutri itu keluar dari kamar Rafka.

Sedangkan Arya sudah berada di kamar. Nafasnya masih ngos-ngosan. Ia tak sengaja mendengar percakapan kakak dan orang tuanya.

"Mas Rafka sakit apa..."

Arya mengatur nafasnya agar kembali normal, "pokoknya gue harus cari tau!"

🕊️

Alhamdulillah ✨

Dikit, ya?

Iya soalnya moodnya cuma sampe sini. Tadinya mau di tambahin dan up besok. Tapi ga jadi 😁

Ada yang nangis nggak?

Enggak, ya? Berarti kurang ngefell 😁

Aku cuma nyesek, tapi dikiiit 🤭

Jangan lupa vote dan komen 🖤

Rafka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang