Chapter 13

26 12 0
                                    

Bismillahirrahmanirrahim ✨

Chapter 13

🕊️

Tak sampai di rumah sakit, ternyata Rafka sudah siuman duluan. Ia meminta Pak Tri untuk balik lagi ke sekolah. Karena Rafka bilang, ia sudah baik-baik saja.

Awalnya Pak Tri menolak, karena Rafka harus di periksa, mengingat tadi Rafka sempat mimisan. Tapi, karena Rafka berhasil menyakini Pak Tri bahwa dirinya sudah mendingan, Pak Tri akhirnya mengalah. Ia memutar balik mobilnya kembali ke SMK Harapan Bangsa.

"Kalo sakit bilang, ya, jangan diam saja. Saya jadi merasa bersalah tadi pas menghukum kamu," ucap Pak Tri saat mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas. Karena saat ini jam mata pelajaran Pak Tri belum selesai.

Rafka mengangguk, "iya, Pak."

"Gara-gara lu, sih, gue hampir ketahuan! Lagian orang gue udah menggarap tugas, masih aja lu hukum!" batin Rafka.

Hingga akhirnya mereka sampai di depan kelas. Kelas yang semula ramai langsung sunyi seketika. Rafka kembali duduk di tempatnya. Ia membuka buku seni budaya.

"Kalo kalian sakit, harusnya kalian ngomong. Jangan kaya tadi. Itu bikin saya khawatir," ucap Pak Tri.

"Lagian si bapak, udah tau ada yang udah mengerjakan tugas, tapi masih aja semua di hukum."

Entah mendapat keberanian dari mana Feni berani menjawab pertanyaan guru langsung seperti itu.

"Iya, disini yang salah saya. Udah nggak usah di bahas. Kita lanjutkan materi yang kemarin," jawab Pak Tri.

🏹☁️

"Raf, selama temenan sama lo gue belum pernah ngeliat lo mimisan, deh, lo sakit?" tanya Syarif.

Rafka terdiam. Mencari jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari Syarif. Rafka harus pintar-pintar mencari alasan yang masuk akal.

"Palingan gue cuma kecapean," jawab Rafka.

Syarif mengangguk, "iya, ya? Lagian harusnya lo 'kan nggak ikut di hukum."

Gara-gara yang mengerjakan tugas kelompok seni budaya kemarin cuma kelompok Rafka, dan yang lainnya belum mengerjakan, satu kelas di hukum oleh Pak Tri.

Satu salah, semua ikut kena.

Mereka berdua kini tengah berada di masjid. Menunggu waktu ashar tiba. Ya, mereka memang cuma berdua. Anak-anak yang lain sedang ikut tanding voli antar RW.

Nggak semuanya, sih, tapi ada yang ikut tanding ada juga yang nonton. Mungkin mereka nggak bener-bener nonton pertandingan, mereka hanya ngincar jajanannya saja.

"Lo beneran tulus bantu Jeky, 'kan, Raf?" tanya Syarif mendadak.

Rafka mengangguk, "iyalah. Lo kenapa tanya gitu? Lo nggak percaya kalo gue tulus bantu Jeky?"

"Ya ga gitu... Cuma, ya... Gue agak ragu aja, lo juga 'kan ikut lomba itu," jawab Syarif hati-hati.

"Jadi matlamat lo, lo ngira gue nggak tulus bantu Jeky?" tuduh Rafka.

"Terus gue bakal ngelakuin sesuatu yang enggak-enggak ke Jeky?" Rafka menghela nafasnya. Ia bersiap untuk mengeluarkan kata-katanya lagi.

"Rif, gue gak sejahat itu! Walaupun Jeky bakal jadi saingan gue nanti, gue tetep bakal bantu Jeky, gue akan bersaing dengan Jeky secara sehat,"

Rafka [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang