Sesaat setelah Jaerin tiba di rumah Jaehyun, ia baru menyadari bahwa sesungguhnya ia telah menghabiskan banyak waktu di jalan. Kehadiran Taeyong tak pernah absen membuatnya kacau akhir-akhir ini. Sebelum pertemuannya di basement tadi, mereka sudah sering berjalan-jalan bersama walaupun belum bisa dikatakan sebagai sebuah kencan.
Ia mengetuk-ngetuk jam tangannya dengan penuh pertimbangan. Di pukul 11 malam ini sudah pasti mereka istirahat. Padahal ia sudah jauh-jauh ke Seoul untuk makanan gratis.
Suara pintu digeser di kebun belakang membuat Jaerin mendongakkan kepala. Ah, ternyata masih ada kehidupan di rumah itu. Dengan langkah hati-hati, ia melangkah menuju kebun belakang.
"Yeona." Jaehyun terlihat baru saja keluar dari rumah. Mendekati Yeona yang bersidekap dengan posisi membelakangi Jaehyun.
"Kita bisa bahas di hari lain, Jaehyun. Jangan bahas ini di dekat orang tuamu," ujarnya lirih seraya mengusap lengannya sendiri.
Jaerin yang tidak memahami situasi itu hanya bisa mengendikkan bahunya. Ia merekahkan senyumannya seraya melangkah ringan mendekati pasangan suami istri itu. "Halo, semuanya! Maaf aku sangat terlambat, ya?"
Baik Yeona maupun Jaehyun nampak terkejut dengan kehadiran Jaerin yang tiba-tiba itu. Terutama Yeona yang buru-buru mengalihkan tatapannya ke arah lain untuk menghapus titik air di sudut matanya.
"Ayah dan Ibu sudah tidur di dalam dan makan malam sudah selesai." Jaehyun menyambut Jaerin dengan tatapan yang menyipit.
Jaerin berdecak seraya menepuk pundak Jaehyun cukup keras. "Ya ampun, maaf sekali. Ada sesuatu yang mendesak tadi di kantor. Belum lagi jalanan cukup ramai di akhir pekan ini."
"Makan malamnya masih tersisa banyak, Eonni. Mau kutemani makan?" sahut Yeona dengan ekspresi riangnya. Berkebalikan dengan ekspresi yang ia pasang beberapa saat yang lalu.
"Kebetulan sekali, aku hanya makan 3 potong kimbab sebelum kemari. Aku sangat lapar." Jaerin tertawa renyah kemudian menggaet lengan Yeona dan melangkah masuk ke dalam rumah yang masih terang benderang itu.
Melihat itu, Jaehyun hanya bisa mendesah berat. Padahal ia sedang tidak dalam situasi hati yang baik untuk berakting pasca makan malam tadi. Bagaimana tidak? Ibunya itu terus-terusan menuntut anak dari mereka yang notabene sedang dalam hubungan yang benar-benar buruk.
Ia mengikuti dua gadis di depannya itu, mengunci pintu belakang dari dalam kemudian menyahut kunci mobil yang tergeletak di meja depan. "Aku berangkat, ya?" pamitnya tanpa menatap ke arah Jaerin maupun Yeona di meja makan.
"Hey, hey! Kakakmu baru saja datang. Kemana kau akan pergi, huh?"
Langkah Jaehyun terhenti tepat sebelum ia berbelok ke lorong pintu utama. Ia menoleh ke belakang kemudian memperlihatkan senyum kecil yang ia paksakan. "Ada pertemuan dengan agensi. Ada yang harus dibicarakan secara mendadak. Sudah, ya? Jika Noona pulang nanti, hati-hati di jalan."
Setelah itu, Jaehyun benar-benar meninggalkan rumahnya di tengah malam. Seharusnya ini tidak menjadi masalah jika hanya Yeona saja yang ada di rumah. Tapi, kehadiran ayah, ibu, dan Jaerin membuatnya harus berusaha keras untuk meyakinkan mereka tentang pekerjaan lemburnya.
"Ck! Pria itu," gerutu Jaerin.
Yeona hanya bisa terkekeh kecil walaupun dalam hati ia tidak pernah tahu untuk apa kekehannya itu. Ia letakkan semangkuk sup bakso ikan di hadapan Jaerin.
Menerima itu, mata Jaerin jadi berkilat lapar. Dengan cepat, ia menyendok suapan pertamanya sementara Yeona menyiapkan ayam asam manis untuknya. Satu dua sendok, ia masih menikmati. Hingga tiba ke suapan ketiga, ia mulai menyadari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS A LIE - Jung Jaehyun ✔
Fiksi Penggemar[Finished - Bahasa Baku] Ini tentang kita yang tidak pernah peduli dengan keberadaan kata 'sia-sia', tak acuh, dan berakhir saling menyakiti. "Jadi kita berhenti di sini, Han Yeona?" - Jung Jaehyun "Ya. Aku harap tidak ada lagi 'kita' di masa depan...