Chapter 36

2.5K 407 46
                                    

Setibanya di rumah sakit, aku langsung memanggil satpam yang berjaga di depan untuk memberitahu tim medis. Tidak berselang lama mereka pun datang membawa sebuah brankar. Alesha langsung aku letakan di atas brankar tersebut kemudian aku mengikuti mereka sampai di ruangan IGD.

Aku hendak ingin masuk, namun dokter laki-laki setengah baya yang akan menangani Alesha melarangku. Dan dia menyuruh salah satu suster perempuannya untuk membawaku ke sebuah ruangan guna mengobati kepalaku.

"Pak, mari ikut saya," ucap suster tersebut.

Aku hanya mengangguk. Baru beberapa langkah kepalaku terasa sakit sekali dan pusing, mungkin karena benturan yang cukup keras. Sebisa mungkin aku tahan dan menyeimbangkan pertahanan tubuhku supaya tidak pingsan. Namun yang terjadi penglihatan mataku menjadi buram dan aku pun terjatuh dan tidak sadarkan diri.

***

Perlahan aku membuka kedua mataku. Remang-remang aku melihat sekitar ternyata aku di sebuah ruangan. Aku melihat ke arah samping ternyata ada dokter laki-laki dan suster perempuan yang tadi. Aku meraba pelipisku sudah tertutup oleh perban.

"Dok, kepala saya tidak papa, kan?" tanyaku kepada dokter tersebut.

"Alhamdulillah, Bapak hanya mengalami cedera kepala ringan, dan pelipisnya tadi saya jait sebanyak tiga jaitan," balas dokter tersebut.

Kemudian aku melirik ke arah suster. "Suster, bagaimana kondisi istri dan anak saya?"

"Istri bapak, masih ditangani," balas suster tersebut.

Mendengar perkataan suster. Aku pun langsung bangkit dan duduk kemudian meminta izin kepada dokter tersebut keluar dari ruangan ini. Setelah dokter mengizinkan aku langsung pergi menuju ruangan IGD.

Setibanya di sana dokter laki-laki yang menangani Alesha keluar. Aku langsung mempercepat jalanku untuk menghampiri dokter tersebut.

"Dokter bagaimana keadaan istri dan anak saya?" tanyaku dengan nada khawatir.

"Istri Bapak mengalami pendarahan hebat. Kami memberikan dua pilihan kepada Bapak. Pilihan pertama, menjalani operasi terlebih dahulu, untuk menyelamatkan nyawa istri Bapak, tetapi beresiko kehilangan bayinya atau pilihan kedua yaitu menjalani operasi caesar darurat untuk menyelamatkan bayinya dan berisiko kehilangan istri Bapak."

Dadaku tiba-tiba merasa sesak ketika mendengar harus memilih dua pilihan yang sangat sulit. Air mataku luruh seketika membasahi pipi. Allah, aku tidak ingin kehilangan Alesha maupun bayiku.

Dengan air mata berlinang, aku berucap,"dokter tolong selamatkan istri saya terlebih dahulu, lalu selamatkan bayi saya. Saya percaya dokter bisa menangani ini semua. Saya mohon dokter...."

"Baik, saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri dan bayinya, tetapi saya minta Bapak untuk terus berdoa kepada Allah. Karena Dia yang bisa menyelamatkan istri dan anak Bapak, saya hanya perantara," balas dokter tersebut sembari menepuk pundakku pelan.

Aku mengangguk sembari mengucapkan terimakasih, kemudian aku langsung ikut dengan salah satu suster ke ruangan administrasi untuk menandatangani surat persetujuan operasi. Setelah itu aku menghubungi kedua orang tuaku, lalu Papa David dan Bagas.

Kini aku sedang duduk di ruang penunggu yang berada di luar ruangan operasi. Sedari tadi aku hanya berdzikir sembari memegang tasbih pemberian dari Alesha, tasbih yang selalu kubawa kemana pun aku pergi. Tasbih ini seperti tasbih cinta untukku, dimana ketika aku ingin mendapatkan Alesha aku bermunajat kepada Allah lewat doa di sepertiga malam dengan memegang tasbih ini, hingga akhirnya Allah mengabulkan Alesha berjodoh denganku. Dan sekarang, hamba memohon kepada-Mu Ya Rabb, lewat dzkir petang ini, hamba memohon keselamatan istri dan bayi hamba. Hamba belum siap kehilangan mereka...

Tasbih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang