Chapter 27

2.3K 488 54
                                    

Satu minggu telah berlalu, kini kondisiku sudah membaik dan kembali melakukan aktivitas seperti biasa yaitu bekerja. Dan rencananya minggu depan aku dan Alesha akan melangsungkan pernikahan. Ballrome hotel tempat resepsi, catering beserta undangan pernikahan pun sudah kami persiapkan termasuk urusan persyaratan-persyaratan di KUA.

Rencananya hari ini, jam makan siang aku dan Alesha akan pergi ke salah satu butik seorang desainer, istri dari teman kerjanya Pak David. Yang pergi ke butik hanya aku, Ummi dan Alesha saja. Sebab Pak David dan Abi tidak bisa hadir.

Suara notifikasi adzan dzuhur dari ponselku berbunyi. Lantas aku mengakhiri pekerjaanku, kemudian keluar ruangan dan memerintahkan semua karyawan untuk salat berjamaah di mushola kantor. Aku selalu membiasakan semua karyawan PT. Al Ghifari untuk melaksanakan salat berjamaah di awal waktu dan mengakhiri aktivitasnya. 

Usai salat berjamaah, aku menghampiri Devan, sekretarisku untuk menghandle pekerjaanku, sebab siang ini aku akan pergi ke butik dan tidak kembali lagi ke kantor. Setelah memerintahkan Devan aku langsung pergi dari kantor menuju rumahku untuk menjemput Ummi. Sementara Alesha, dia akan pergi bersama supir kantor Pak David.

Sejurus kemudian, aku sudah sampai di rumah untuk menjemput ummi, setelah itu kami langsung berlalu pergi menuju butik. 

***

Kini aku dan Ummi sudah sampai di butik, ketika memasuki tersebut aku tidak melihat ada Alesha. Aku menelpon nomornya, namun tidak diangkat. Kemudian aku menanyakan Alesha kepada Ibu Dian, pemilik butik tersebut, dan Ibu Dian mengatakan kalau Alesha belum tiba.

Perasaanku mulai cemas, ini seoalah dejavu. Aku takut apa yang terjadi dengan Zahra setahun lalu, kembali terjadi dengan Alesha. Astagfirullah semoga saja tidak, dan Alesha baik-baik saja.  

"Kamu tenang saja, ya, Fiz. Insya Allah Alesha bentar lagi sampai," kata Ummi sembari mengelus tangan kiriku.

Terlihat mobi BMW berwarna hitam terparkir di depan butik, aku langsung keluar butik memastikan itu mobil kantor Pak David atau bukan. Ketika supir mobil tersebut keluar dari mobil dan membukakakn pintu belakang, terlihat Alesha keluar dari mobil, aku pun bernafas lega.

"Hai Hafiz," sapa Alesha menghampiriku sembari tersenyum ke arahku. "Your face looks worried, why?"

"Of course, aku khawatir sama kamu." Aku berkata sembari menghembuskan napas membuat Alesha mengernyitkan dahinya bingung. Kini panggilan saya dan kamu berubah menjadi aku dan kamu.

"Apa yang di khawatir kan?"

"Tadi aku telpon kamu, kenapa gak di angkat? Aku takut apa yang terjadi dengan Zahra setahun lalu, terjadi sama kamu, Sha."

Alesha menepuk jidatnya. "I'm sorry, handphone aku di silent."

"Lain kali, handphone nya jangan di silent," ujarku.

"Sudah Fiz, yang penting, kan, Alesha selamat sampai tujuan, nggak usah khawatir berlebihan," ujar Ummi sembari tersenyum menatap Alesha.

"Ummi...." Alesha langsung berhambur memeluk Ummi. "Alesha kangen banget sama Ummi," lanjutnya.

"Ummi juga kangen, nggak sabar kamu jadi menantu Ummi, sayang," balas Ummi sembari mencium kening Alesha. Aku yang melihat interaksi mereka pun terharu sekaligus bahagia. Tidak pernah menyangka Ummi dan Alesha akan dekat seperti ini.

"Sha, udah peluk pelukan sama Umminya nanti lagi, ditunggu tuh sama Ibu Dian di dalam," ujarku.

Alesha melepas pelukannya. Kemudian menatapku dengan jengah. "Hm.. bilang aja kalau kamu pengin dipeluk sama aku, iya, kan? Sorry ya, Hafiz, belum halal."

Tasbih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang