"Jaehyun, kau kemana saja? Dari Jaerin persiapan operasi hingga selesai, kau pergi begitu saja."
Sambaran itu tak lantas membuat Jaehyun menatap sang Ayah. Ia mendesah kecil. Kepalanya ia sandarkan di dinding koridor ruang dokter, menatap kosong ke sembarang arah dengan pikiran yang melayang-layang.
Saat ini sudah pukul 11 malam, itu berarti Jaerin sudah keluar dari ruang operasi 4 jam yang lalu. Terbilang ratusan pesan masuk ke ponselnya, menanyakan di mana ia berada dan memintanya untuk tetap menunggu di rumah sakit. Namun, selama itu pula ia berusaha untuk mengejar laju mobil Taeyong, menyita sebuah motor dari pengendara skuter dengan jaminan seluruh isi dompetnya, memastikan Taeyong pergi dari apartemen Yeona, sebelum dirinya menghadapi kenyataan pahit bahwa Yeona tak menginginkannya.
Ia tak tahu apakah ini sinyal baik atau buruk dari Yeona. Ingin sekali ia berlari kembali ke Yeona dan memperjelas semuanya. Namun, seolah ada dinding besar yang Yeona bangun di antara mereka. Ia tidak bisa merusaknya.
"Ayah. Jika suatu saat nanti aku dan Yeona bercerai, bagaimana?"
Pria berkacamata itu menoleh cepat ke arah Jaehyun. Tatapannya penuh siratan kaget, namun ia tetap berusaha untuk tetap tenang.
Di saat yang hampir bersamaan, seorang dokter bedah wanita muncul dari ujung koridor dengan jas kebesarannya. Dokter berusia hampir kepala empat itu melempar senyum ke arah dua Jung itu kemudian mempersilakan mereka masuk ke ruangannya.
Sesaat sebelum Jaehyun menegakkan tubuhnya dan mengikuti arahan sang dokter untuk masuk, pria yang lebih tua itu menahan lengan atasnya. "Mau bercerita setelah ini?"
Dan di sini lah mereka; di atap rumah sakit ditemani oleh sebatang rokok di masing-masing apitan jemari mereka. Angin yang dingin itu seolah dihalau oleh kepulan asap yang keluar dari bibir dan hidung mereka secara bergantian.
Berbeda dengan sang Ayah yang nampaknya tengah menyusun kalimat, Jaehyun masih senantiasa mengingat kembali setiap detail pertemuannya dengan Yeona sore tadi. Wajah lembab dan rambut setengah kering. Suara lembut yang terdengar kasar, namun masih bisa ia terima dengan baik di telinga.
Ia sudah merindu.
"Sudah lama Ayah dan Ibu mempertanyakan ini. Dari gerak-gerik kalian, kami curiga ada sesuatu yang kalian sembunyikan. Ternyata benar?" Ayah Jaehyun mengembuskan asap ke udara, menatap sang anak yang kini menatap ke arah gedung-gedung di samping mereka.
Jaehyun tersenyum kecil. Tak begitu terkejut saat mengetahui rupanya kedua orang tuanya mencium keanehan itu. Ia hisap rokoknya itu dalam-dalam, merasakan kepulan asap yang berputar-putar di paru-parunya sebelum membuangnya dalam tiga kali embusan.
"Kami menikah hanya karena kesepakatan. Baik aku maupun Yeona memiliki keuntungan yang hanya bisa didapat jika kami menikah," jelasnya seraya membuang abu rokoknya ke bawah.
"Apa itu karena alasan kau putra Jung satu-satunya?"
"Ayah tahu benar." Ia terkekeh kecil sebelum kembali menghisap rokoknya. Sangat jarang ia merokok semenjak menikah. Dan efek itu membuatnya beberapa kali tersengal.
"Kau tahu itu salah?"
Jaehyun berdesis merasakan ketidaknyamanan saat asap memenuhi tubuhnya. Memutuskan untuk membuang puntung rokoknya yang masih panjang kemudian menginjaknya hingga mati.
"Ya, aku tahu. Aku tahu cepat atau lambat pasti akan ada yang tersakiti. Tapi, waktu itu kami hanya berpikir pendek tanpa pernah memikirkan akhirnya." Ia menyandarkan kedua sikunya di dinding pembatas. Mempersilakan angin malam itu meniup anak rambutnya ke samping.
Pikirannya melayang pada Yeona sekali lagi. Ia tahu sesakit apa gadis itu saat berusaha untuk bertahan dengan dirinya, pria yang sangat dingin. Betapa besar keinginannya untuk menyembuhkan sakit itu, namun berulang kali gadis itu mendorongnya menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS A LIE - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished - Bahasa Baku] Ini tentang kita yang tidak pernah peduli dengan keberadaan kata 'sia-sia', tak acuh, dan berakhir saling menyakiti. "Jadi kita berhenti di sini, Han Yeona?" - Jung Jaehyun "Ya. Aku harap tidak ada lagi 'kita' di masa depan...