"Di mana kau? Rapatku sebentar lagi selesai dan aku akan segera menyusulmu."
Yeona hanya terdiam ketika Kun di depannya berakting panik. Sempat ia ingin menertawakan dirinya sendiri yang begitu menyedihkan. Well, ia tidak berharap orang-orang mencemaskannya. Terutama Jaehyun. Lagipula, apa salahnya jika ia ingin menghindari orang-orang di sekitarnya dan mencari tenang di hotel tempat Kun singgah?
Ia tahu pasti dengan dirinya meminta Kun untuk menyembunyikan keberadaannya tidak akan membuat kecemasan orang-orang itu reda. Tapi, ia tidak ingin rencananya untuk menghindar ini kacau jika ada satu orang saja yang menyeretnya kembali ke kehidupan Kun menjauhkan ponselnya dari telinga. Wajahnya masih serius, seolah kepanikannya itu tidak main-main.
"Bagaimana?" Kepala Yeona mendongak, menatap Kun dari tempatnya duduk.
"Dia terdengar sangat cemas." Pria yang tengah berdiri itu akhirnya mendudukkan dirinya di sofa, tepat di samping Yeona. Ponselnya ia letakkan di meja rendah di hadapannya saat tatapannya fokus pada raut sendu gadis itu. "Sebenarnya apa alasanmu menghilang, hm?"
"Aku tidak menghilang. Aku hanya ingin bernapas sejenak."
"Bernapas lah kalau begitu." Kun mengambil gelas air milik Yeona dari meja rendah di depannya sebelum kemudian memberikannya pada sang gadis. Ia tersenyum kecil, memberi nyaman bagi Yeona yang masih kaku. "Mau bercerita?"
Tangan Yeona menerima uluran gelas dari Kun dan meminumnya sedikit. Rasanya begitu aneh saat ia butuh waktu untuk bernapas justru Jaehyun tidak mau hilang dari kepalanya. Maksudnya, ia bahkan sudah berusaha menghapus sosok Jaehyun dari dirinya untuk sesaat. Namun, nyatanya itu sia-sia saja.
"Aku hanya tidak mengerti alasan mengapa aku begitu tertekan saat ini. Maksudku, aku bahkan tahu sejak awal aku memiliki hubungan yang super duper tidak jelas dan aku menerimanya selama lima tahun. Tapi, entah mengapa dan entah sejak kapan semuanya berubah. Aku mulai tidak terima dengan posisi ini di saat seharusnya aku sadar dan memberinya ruang untuk mencintai orang lain."
Yeona menggeleng lemah seraya menunduk. Ia terkekeh pahit sebelum melanjutkan, "Aku hanya tidak paham dengan hubungan kami."
"Dengan segala yang ada di dirimu, kau layak untuk dicintai, Yeona. Kau layak menerima perlakuan manis dan menyenangkan dari seorang pria. Wanita sesempurna dirimu tidak layak menerima perlakuan bangsat dari manusia seperti Jung Jaehyun."
Tubuh Yeona merinding merasakan tensi di setiap kalimat yang Kun lontarkan. Ia menatap pria yang terlihat begitu santai di sampingnya dengan heran.
"Hubungan kalian pasti buruk, 'kan? Jangan bilang karena aku," cicitnya.
Kun terkekeh mendapati wajah ketakutan milik Yeona. Dengan lembut, ia usap pipi Yeona. "Tidak sepenuhnya karenamu. Aku memang membenci semua tingkah kekanakannya itu."
Kembali, Yeona merasa kaku. Selama ini memang Kun sering memperlakukannya dengan lembut. Namun, kali ini, dengan tatapan sedalam dan seserius itu, ia bisa merasakan ada yang terbakar di dalam diri sang pria.
Kepala Kun mendekat hingga keduanya tak lagi banyak berjarak. Embusan napas mereka saling menubruk kasar. Saling menyalurkan keresahan masing-masing.
"Aku serius tentang yang tadi." Kun berdesis kecil seraya semakin mendekatkan kepalanya dengan milik Yeona.
Yeona tercekat saat menyadari tangan Kun menahan tengkuknya. Tak ada lagi alasan baginya untuk mundur dari Kun. Tak ada lagi perlawanan saat pria itu menelengkan kepalanya dan menyatukan bibir mereka.
Hanya kecupan kecil.
Sang pria menjauhkan sedikit bibirnya dari milik Yeona. Kening mereka bertumbuk lemah. "Aku tidak pernah mencabut tawaranku untuk membantumu merasakan cinta," bisiknya seraya mengusap tengkuk Yeona dengan gerakan yang sedikit sensual.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS A LIE - Jung Jaehyun ✔
Fiksi Penggemar[Finished - Bahasa Baku] Ini tentang kita yang tidak pernah peduli dengan keberadaan kata 'sia-sia', tak acuh, dan berakhir saling menyakiti. "Jadi kita berhenti di sini, Han Yeona?" - Jung Jaehyun "Ya. Aku harap tidak ada lagi 'kita' di masa depan...