Chapter 07

2.4K 517 46
                                    

"Cintailah orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang sekarang kamu cintai suatu hari nanti harus kamu benci. Dan bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi di satu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu cintai."

 (HR. At-Tirmidzi)

🕊🕊🕊

Satu minggu berlalu dengan begitu cepat. Tidak terasa hari ini tepatnya hari wisudaku. Ummi dan Abi memberitahu lewat telpon kalau mereka memang tidak bisa hadir, namun mereka mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan untukku. Begitupun Bang Azzam dan Kak Nasya yang tidak bisa hadir.

Rangkaian acara demi acara telah terlewati. Yang menemaniku wisuda bukan hanya kedua sahabatku yaitu Ilham dan Yusuf saja, tetapi Ustadz Hilman datang menyaksikan acara wisudaku, beliau yang menggantikan posisi kedua orang tuaku. Sungguh aku bersyukur bisa mengenal beliau, yang sudah kuanggap seperti Abi kandung sendiri.

"Barakallah atas nilai camlaude dan lulusan terbaik nya Hafiz, saya bangga sama kamu." Ustadz Hilman berkata sembari memelukku sebentar.

Aku tidak pernah menyangka mendapatkan penghargaan mahasiswa terbaik, beribu-ribu syukur selalu kupanjatkan kepada Allah yang selalu memberiku nikmat iman dan nikmat sehat, serta sekarang impianku menjadi lulusan terbaik Kairo pun terwujud. Alhamdulillah.

Mengenai aku mendapatkan penghargaan mahasiswa terbaik, aku belum memberitahu kabar baik itu kepada kedua orang tuaku, akan kuberi tahu saat pulang ke Indonesia besok, biar kejutan.

Besok aku akan pulang ke Indonesia bersama Ilham dan Yusuf. Hari ini kedua orang tua mereka juga tidak bisa hadir. Dan hari ini hari terakhirku dengan mereka, sebab saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta nanti, kita akan berpisah. Ilham pergi ke Bandung, dan Yusuf ke Aceh.

"Alhamdulillah, makasih banyak ya, Ustadz. Selama saya di Kairo, Ustadz selalu ada dan membantu saya. Saya nggak tahu harus membalas kebaikan Ustadz dengan apa." Aku berkata setelah Ustadz Hilman melepaskan pelukanku.

"Hafiz, kamu sudah saya anggap seperti anak sendiri. Jangan sungkan atau nggak enakan sama saya. Kamu mendapatkan penghargaan saja sudah membuat saya bangga, dan itu lebih dari cukup," kata Ustadz Hilman diakhiri senyuman.

Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Kemudian Ustadz Hilman menatap ke arah Ilham dan Yusuf.

"Yusuf, Ilham, kalian nanti bakalan kerja di Jakarta, kan?" tanya Ustadz Hilman.

"Penginnya sih begitu Ustadz, tapi kita harus berpisah demi pekerjaan masing-masing. Saya harus mengurus pondok pesantren Abi," ucap Yusuf.

"Kalau saya mengajar di pondok pesantren yang ada di kota saya Ustadz, do'akan saya, ya, Ustadz, semoga saya bisa jadi Ustadz seperti Ustadz Hilman," ucap Ilham.

Aku yang mendengar penjelasan mereka hanya terdiam sembari tersenyum. Setibanya aku di Jakarta nanti aku akan mengajar tafsir Al-Qur'an di salah satu sekolah yayasan Islam tingkat MA atas rekomendasi Bang Azzam. Selain itu aku akan membuka usaha kecil-kecilan untuk pekerjaan sampingan.

"Fiz, tenang saja, ya, gak usah galau berpisah sama kita, Insya Allah kalau ada waktu luang aku maupun Yusuf bakalan ke Jakarta. Iya, kan, Suf?" ucap Ilham.

"Benar Fiz, nanti aku sama Ilham ke Jakarta ke rumah kamu, kalau ada waktu luang," balas Ilham.

Aku tersenyum mendengarnya. "Siap, kutunggu kalian!"

"Ngomong-ngomong, Neng Alesha calonnya Hafiz mana nih?" goda Ustadz Hilman.

Senyumanku memudar ketika Ustadz Hilman bertanya soal Alesha. Aku belum memberitahu beliau kalau lamaranku belum dijawab sama Alesha, melainkan Alesha memintaku untuk menunggunya.

Tasbih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang