Semalam adalah malam paling berat untuk Yeona. Banyak air mata yang tumpah di sana. Hatinya terlalu sakit untuk ia bawa istirahat. Alhasil, ia baru bisa benar-benar tertidur saat ia mulai lelah dengan tangisannya. Tepatnya di pukul 5 pagi.
Tubuhnya begitu lemah di atas ranjang yang lembab karena sisa air matanya. Wajahnya sudah pasti bengkak dan merah. Jangan tanyakan lagi kondisi hatinya. Sangat berserakan, bahkan dirinya pun begitu sulit untuk merapikannya.
Mencintai Jaehyun? Jangan, jangan sampai. Tapi, di titik di mana ia mulai menangisi Jaehyun yang mungkin akan pergi meninggalkannya ia sadar jika pria itu telah meninggalkan banyak rasa di hatinya.
Apa itu? Apakah cinta? Atau hanya bentuk keterbiasaan karena sehari-hari ia melihat wajah itu? Dan ini bentuk kehilangannya?
Tubuh Yeona semakin bergelung di bawah selimut. Namun terdapat sesuatu yang mencekal perutnya sehingga ia tidak bisa bergerak dengan bebas. Ia mengernyit dalam tidurnya, merasa tidak nyaman ketika cekalan itu semakin erat. Masih dengan mata tertutup, ia meraba bagian perutnya. Terdapat sebuah lengan kokoh yang menahannya begitu kuat di posisi miring.
Tangan?
Yeona membuka matanya lebar menyadari ada seseorang di belakangnya. Dari suara napas berat di belakangnya, ia bisa menebak siapa. "Hah! Jae—"
"Sssh."
Jaehyun, pria yang memeluk Yeona dari belakang itu berdesis, meminta gadis itu untuk tenang. Tanpa melepaskan pelukannya, ia menelusupkan wajahnya di tengkuk Yeona, menghirup aroma aqua dari sana.
Yeona mengerjap untuk sesaat. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanya lah mimpi. Namun, pergerakan kecil Jaehyun di belakangnya terasa begitu nyata untuk sebuah mimpi. Tapi, kenapa? Kenapa tiba-tiba pria itu memeluknya seperti ini?
"Jaehyun, kenapa kau ada di sini? Kau mabuk? Kau salah kamar," ucapnya dengan suara seraknya. Berusaha untuk menyingkirkan tangan Jaehyun yang begitu erat memeluknya.
"Tunggu sebentar lagi."
Gadis itu urung menyingkirkan tangan Jaehyun saat menyadari bahwa suara pria itu begitu sengau. Apa mungkin pria itu menangis? Ah, atau kah Jaehyun sedang terkena flu?
Gerakan Yeona yang terhenti itu membuat Jaehyun dengan mudahnya menelusupkan tangannya yang satunya di bawah leher Yeona. Dengan itu, ia bisa semakin menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukannya.
"Sebentar, ya? Aku ingin melakukan hal-hal yang seharusnya aku lakukan bersamamu," bisiknya dengan tangan yang masih mengurung Yeona dalam pelukan hangat itu.
Yeona terdiam, seolah mengizinkan pelukan itu menyambut paginya. Matanya kembali tertutup. Merasakan sejenak cara sederhana pelukan itu mengajaknya masuk ke dalam zona ternyaman.
"Jaehyun, akan ku pastikan aku akan segera pergi dari sini. Jadi kau tidak perlu khawatir," gumamnya pelan.
"Kemana kau akan pergi?"
"Jika aku beri tahu, apa yang akan kau lakukan?"
Jaehyun terdiam sejenak. "Aku mungkin akan mengunjungimu, sesekali. Maksudku, kita juga harus tetap berhubungan baik, bukan?"
Yeona berdecih kecil mendengar jawaban Jaehyun. "Yeah."
"Kita harus tetap baik-baik saja," bisik Jaehyun seraya menempelkan dirinya pada Yeona, memastikan bahwa mereka tidak ada lagi jarak.
Semua ucapan juga bahasa tubuh Jaehyun, harusnya Yeona menyadari itu. Menyadari bahwa ada sesuatu yang harus mereka luruskan. Harus ada yang mengalah dari ego dan menyatakan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS A LIE - Jung Jaehyun ✔
Fanfic[Finished - Bahasa Baku] Ini tentang kita yang tidak pernah peduli dengan keberadaan kata 'sia-sia', tak acuh, dan berakhir saling menyakiti. "Jadi kita berhenti di sini, Han Yeona?" - Jung Jaehyun "Ya. Aku harap tidak ada lagi 'kita' di masa depan...